[2] Parkour Amatiran

6 3 0
                                    

"Mbak, ada tamu di luar! Buruan dandan yang rapi!"

Sialan, aku juga tahu itu! Daryn kira aku tidak dengar suara familiar yang menggema-gema di klinik hewan itu? Aku sempat mengintip sedikit dari balik tangga, sebelum akhirnya melarikan diri ke kamar karena dia dengan seenak jidatnya datang membawa niat serius.

Seharusnya aku tidak pulang ke rumah orang tua. Setiap hari minggu aku dan adikku diwajibkan berkunjung sebelum nantinya kembali sibuk dengan pekerjaan masing-masing. Yang sebenarnya, jujur saja, aku malas sekali. Terlebih lagi, gara-gara barang yang mendadak penting masih tertinggal di kamar lamaku jadi aku punya alasan lain. Sekarang aku terjebak di sini. Sebentar lagi Daryn atau orang tuaku akan datang menggedor pintu.

Aku bergegas ke arah jendela yang diteralis. Jangan berharap seperti adegan film dimana tokoh bisa kabur dengan mudah lewat jendela. Dengan teralis besi begini, hanya tanganku saja yang dapat melambai keluar.

Tidak ada cara lain. Aku mengintip dari balik pintu dengan was-was. Daryn sudah pergi, bincang-bincang samar mereka terdengar dari lantai bawah. Dengan hati berdegup kencang, aku mengendap-endap menuju balkon.

Sayangnya lantai dua cukup tinggi. Kalau nekat melompat, aku hanya akan membuat keributan dan mungkin patah kaki. Jadi aku melipir ke sisi kanan dimana batas rumah tetangga saling menempel. Dengan penuh kehati-hatian, aku berjalan menyamping agar tidak terpeleset atau menginjak salah satu genteng. Beruntung aku tak pakai alas kaki karena kurasa aku bisa tergelincir. Kaki telanjang mempermudah melewati akses yang berisiko ini. Kuingat di halaman rumah tetangga memiliki meja kayu yang biasanya diletakkan di teras untuk berjualan kue di pagi hari. Apalagi pagarnya cukup pendek. Aku bisa melompat ke meja itu dan mendarat dengan selamat.

Semoga saja tidak ada yang lihat, terutama tetangga yang rumahnya sedang kulewati.

Merepotkan dan berisiko. Namun itu tak jadi soal karena rencanaku berhasil sempurna. Tanpa alas kaki maupun ponsel, dan vacuum cleaner mini di tangan, aku berlari menjauhi rumah. Tujuanku selanjutnya adalah minimarket yang letaknya di depan jalan. Cukup jauh jika ditempuh dengan berjalan kaki, tetapi cukup dekat jika mengendarai motor. Aku hanya akan menunggu di sana selama satu atau dua jam, menyesap minuman kaleng dingin sambil melamun menatap kendaraan berlalu-lalang.

💐💐💐

Aku terus melakukannya tiap minggu. Yang kumaksud adalah kabur lewat atap rumah tetangga. Sebab, dokter sialan itu rajin datang ke rumah orang tuaku dan kedengarannya mereka semakin akrab. Di hari lain, Daryn berusaha membujukku untuk menemuinya, memberinya kesempatan untuk bercakap-cakap bersama. Aku menolak mentah-mentah.

Hari itu, aku diomeli habis-habisan seperti anak kecil yang main keluyuran tak kenal waktu sehingga dikira diculik orang jahat. Meski demikian, aku terlalu jengkel untuk mendengarkan ocehan mereka dan nyelonong masuk kamar mandi. Aku sudah terlalu senang mendapati dokter itu sudah pergi ke tempat asalnya, meninggalkan sebungkus makanan dan buket bunga tak tersentuh.

K

alau aku bisa tahan kabur-kaburan seperti ini terus, aku yakin dokter itu akan lelah dengan sendirinya. Dengan begitu, kehidupanku yang tenang akan kembali seperti sedia kala.

Sama seperti hari-hari minggu sebelumnya, aku kabur lagi. Kali ini aku pura-pura menurut lalu kabur di saat mereka lengah. Agar tak jenuh, tak lupa membawa ponsel. Orang tua maupun Daryn, belum pernah menemukanku di minimarket ini melamun sendirian. Entah karena posisinya sedikit tertutup penjual kaki lima atau hanya tidak terpikirkan, aku aman tak terusik selama beberapa jam di halaman minimarket.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: 6 days ago ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Cincin KertasTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang