"Yang bener aja! Lo kira kita mau ritual memanggil setan?!"
Lupakan aksi rencana mereka pada hari-hari sebelumnya. Lupakan perihal arang yang harus mereka bakar tiap malam. Lupakan apa-apa saja yang membuat mereka berhasil menerobos gerbang kampus tanpa ketahuan.
"Kita udah kehabisan arang! Lagipula di gelombang dua kita nggak bakal pakai strategi yang lama. Kan sekarang udah ada Keratih."
Nesya, Arash, Sofia, saling berpandangan satu sama lain. Mereka tidak sepenuhnya mampu membantah kata-kata Raihan. Apalagi secara terang-terangan di depan Keratih---sosok yang masih mereka anggap asing.
"Ya tapi nggak dengan cara bakar kemenyan juga kali! Lo nggak pikirin aromanya gimana?! Kita bisa ketangkap basah, Raihan!" protes Sofia. Gadis itu baru saja mencoret kata 'kemenyan' dari daftar rencana selanjutnya. "Sama sekali nggak ada gunanya!" Yang kemudian tangannya buru-buru ditepis oleh Raihan.
"Apa bedanya sama arang?!" Jangan sebut Raihan egois jika dia tidak kembali menuliskan kata yang sudah Sofia coret. "Justru dengan ini, aksi teror hantu mahasiswa bisa berjalan dengan mulus!"
"Gue sih setuju sama Sofia. Lagian zaman sekarang mana ada orang percaya hantu? Iya tau ini di Jawa, hal-hal kayak gitu masih lumrah. Tapi nggak semua harus dikaitkan sama hal mistis juga! Nggak make sense!" Arash menyahut. Sejak awal memangnya siapa yang setuju dengan Raihan? "Lo gimana, Nes? Setuju sama dia?"
Dan Nesya si bodoh itu akan selalu menjawab tidak tahu.
"Halah! Nesya kalau disuruh nentang Raihan mati kutu dia!" Sofia menyambarnya tak suka. Dia tidak suka Raihan, dan dia juga tidak suka Nesya yang terlalu lemah setiap berhadapan dengan Raihan. Di mata Sofia, gadis itu sama sekali tidak cocok berada di situasi ini.
"Aroma kemenyan dan Keratih bisa mengalihkan perhatian para penjaga. Dengan itu kita bisa dengan mudah akses komputer-komputer itu! Kan cuma komputer dengan mouse kabel aja sasaran kita. Lebih simpel! Nggak perlu waktu banyak!"
Prak!
"Itu poinnya!" Sofia menggeprak, "emangnya lo semua nggak ngerasa kalau mouse kabel itu cuma jebakan?!"
"Jebakan? Maksud lo?"
Nesya jadi ingat tentang pembicaraannya dengan Arash hari itu. Laki-laki itu juga mengatakan hal yang sama dengan Sofia. Mereka berdua memiliki asumsi yang sama perihal misi dan jebakan.
Dan gue rasa misi kita di Jogja juga bakal sia-sia. Karena bisa jadi kalau sebenarnya kita ini dijebak.
"I mean selama ini nggak ada komputer yang berhasil kita akses. Karena mouse itu cuma pengalihan supaya kita nggak ngecek komputer lain," jelas Sofia.
"Right. I feel the same way." Pemilik netra abu kebiruan itu menatap remeh ke wajah Raihan. "We've lost. And it's because of you."
"Bukannya lo sendiri yang ngasih tau kita ciri-ciri komputer yang udah di sabotase? Terus enak banget lo cuma mau nyalahin gue?!"
"Semua tergantung ketua tim kan? Dan gue cuma kasih informasi. Kalau lo pinter, harusnya lo bisa improvisasi! Tapi lo sama sekali nggak nangkap maksud gue kasih tahu ciri-ciri itu ke lo! Lo payah!" Arash menghinanya kasar bahkan di depan Keratih yang mungkin saja masih bertanya-tanya tentang seorang Raihan, yang katanya paling egois.
"Sekarang lo tau kan siapa yang paling payah di antara kita? Siapa yang punya potensi bikin tim kita kalah?!"
Skakmat.
Raihan diam. Sejenak menyadari kalau dirinya memang lemah.
Tapi jika dia mau mengakuinya. Dan sayangnya jawabannya tidak akan.
KAMU SEDANG MEMBACA
UTBK : Misteri di Balik Layar
Misteri / ThrillerSemua dimulai setelah pengumuman SNMPTN. Ini pertama kalinya tercatat dalam sejarah di SMA Indonesia Persada. Dari puluhan siswa yang mendaftar hanya satu di antara mereka yang lolos. Hal itu membuat para siswa kesal dan menduga adanya tindak kecura...