Hallo! Aku kembali dengan membawa cerita lanjutan dari cerita sebelumnya.
Untuk pembaca baru disarankan untuk membaca bagian pertama dulu. Kalian bisa cek di akun aku.
Jadi guys, cerita kedua ini aku rombak nama tokoh utama wanita karena setelah dipikir-pikir nama tokoh kali ini lebih hits dari sebelumnya. Eeaa...
Spill dulu kamu dari daerah mana?
[Kalau author dari Aru, Maluku Tenggara]
Happy gak pas tahu aku buat season 2?
Ada yang rindu dengan para tokoh?
Penasaran bagaimana awal kehidupan pasutri baru?
Selamat membaca, dari author yang tersyakiti.
***
Kau tahu apa yang lebih menyakitkan daripada sakit hati karena ditinggal pasangan tanpa alasan yang tidak jelas?
Tinggal bersama orang gila lebih buruk dari sekedar patah hati karena cinta.
Apalagi tinggal bersama dengan orang yang tidak kau cintai. Begitu sulit menerima dan ingin menenggelamkan diri ke rawa-rawa yang dangkal.
Bayangkan, bagaimana harimu berlalu dengan kehadiran sosok gangguan jiwa di dekatmu. Hidup bagaikan di neraka rasanya.
Selalu mengikutimu kemanapun kau pergi. Selalu melarang ini dan itu. Ya tidak masalah kalau prianya tampan dan normal.
Lah ini? Spek malaikat maut, say.
Tampan sih, tapi sayang abnormal.
Zoe tidak pernah menduga kalau takdir hidupnya begitu rumit. Bertemu Aland dan menikah dengannya. Walaupun ia dipaksa. Menyebalkan memang.
Ia tidak tahu bagaimana menjalani hari-hari kedepannya bersama pria itu. Pusing tujuh keliling memikirkannya dan ingin sekali lari dari keadaan.
Wanita cantik dengan gaun pernikahan yang masih melekat di tubuh itu sedang duduk termenung di kasur. Keadaannya berantakan karena percobaan melarikan diri satu jam yang lalu.
Semua usahanya sia-sia. Pria gila itu seakan tidak ingin melepaskannya.
Ia hanya duduk diam memandang kosong pintu balkon. Kekesalan dan kemarahannya masih ada untuk sosok keji yang sudah memaksanya melangsungkan pernikahan.
Setetes air mata kembali meleleh, ia tidak tahu harus melakukan apalagi sekarang. Rencana kaburnya gagal sia-sia karena pria itu berhasil menangkapnya.
Dan hal yang lebih menyakitkan lagi ada bekas tamparan di pipi kiri.
Terdengar pintu dibuka. Sesosok pria nan gagah berbalut tuxedo putih memasuki kamar. Bunyi tapak sepatu ditengah kesunyian ruangan tidak dapat menarik perhatian si pengantin wanita. Pria itu memandang datar perempuan yang beberapa jam lalu resmi menjadi istrinya. Isti berpangkat nyonya Dinzello.
Zoe tidak mengalihkan pandangan. Fokus matanya tertuju ke arah taman belakang rumah. Ia tidak peduli saat suami barunya mulai angkat bicara.
“Berhenti menangis! Air matamu tidak akan pernah mengubah keadaan, Zoe!”
Kepala berambut pirang itu tertoleh kebelakang. Membalas tatapan tidak kalah sengitnya. “Sampai kapan pun aku tidak akan sudi mengakuimu sebagai suamiku!”
Aland tertawa lepas mendengar perkataan konyol Zoe. “Silahkan. Dan aku akan lihat seberapa lama kau dengan pendirian konyolmu itu.” santainya.
Tangan Zoe terkepal, menahan diri agar tidak membenturkan kepala Aland ke dinding. Pria itu mudah sekali memancing emosinya. Zoe tidak membalas, tenaganya habis karena berusaha melarikan diri dari maut.
“Mau apa kau?” tanya Zoe sedikit takut. Saat kedua tungkai kaki Aland melangkah kearahnya.
Sedangkan yang ditanya tidak menjawab, senyum manis itu terpatri ganjil. Spontan Zoe memundurkan badan.
“Jangan macam-macam denganku, Aland! Kalau tidak ...” alarm tanda bahaya kembali berbunyi.
“Kalau tidak apa?” tantang Aland. Berhenti empat langkah di depan Zoe.
Nampak, gadis itu gelagapan. Bingung mencari jawaban menantang. “Kalau tidak aku akan membunuhmu!!” ancamnya. Mencoba tegar. Ia tidak yakin dengan ancamannya.
Rasa senang membuncah. Melihat kelinci imut itu ketakutan. Aland mengambil satu langkah ke depan. Hal tersebut mampu membuat Zoe siap siaga. Gadis itu melirik gunting di atas meja rias. Sial, benda itu jauh dari jangkauannya. Namun, ia akan berusaha. Kalau suami laknatnya itu mendekat lagi akan ia tusuk sampai meninggal.
Tetapi sayangnya, pemikiran itu buyar karena Aland terlebih dahulu mengambil gunting itu seakan tahu maksud jahat Zoe. “Ingin membunuhku dengan ini?” tanya Aland sambil menunjukkan gunting di tangan kanannya.
Zoe diam tidak menjawab. Memandangi benda tajam itu serta Aland bergantian. Hingga gunting dilemparkan pelan dan mendarat mulut didekat kaki Zoe.
“Buktikan. Buktikan kalau kau bisa membunuhku dengan benda itu.”
Ditantang seperti itu menyebabkan adrenalin Zoe diuji. Segera ia memungut gunting di lantai. Memegangnya erat, kedua retina cokelatnya membidik tepat sepasang bola mata segelap langit malam milik Aland. Seutas senyum remeh terbit. “Jangan karena kau suamiku dan aku istrimu jadi aku harus menuruti segala kemauanmu. Kau pikir aku tidak berani?” Peduli setan kalau nantinya ia dipenjarakan akibat kasus pembunuhan. Yang penting si iblis mati agar hidupnya bebas.
Tidak ada tanggapan. Aland salut dengan jerih payah sang istri. Berdekap dadasambil mengangkat dagunya angkuh, menunggu orang didepannya melakukan apapun yang diinginkan. Aland merasa tertantang. “Ayo cepat! Kenapa lelet sekali?” ejeknya. Ini sudah lima menit berlalu Zoe masih belum menikamnya.
Tatapan Aland berubah datar. Ia yakin istri cantiknya tidak akan berani melakukan itu. Lihat orang disiksa saja sudah berteriak karena tidak sanggup melihat orang lain terluka, apalagi sekarang ingin membunuh.
“Selangkah lagi kau maju, jangan salahkan aku kalau benda ini menusuk jantungmu!”
Bukannya takut dengan ancaman Zoe, Aland malah tertawa. Terdengar lucu dan menggelikan. Tidak menggubris peringatan Zoe, Aland melangkahkan kakinya dan berhenti dihadapan Zoe yang sudah menurunkan gunting.
Aland memandang datar pipi kiri istrinya, bekas tamparan itu masih ada walau wajah cantik istrinya dipoles make up. Aland tidak merasa bersalah karena sudah menampar Zoe. Menurutnya Zoe pantas mendapatkannya karena berusaha kabur.
Tangan kekar pria itu perlahan turun dan mengambil alih gunting dari tangan Zoe. “Perempuan tidak boleh memegang benda tajam,” ucapnya pelan seperti berbicara dengan anak kecil yang masih tidak tahu apa-apa. “Apalagi ingin membunuh,” lanjutnya.
“Kau akan dipenjarakan selama 15 tahun karena berencana membunuh suamimu,” tambahnya agak menakuti.
Zoe diam tidak berkutik. Tatapan pria didepannya sungguh membuat nyalinya ciut. Keberaniannya surut begitu saja hanya karena berhadapan langsung dengan Aland. Terhipnotis akan retina gelap pria itu.
“Kau tidak mau, kan kalau terkurung di penjara tanpa diberi makan dan minum?”
Tanpa sadar Zoe mengangguk pelan. Ia tidak bisa membayangkan jika dirinya di penjara. Aland tersenyum tipis, ia lalu melemparkan gunting ke kasur kemudian mengelus pelan pipi kiri istrinya.
“Makanya jadilah istri yang patuh kepada suami. Menurut dan tidak pembangkang,” ujar Aland lagi, lalu dengan lancangnya mengecup pelipis Zoe kemudian berlalu meninggalkan ruangan.
Bunyi pintu ditutup berhasil mengembalikan kesadaran wanita itu. Setelah sadar akan kejadian barusan, sontak Zoe mengelap pelipis bekas kecupan Aland. Menghilangkan jejak bibir pria itu yang sialnya memberikan gelombang aneh padanya.
Kurang ajar. Zoe merasa kesal karena dirinya tidak sanggup membantah apalagi melawan.
“Dasar tidak tahu malu!”
TBC
Sebenarnya aku gak tahu mau mulai cerita darimana, karena jujur otak aku stuck karena file novel season 1 kehapus di WPS.
Next komen 👉