Tiga Perkara Rumit

15 1 0
                                    

Kak Willy, katanya kau akan mengubah setiap tangisanku menjadi hari bahagiaku. Namun, apa ini?

Pesta ulang tahunku berakhir pada sore hari seperti kemarin-kemarin dan aku sama kelelahannya. Namun, ini tidak bisa menghalangiku untuk menemui Ibundaku. Ada yang harus kutanyakan meski setelah aku tiba di sana itu sudah cukup larut dan aku kabur dari para pelayan pribadiku yang mengikutiku. Ini karena mereka merepotkan sekali, mengekoriku ke mana pun aku pergi meski hanya menemui Ibundaku.

"Putriku?" Ibu kaget dengan keberadaanku ketika ia membuka pintu yang telah kuketuk. Ia mengizinkanku masuk dan duduk di kursi teh dekat ranjangnya.

"Aku ingin tidur bersama ibu," kataku yang kemudian dimengerti ibu. Sama seperti kemarin, Ibu bertindak seolah mengerti sesuatu.

"Jadi, bu, Apakah leluhur atau barangkali dari keluarga Ibu tahu mengenai sihir yang memutar kembali waktu?"

Ibu sedikit kaget dengan pertanyaanku. Namun, ia kemudian mengelola mimik wajahnya dengan baik. Seolah ia mengetahui kalau aku akan mengatakan hal tidak terduga yang mana sesuai dengan tindakanku mendatanginya larut ini secara mendadak. Aku sadar diri. Aku peka.

"Aku tidak pernah tahu sihir seperti itu, tetapi mungkin saja ada di catatan leluhur. Mengingat, dari keluarga Ibu banyak yang terberkati dengan mana banyak seperti kakakmu."

Kini aku mengerti kalau itu bisa saja sihir kuno dari keluarga kami. kak Willy yang punya mana besar tentu saja bisa melakukannya.

Ibu menanyaiku alasan dari pertanyaan itu. Kini, aku yang berusaha untuk tidak mewek menceritakan segala hal itu pada Ibu.
Mulai dari pemberontakan yang terjadi 7 tahun lagi, kematian pangeran Ernest, hilangnya kak Johan, dan kutukanku.

Ibu terperangah dan menanyaiku sudah berapa kali aku mengulang. Ia juga mewanti-wantiku untuk tidak menangis karena katanya air mukaku sudah sangat merah.

"Ini keempat kalinya."

Tangisku pecah. Aku tidak tahan lagi dan memeluk Ibuku. Aku berharap ada keajaiban yang terjadi, tetapi nyatanya tidak.

Kini jadi kelima kalinya aku bangun pagi, dibangunkan Sofia seperti saat hari ulang tahunku. Aku tidak langsung bangun. Namun, menanyainya sesuatu.

"Apakah ada cara untuk tidak mudah menangis?"

Sofia tersenyum padaku. Senyuman yang tidak kumengerti. Ia kemudian masih menarik badanku untuk mempersiapkanku dengan gaun putih kemerah mudaanku yang kelima kalinya kukenakan ini.

"Jika itu menyangkut tuan putriku yang cengeng ini. Menangis adalah hal yang biasa dan saya tidak masalah melayani Putri seperti itu. Itu tandanya hatinya sangat lembut."

Iya, sangat lembut, yang sedikit-sedikit mudah menangis. Dan kemudian aku jadi sedikit mengambek padanya.

"Aku minta saran. Bukan malah membicarakanku."

Sofia meringis sembari menyisir rambutku.

"Jika Anda akan menangis, selalu ingatlah hari bahagia Anda yang pernah terjadi. Atau lihatlah sisi lain dari masalah yang terjadi." Dia berkata dengan mata yang terlihat visioner. Seperti membicarakan dirinya.

Ya, aku tahu setiap orang punya masalah masing-masing. Jadi aku diam saja dan menerima pernyataan itu. Pernyataan yang mungkin berdasarkan kisah hidup Sofia. Pengasuhku.

Setelah acara ulang tahunku seperti yang kemarin-kemarin. Aku mendatangi ibuku lagi--kali ini bersama pelayan pribadiku karena aku ketahuan saat mencoba kabur, entah bagaimana ada yang berbeda.

Kali ini aku menceritakan hal yang kualami lagi pada Ibuku. Ibuku syok setelah mengetahui ini perulangan kelimaku. Atau bahkan ketika di perulangan sebelumnya aku juga telah mengatakannya pada ibuku tetapi menangis.

Don't Cry, WilhelminaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang