Selepas sarapan Ezar bergegas ke rumah sakit untuk kontrol rutin. Sebenarnya jadwal kontrol Ezar masih dua hari lagi, tetapi Harith ngotot supaya Ezar periksa hari ini juga. Ditambah ancaman mengadu pada Azrina dan Dewa perkara kecelakaan kecil Ezar bersama si bungsu. Mau tidak mau, ikhlas tidak ikhlas, Ezar harus menerima dengan lapang dada. Traffic pagi ini sedang padat karena banyak orang hendak berangkat mencari nafkah.
Ezar harus melakukan echocardiography dan EKG sebelum bertemu dokternya. Antrian masih lengang sehingga Ezar bisa cepat masuk ruangan dokter lalu mendengarkan penjelasan mengenai keadaannya saat ini. Kadang diselipi curhat dadakan karena Dokter Yazid bukan tipikal dokter yang kaku. Beliau lebih suka jika pasiennya merasa nyaman untuk bercerita dan terbuka mengenai pemicu masalah kesehatan mereka.
Semalam Harith sudah mengkonfirmasi pada Dokter Yazid kalau jadwal kontrol Ezar ingin dimajukan. Dokter Yazid iya-iya saja karena Ezar adalah salah satu pasien yang memiliki privillege.
"How's life, Ezar? You look better than the last time you came here," ujar Dokter Yazid menyambut kedatangan Ezar dengan semringah.
"So far, good. Just a little bit tired because of ... my mother."
Sebelah alis Dokter Yazid terangkat. Tiga tahun belakangan ini Ezar memang paling sering mencurhatkan sang mama. "Soal keluhan kamu tentang mendadak deg-degan disertai sesak, bisa jadi diakibatkan karena kamu terlalu stres. Sebagai penderita gangguan irama jantung memang hal itu sering terjadi kalau kamu dalam keadaan stres atau terlalu emosional. Bahkan kadang saat nggak dipicu juga jantung kamu bisa mendadak berdetak lebih cepat, nggak beraturan, atau lebih lebih lambat. Oleh karena itu, kamu harus pintar mengelola stres serta emosi. Ingat ada jantung yang harus kamu jaga."
"Mau cerita kali ini ada apa dengan Bu Azrina?" imbuh Dokter Yazid. Menatap lurus ke mata Ezar.
"Mama masih suka maksa saya untuk kuliah S2 di Indonesia aja, sih. Tapi kadang tiap hari dan timing-nya selalu waktu saya harus kerja, saya sementara ini jadi freelancer by the way. Deadline yang dikasih juga kadang mepet. Pressure-nya mungkin memang bikin saya jadi stres sometimes, tapi nggak lebih bikin stres dari dengerin Mama saya ngomel soal S2. Saya udah cerita juga, kan, sama Dokter kalau saya memang nggak mau lanjut di Indonesia."
Menurut orang lain mungkin perkara lanjut S2 adalah masalah sepele, apa lagi Ezar dari keluarga yang sangat mampu secara finansial. Namun, bagi Ezar lanjut S2 di luar negeri adalah sebuah mimpi yang begitu besar. Sejak duduk di bangku SMA, Ezar sudah mencari informasi mengenai universitas terbaik di UK, USA, bahkan sekitar Asia. Sayang sekali risetnya tidak berguna karena Ezar berakhir kuliah di salah satu peguruan tinggi negeri di Jakarta.
Alasan lain yang mendorong Ezar untuk kuliah di luar negeri adalah teman-temannya yang sudah berhasil masuk universitas impian mereka. Orang tua mereka memberi support penuh. Bahkan ada yang rela pindah domisili hanya untuk menemani anak mereka mengenyam pendidikan di negeri orang. Jujur, Ezar iri berat dengan mereka.
Dokter Yazid sudah paham mengenai permasalahan Ezar yang ingin melanjutkan studi di luar negeri. Pria itu mengangguk-angguk. Lalu membalas, "Saya paham mengenai kekesalan kamu pada Bu Azrina, tapi kamu harus tau beberapa hari lalu Bu Azrina sempat mendatangi saya secara pribadi. Beliau cerita soal alasan mengapa beliau tidak mengizinkan kamu untuk kuliah di luar negeri."
"Oh ya?" Ezar tampat terkejut mendengar penuturan Dokter Yazid. Lantas segera dibalas anggukan oleh sang lawan bicara.
"Bu Azrina ini ternyata ibu yang baik, loh. Beliau bahkan kepikiran sesuatu yang saat itu nggak saya pikirkan sama sekali. Mengenai perawatan kamu nanti di sana dan bagaimana kamu bisa beradaptasi dengan fasilitas kesehatan di sana. Kondisi kamu memang cukup baik untuk ukuran seseorang dengan kelainan jantung bawaan. Namun, kemungkinan kamu kambuh juga tetap ada dan nggak bisa diabaikan begitu saja. Bu Azrina mencemaskan hal itu, makanya beliau nggak memberi izin kamu untuk study abroad."
KAMU SEDANG MEMBACA
The Melody of My Heartbeat ✓
عاطفيةEzar selalu takut kala hening merebak dan hanya terdengar suara degup jantungnya yang begitu cepat. Namun, ketika pertama kali bertemu Maretha, tidak ada perasaan takut itu dalam diri Ezar. Jantungnya berdegup kencang dan seperti ada kupu-kupu berte...