Ay, sup? :D sebelumnya dah pengen nge post chapter ini taunya ada yang error dengan koneksi internetnya, dll. So, yea ._. Hope you enjoy this chapter!~ don't forget to hit dat vote button and comment! vomment, kay? kay. ;D
"Pipimu berdarah," kata Bob. Ia hendak mengeceknya, tetapi Melody menghindar dan berjalan ke arah sebuah rak. Melody mengusapnya pelan dengan lengan bajunya. "Hanya sedikit perih, serius,"
"Kau yakin? Belati Rita terlihat sangat tajam," tanya Bob. Melody mengangguk. "Jangan pikirkan tentang itu dulu untuk saat ini,"
Melody kemudian berusaha mendorong rak yang menempel di dinding ruangan tersebut. "Aku ingat rak ini yang membawaku ke jalan rahasia itu," kata Melody.
"Bob, beritahu aku, kenapa rak ini sangat berat dan kenapa kau tidak membantuku mendorongnya?" kata Melody sambil memutar bola matanya. Di luar, terdengar suara berisik para penjaga yang berusaha untuk membuka pintu besi ruangan tersebut.
Bob awalnya melirik ke arah Rita untuk memastikan apakah ia benar- benar tidak sadarkan diri. Bob mengambil belati Rita dan menyimpannya, kemudian ia pun membantu Melody.
"Oke, rak ini beratnya bukan main," kata Bob saat mendorongnya dengan susah payah.
"Rak ini hanya berisi peralatan yang ringan! Kenapa tak mau terdorong?!" keluhnya. "Ssst! Jangan sampai ada yang mendengarnya," balas Melody.
Melody berpikir. Apa yang telah ia lupakan?
"Kau seharusnya mengancam Rita untuk memberitahukan lokasinya sebelum menghajarnya. Kau tahu, karena kau lupa," kata Bob sambil tertawa kecil. Melody melebarkan matanya saat menatap Bob. "Eh, aku hanya bercanda," kata Bob.
"Yang Rita katakan itu hanyalah omong kosong. Dulu aku pernah mengatakan bahwa ada pintu rahasia di sini, tetapi ia tidak percaya. Mungkin kali ini ia mulai percaya karena kita benar- benar menuju ke arah sini, tetapi sebenarnya ia tak pernah tahu di mana letaknya," kata Melody. Bob mengangguk.
Kemudian, Melody meneliti rak itu. Melody ingat betul bahwa rak ini lah yang dulu membawanya ke jalan rahasia itu, tetapi ia tidak ingat di mana letak pintu tersebut. Kemudian, matanya terpaku kepada dua pintu laci kecil di bagian bawah rak.
Sebuah ingatan pun muncul di kepalanya.
Melody berusaha membuka pintu laci itu dengan berhati- hati. Awalnya ia kira akan mudah, tetapi ternyata sangat sulit sehingga ia terpental ke belakang sambil berteriak karena terkejut sebelum pintu tersebut akhirnya terbuka.
Bob menahan tawanya sehingga wajah Bob menjadi sangat merah dan matanya tertutup. "Apa?!" sahut Melody. Bob menggeleng. Melody mencoba memasukkan tangannya ke dalam pintu tersebut. "Memang benar yang ini!" kata Melody sambil menatap Bob.
Bob pun berjongkok di sebelah Melody dan melihat ke dalam. "Gelap sekali," gumamnya. "Ayo kita masuk... Oh! Tunggu! Singkirkan Rita dan kalau bisa ikat dia, jika memang ada tali," kata Melody. Bob mengangguk dan berjalan ke arah Rita.
Ia mendudukkan Rita di pojok ruangan dan Melody meletakkan seluruh bagian tubuh robot- robot di pelukan Rita. Tak ada tali yang terlihat. "Andai saja aku membawa spidol," kata Bob sambil menghela nafas. "Untuk apa?" tanya Melody dengan bingung.
"Kau bercanda? Kita bisa mencoret wajahnya, oh, kau tahu? Lupakan sajalah. Ayo masuk sebelum mereka mencari cara untuk membuka pintu besar di belakangku ini,"
Mereka berdua pun memasukinya. Pintu masuk itu terlihat kecil dari luar, tetapi begitu di dalam, ada tangga yang membawa mereka ke lorong yang lebih besar dari badan mereka.
"Jangan dulu ditutup pintunya. Tempat ini sangat gelap. Dan tolong ingatkan aku kenapa kita tidak membawa senter," kata Bob. "Karena kita tidak bisa menemukannya dan..." kata Melody yang kemudian meraba- raba dinding batu di sekeliling mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
Empty Street
Science Fiction'Saat melihat pemandangan di luar, lututnya tiba- tiba melemas dan ia pun terjatuh pelan di depan pintu' Wendy Train terbangun suatu pagi dengan menyadari beberapa hal yang ganjil. Orang tuanya sedang pergi ke negara lain dengan alasan pekerjaan, ja...