BAB 3 - PERMAINAN DIMULAI

1 0 0
                                    

Tia geleng-geleng tak percaya orang ini tetap mengajak mereka bermain meski mereka semua tak mau mengikuti permainannya. "Mau dimulai apa engga, bodo amat!" ketus Nina dan terlihat Nina berdiri dari duduknya, meninggalkan laptopnya menuju dapur. Windy menghela nafas sebal melihat akun anonim yang keras kepala itu. Dion tampak tak peduli, ia menunjukkan wajah tak tertarik. Sedang Kaka yang sibuk masih mencoba mencari lokasi akun anonim tersebut dengan telepon genggamnya tak memerhatikan layar monitornya. Hanya Aji dan Tika yang terlihat penasaran dan menunggu.

( Typing ... )

"Tebak ... di antara kalian ... ruang mana yang akan mati lampu?"

Tampaknya akun anonim tanpa foto profil itu tak peduli meski tak ditanggapi. "Apa? Ruang mana yang akan mati lampu?" ulang Tika. "Apa maksudnya?" gumam Aji tak mengerti. Dion berdecak kesal, "Buang-buang waktu saja! Gaes gue off ya, males GMeet kita diganggu kek gini!" Windy pun menimpali, "Betul Yon ... mau temu kangen lewat Gmeet malah diganggu sama akun ga jelas ... gue juga mau off ya Teman-teman!"

( Typing ... )

"Hey tunggu! Jangan off dulu! Baiklah karena ga ada yang mau nebak ... biar cepat saya yang nebak saja ... yang sekarang akan mati lampu adalah ruangan ... Nina! Taraaa ...."

Tiba-tiba di layar monitor Nina tampak rumahnya mendadak menjadi gelap, hanya laptopnya saja yang menyala. Terdengar teriakan Nina dari dapur, "Hey Kampret! Siapa yang matiin lampu? Gue lagi bikin mie goreng nih! Jangan bercanda deh!"

Lalu akun anonim itu mendadak menghilang dari Gmeet mereka.

Aji dan Tia terkesiap melihat hal tersebut. "Dia kemana Ji?" tanya Tia, Aji menggeleng, "Sepertinya dia off." Dion dan Windy yang tadi akan off dari Gmeet mereka kini jadi memerhatikan begitu pun Kaka. "Apa yang terjadi Gaes?" tanya Kaka. "Akun ga jelas itu tadi nanya, ruangan mana yang mati lampu, karena ga ada yang jawab, dia sendiri yang jawab, katanya ruangan Nina ... dan tiba-tiba ruangan Nina itu mati lampu Ka," jelas Aji.

"Masa sih?" kaget Kaka. Aji mengangkat bahunya. "Sepertinya ini permainan yang dia bilang tadi, dia memancing kita semua untuk memerhatikan dan ikut dalam permainannya," kata Tia. "Perasaan gue jadi was-was gini ..." Windy mengusap wajahnya, ia bisa merasakan jantungny berdegup cepat.

Semua orang kini memandangi monitor Nina dengan rumah yang gelap dan hanya ada cahaya dari pancaran layar monitor laptopnya itu. "Tapi kok dia bisa matiin lampu? Gimana pula caranya?" heran Dion. Untuk beberapa saat tidak ada yang terjadi, rumah Nina masih tampak gelap tapi semua masih menunggu dengan hati berdebar.

Tiba-tiba wajah Nina muncul memenuhi layar monitornya membuat kaget teman-temannya. "Aduh Nin! Muka lo sampe penuh satu layar ngagetin kita aja lo!" cetus Tia memegangi dadanya yang nyaris copot. Nina nyengir seraya menatap teman-temannya, "Lagian kalian pada tegang gitu kenapa sih? ... Eh ada yang tahu ga kenapa rumah gue mendadak mati lampu gini? Rumah lo pada mati ga? Gue lagi bikin mie nih di dapur nih, jadi gelap! Eh, ngomong-ngomong, kemana akun gaje itu?" Mereka semua menggeleng tidak tahu.

Mendadak tampak sesosok bayangan hitam muncul perlahan dan berdiri di belakang Nina. Nina tidak menyadari itu. "Ya Tuhan!" kaget Windy, "kalian lihat apa yang gue lihat 'kan?!" Semuanya mengangguk dengan wajah terkejut. "Siapa itu?" Tia mengerutkan keningnya. Jantungnya kembali berdebar tegang.

"Nin, lo di rumah sama siapa sekarang?" Kaka menjadi cemas. "Hoy muka kalian masih pada tegang gitu, kenapa sih?" heran Nina. "Nin, lo di rumah sama siapa?" ulang Kaka lebih tegas.

"Gue lagi sendirian Ka, orang tua gue lagi keluar, beli stok makanan, 'kan PPKM masih lama," jawab Nina. "Sekarang ... sekarang juga lo keluar dari rumah deh," kata Kaka gugup bercampur tegang diikuti anggukan kepala Windy dan Tia dengan cepat. "Keluar? Emang kenapa gue harus keluar?" Nina masih tak mengerti.

Bayangan hitam itu bergerak mendekati Nina.

"Nin! Cepet keluar!" seru Aji panik melihat orang itu mendatangi Nina dari belakangnya. "Di belakang lo! Lihat di belakang lo itu Nin!" teriak Dion. Tia dan Windy pun ikut berteriak-teriak mengingatkan Nina dan menyuruhnya untuk lari dan keluar dari rumah. "Lari Nin, lari sekarang!" Windy menjerit. "Kalian pada kenapa sih?" Nina mengerutkan keningnya masih tak mengerti kenapa teman-temannya semua berteriak dan menjadi panik seperti itu.

Belum sadar apa yang terjadi, tiba-tiba Nina merasakan mulutnya dibekap dari belakang! Mata Nina terbelalak terkejut setengah mati. Semua teman-temannya menjerit. "Jangaaan!" teriak Windy pada orang tak dikenal itu. "Ya Tuhan!" Tia gemetar mengatakannya dan melihat temannya itu sedang bergelut dengan pembekapnya. Aji diam membeku dengan bibir gemetar. "Apa yang dilakukannya? Aoa yang dilakukannya?" Kaka hanya bisa mengulang kalimat itu berkali-kali sembari memegangi kepalanya. Ia panik, bingung dan tak tahu apa yang harus dilakukannya. "Lawan Nin! Lawan!" teriak Dion.

Nina berusaha berontak sekuat tenaga tapi cengkeraman orang itu jauh lebih kuat. Orang yang tidak diketahui wajah karena tertutupi hoodie jaketnya dan hanya terlihat tubuhnya beserta pakaian hitam-hitamnya itu tidak main-main rupanya. Tapi Nina tidak menyerah, tangannya terus mencakar-cakar dengan kakinya menendang-nendang. Ia berusaha untuk melepaskan dirinya dari bekapan. Semua pajangan yang berada di atas meja tamu di sebelah laptopnya jatuh pecah tertendang kakinya. Awalnya orang itu kewalahan menghadapi Nina yang melawan. Tetapi dengan cepat orang itu memiting leher Nina, mencekik tenggorokan Nina dengan satu lengannya. Nina tahu nyawanya dalam bahaya. Ia terus berontak. Perlahan tapi pasti cekikan yang memotong supply udara ke paru-paru membuat Nina mulai tersenggal kehabisan nafas. Perlawanannya semakin melemah. Windy menjerit-jerit meminta cekikan itu dihentikan. Tia hanya bisa menutup mulutnya dengan tangannya sendiri tak bisa berkata lagi. Aji masih diam membeku. Dion dan Kaka berteriak mengancam orang itu untuk melepaskan Nina, tapi sepertinya percuma saja, orang itu terus memiting dan mencekik leher Nina.

Beberapa saat kemudian perlawanan Nina selesai. Udara sudah tak mengisi paru-paru dan otaknya lagi. Tubuhnya pun terkulai jatuh di kaki orang tersebut.

Laptop Nina masih terus menyala dan memperlihatkansemua kejadian tersebut. Orang itu mendekati laptop Nina, membuka hoodie jaketnya dan wajahnya pun munculdi layar monitor mengejutkan semua orang dengan topeng Rahwana yang dipakainya. 

"Ja

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Ja ... jangan main-main sama kita ... siapa pun lo! Kita ... ga... takut!" ancam Kaka meski dengan suara yang gemetar kepada orang bertopeng Rahwana itu yang tengah bergoyang-goyang seperti menari dengan gembira. "Buka topeng kau pengecut!" timpal Dion. Orang bertopeng Rahwana itu terus saja berjoget dengan sesekali menggoyangkan pantatnya seakan meledek. Windy menangis melihat Nina yang tergeletak tak bergerak itu. Aji dan Tia terpaku syok karena masih tak percaya dengan apa yang baru saja mereka lihat.

Orang bertopeng Rahwana itu melambaikan tangannya sambil terus menari-nari seperti mengatakan; sampai jumpa lagi, kemudian mematikan laptop Nina.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Mar 16, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

PPKM (Pelan-pelan Kalian Mati)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang