Bab 31: Bibir

53 9 0
                                    

Suara gerimis hujan menenangkan hati, diikuti ayam yang berkokok tanda fajar telah menyingsing—tunggu, sepertinya ayam jantan nan gagah itu sudah hafal betul dengan waktu, padahal sedang mendung. Tapi terima kasih atas jasanya membangunkan makhluk bernama Hening Merona yang kini sedang merenggangkan tubuhnya sembari mendesah kecil. Kaus putih polos milik Raga menempel apik pada tubuh Hening yang mungil dan tampak kebesaran. Celana training warna biru tua sedikit melorot sampai ke pinggang bawah, masih beruntung ada tali yang dapat menyesuaikan lingkar perut, meski sudah lingkar terkecil tapi tetap saja ukuran celana untuk laki-laki dan perempuan berbeda jauh.

Hening turun dari ranjang, menyisir rambut, lalu keluar dari kamar tamu sambil menguap lebar, terasa sudah seperti di rumahnya sendiri. Langkah kecilnya membawa diri ke area dapur, hidungnya berkedut seperti kelinci karena mencium aroma masakan yang menggiurkan, ia yakin seseorang sedang memasak nasi goreng.

"Pagi. Sudah bangun?" todong Raga dengan sebuah pertanyaan sederhana sambil sekilas menatap Hening yang datang. Tangan pria itu tampak lincah memasukkan beberapa bumbu, satu tungku untuk menggoreng nasi, satunya lagi menggoreng telur dadar.

Gadis yang disapa pun berjalan mendekat, hingga di samping Raga, lalu memperhatikan wajah pria itu dari samping. "Sudah enakan badannya?" Hening tidak membalas ucapan Raga, melainkan menanyai kondisi sang pria.

Raga mengangguk pelan sambil mematikan kompor, telur dadar dan nasi goreng—penuh cinta—telah selesai ia buat. Pria itu pun memperhatikan Hening, fokusnya pada celana training yang sedikit melorot.

"Syukurlah ... omong-omong, bibi ke mana? Kalau sabtu dan minggu biasanya masuk juga kan?" Hening penasaran, karena tumben sekali Raga yang memasak, dapat fakta baru jika pria itu bisa melakukan tugas dapur.

"Iya, sengaja hari ini saya liburkan." Pria itu sedikit menunduk, membuat Hening refleks menjauhkan wajah dan berjalan selangkah mundur. Pria itu pun menarik ke atas ujung celana milik si gadis hingga ke perut, kekehan pelan tercipta setelahnya. "Kebesaran ya?" Manik hazel milik Raga yang indah melirik Hening yang tampak gugup.

Sejak kapan belakang Hening berubah menjadi meja pantry? Dia tidak bisa bergerak lagi.

"Kenapa diliburkan?" Gadis itu mencoba tenang, sambil balas menatap Raga, lalu turun ke bibir tebal si pria. Seketika teringat ucapan orang pintar soal kecupan yang bisa menghilangkan kesialan dalam hidupnya.

Gue mikirin apa sih!

"Tidak apa-apa, sedang ingin masak sendiri. Jarang-jarang kan saya berbuat baik begini," jawab Raga tampak tenang seraya mengurung Hening dengan kedua tangannya yang bertumpu pada meja pantry. Hal yang mudah karena tubuh gadis itu cukup mungil.

Kebiasaan buruk Raga, senang sekali nempel-nempel seperti ini. Merasa dia materai dan Hening buku akta kali, ya?

Hening mengkerutkan kening, sambil memajukan wajahnya dengan berani. Mencoba hal itu sepertinya boleh juga. Tidak ada salahnya kan? Toh keduanya sudah sama-sama dewasa, barangkali kesialan gadis itu ikut sirna betulan. Memang ya, tidak boleh seorang gadis dan pria berduaan begini, pasti ada setan di antara mereka.

Bak dapat bisikan makhluk halus, Hening berani mencium bibir Raga yang membuat pria itu membelalakkan mata. Tidak lama, tanpa suatu kesan yang spesial, hanya kecupan biasa yang dapat menggetarkan hati. Raga kelewat kaget sampai tidak menyadari Hening sudah berhasil keluar dari kungkungannya.

"Aku lapar, ayo makan." Hening malah tampak santai tanpa beban, dia hendak mengambil piring.

Raga perlahan berbalik menatap Hening penuh tanya, rasanya ingin sekali marah karena gadis itu bersikap biasa-biasa saja. Mereka memang pacaran, tapi hanya pura-pura! Sudah seperti hubungan tanpa status saja jadinya.

MitambuhTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang