35. KEPEDIHAN

481 111 30
                                    

Dengan wajah tanpa dosa, Heksa menendang undangan itu ke belakang.

"Wah, besok panggil tukang roso-roso, ah. Mau buang barang-barang nggak penting," ucap Heksa. Berdialog dengan dirinya sendiri.

"Gue udah tahu, Sa. Ginny yang kirim foto undangannya ke gue."

"Wah, ajaib juga tu bocah. Baru sadar kemarin udah bisa main hp." Heksa menatap Andre prihatin. "Udah nggak usah lo pikirin. Kalau butuh pengacau buat gagalin nikahan nyokap lo, kabarin gue aja."

Andre tertawa kecil. Namun kemudian mengusap-usap ujung bibirnya. "Luka kecil gini doang ternyata sakit. Padahal tadi gue sok-sok an nantang maut. "

"Untung lo nggak beneran is dead," ceplos Heksa. "Trus lo ketemu nyokap gue? Ditolongin mereka?"

"Gue malah nyaris nabrak mobil bokap nyokap lo. Sorry, Sa."

"Untung sopir gue sempat kursus di gue yang mantan pembalap Formula One ini." Heksa menepuk-nepuk dadanya dengan bangganya.

"Yaudah, gue mau istirahat dulu. Lo ngemong nggak ada kelarnya. Makin pusing gue," ceplos Andre jujur dari dalam hati.

Karena sedang ingin sendiri, Andre memilih kamar lain. Padahal terakhir bertemu Heksa, situasinya sedang tak enak. Keduanya nyaris saling tonjok karena ia sempat kesal dengan Heksa yang mencampuri takdir Ginny. Heksa juga marah dan sempat ingin membalasnya.

Tapi meski sering marah, Heksa juga suka lupa kalau lagi marah. Jadi baikannya cepat. Sisi positif Heksa a
yang tak dimiliki sosok Andre yang sulit memaafkan orang lain.

Tok , tok, tok

Baru lima menit masuk kamar, Heksa sudah mengusilinya. Meski belum melihat sendiri siapa yang mengetuk pintu kamarnya, Andre yakin seratus persen itu Heksa.

"Apalagi Sa..."

Heksa langsung melempar selimut ke pelukan Andre. "Di kamar ini selimutnya tipis. Soalnya bed cover aslinya lagi dicuci Mbak."

Lalu Heksa menyerahkan botol plastik berisi cairan yang biasa digunakan untuk mengobati luka kecil.

"Ini semua nyokap gue yang nyuruh. Dan gue sebagai anak yang baik harus nurut," ucap Heksa buru-buru.

Andre baru hendak mengucapkan terimakasih ketika di saat bersamaan telepon di kamarnya berdering. Ya, semua kamar di kediaman Anthony dilengkapi telepon masing-masing seperti fasilitas hotel.

"Halo, iya, Tante?" sapa Andre setelah mendengar suara Anita menyapa.

Andre mengerutkan kening ketika Mama Heksa menanyakan sesuatu. "Obat? Udah, kok, Tan. Tadi kan Tante yang nyuruh Heksa bawain ke -"

Tepat ketika Andre menoleh ke pintu, Heksa sudah kabur kembali ke kamar. Lelaki itu mengulas senyum tipis. Rupanya Heksa hanya beralibi disuruh sang mama mengantar selimut dan obat. Padahal itu inisiatifnya sendiri. Namun karena gengsinya setinggi langit, Heksa enggan mengakuinya.

***

Tidak seperti biasanya, Heksa bangun lebih pagi. Sudah mau pamer ke Papa Mamanya, tapi ternyata ada yang bangun leboh pagi dibanding dirinya.

Bahkan Andre juga membantu menyiapkan sarapan bersama Mamanya. Papa Heksa yang melihat putranya menuruni tangga, sengaja menggodanya.

"Wah, Tuan Muda kita baru bangun."

Heksa membalas julid. "Wah, sarapan sudah siap. Kerja bagus pengawal-pengawalku."

Papanya mencebik. Mamanya terkekeh geli. Setiap kali adu julid, pasti Heksa yang menang.

HAPPY BIRTH-DIE 2 (dan kisah di balik mata ajaib Andre)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang