Aku mendengar suara adzan berkumandang, sayangnya aku sedang tidak shalat. Fadlan mengajakku pergi ke masjid dekat sini, segera pergi untuk melaksanakan shalat.
"Shalat ga?"
"Palang merah,"
"Owh, okey,"
Seketika aku batuk tanpa sengaja ketika berjalan disampingnya, kami belum benar-benar keluar dari kafe. Seketika seorang bapak perokok itu jujur saja menganggu pernapasanku, aku sangat tidak suka rokok.
"Kenapa?" tanya Fadlan seketika.
Aku menggeleng dengan ekspresi tidak suka, menahan napasku agar asap rokok itu tidak terhirup. Sekali lagi Fadlan berjalan didepan lalu membukakan pintu untukku agar segera keluar dari kafe.
_____
Beberapa menit menunggu setelah Fadlan selesai shalat lalu memakai sepatunya, kamu berjalan beriringan. Setelah dipikir-pikir, kami memiliki rencana ini sejak 1 tahun kebelakang yang tak pernah terwujud karena kendala sekolah dan keluarga yang aturannya begitu menakutkan. Memang tidak salah sih tapi...
"Eh, Ra," panggil Fadlan membuyarkan lamunanku.
"Hm?" responku.
"Yang tadi kenapa?" Fadlan masih menanyakan perihal aku tak sengaja batuk di kafe.
"Owh, aku gak suka rokok. Bikin gak bisa napas," balasku.
Fadlan mengangguk kemudian melanjutkan perjalanan ke mall yang ada di seberang, banyak orang berlalu lalang. Ada banyak pedagang kaki lima, minuman, pop corn, baju berdiskon, dan masih banyak lagi. Tak lupa dengan orang-orang berkostum yang ada tepat didepan pintu mall, banyak yang ingin foto dengan mereka. Rasanya sangat menyenangkan, lebih menyenangkan dari pertemuan-pertemuan sebelumnya.
"Kita kemana?" tanyaku.
"Langsung ke bioskop aja kata temen aku," jawab Fadlan.
Aku mengangguk kemudian mengikutinya berjalan di eskalator, pintu kaca besar terlihat saat hampir sampai. Di dalam terdapat lantai yang dihiasi karpet bernuansa mewah, beberapa jajanan seperti pop corn dan Coca-Cola untuk cemilan. Banyak orang yang mengantri untuk mendapatkan tiket nonton sesuai film yang diinginkan.
"Duduk dulu yuk!" bisik Fadlan ketika kamu berada di lorong.
Aku kembali mengangguk, terlalu banyak orang di sini. Mungkin hampir 90% diantaranya datang membawa pacarnya masing-masing, begitu yang aku lihat. Wajar sih, banyak film yang seru ditonton bersama pasangan, mungkin begitu.
Fadlan akhirnya memilih tempat duduk dan menepuk kursi empuk itu, namun bukan langsung duduk tapi 2 detik seketika aku mengingat kembali perlakuan itu saat a Jasson menghalangiku dari asap rokok kemudian menepuk bangku yang jauh dari jangkauan asap rokok itu.
Deg
"Ra?" Fadlan memanggil.
"Hm?" responku.
"Sini duduk," Fadlan kembali menepuk bangku di sebelahnya.
"Eh i-iya, maaf," jawabku kemudian berakhir duduk di sampingnya.
Vibe nya memang terasa beda dari sebelumnya, baru kali ini aku diajak bertemu untuk nonton di bioskop. Terasa menyenangkan dan perasaannya tulus, aku bisa melihatnya. Namun entah rasanya sudah biasa atau memang perasaanku sudah memilih untuk mati rasa, maaf.
KAMU SEDANG MEMBACA
Segaris Lengkung Manis
Teen FictionBelum akhir, ini baru awal dari kisah baru Zara di umur 18 tahun. Hanya tinggal 1 langkah, namun terasa berat. Tapi tak lepas dari segala teori dari imajinasi melalui seseorang yang menjadi inspirasi tulisannya. Teori VII, Angin. Benar, Angin. Yang...