Part 4

20 1 0
                                    

Yesta yang mendengar jawaban seperti itu dari sang Kelabu tentu merasa sangat marah terihat jelas dari raut wajahnya. Yesta pun menjawab....

Selamat membaca🙏

"Mangapa demikian?! Aku sangat mencintainya dan tidak mungkin aku menggantikannya..!!!" Balas si pria dengan wajah yang masih saja menyiratkan amarah.

"Lalu, memangnya siapa yang kau maksud sangat mencintaiku itu..?! Dan apakah aku bisa mendapatkannya?" Tanyanya dengan masih sedikit merasa marah sekaligus penasaran.

Namun, di tengah perbincangan, Hujan tiba-tiba saja turun dengan derasnya dan hal itu memaksa Yesta untuk segera pulang ke rumahnya.

Sesampainya di rumah, ia tak langsung masuk ke dalam, melainkan terdiam di depan rumah untuk berteduh sembari meratapi Hujan yang tiba-tiba saja turun.

Ia berinisiatif untuk bertanya kepada sang Hujan:
"Mengapa kau datang saat aku tidak membutuhkanmu? Apa kau juga berniat memisahkanku dengan Langit biru seperti yang dilakukan oleh Awan Kelabu tadi?!!" Tanya Yesta dengan penuh kemarahan.

Hujan yang mendengar itu pun tersenyum seolah mengejek setiap ocehan yang keluar dari si pria. Lalu sang Hujan pun menjawab:
"Jikalau aku tidak merasa kasihan padamu, aku tidak akan melakukan hal itu."

"KENAPAAA?!!!" Teriak si pria dengan emosi yang sudah tak dapat terbendung sehingga ia meluapkannya saat mendengarkan ucapan sang Hujan yang terkesan sangat tidak enak untuk di dengar.

"Kau sangatlah bodoh! Kau bahkan tak penah tau siapa yang selalu menantimu dengan tulus. Dan yang pasti, dia bukanlah sang Langit biru yang sangat kau kagumi itu." Jawab sang Hujan sembari tersenyum tulus.

Yesta hanya bisa termenung mendengar kata demi kata yang keluar dari sang Hujan tadi. Ia beryanya-tanya, 'siapakah yang dimaksud oleh sang Hujan?'

#Singkat_Cerita

Tak terasa, Hujan yang tadi turun dengan derasnya, kini mulai berhenti menyebabkan lingkungan yang tadinya kering sekarang di selimuti butiran-butiran sumber kehidupan.

Menghilangnya sang Hujan dan Kelabu secara bersamaan menyebabkan Langit yang tadinya biru sekarang mulai berubah menjadi semu oren karena hari sudah menunjukan waktu sore.

Yesta masih memikirkan perkataan sang Hujan yang masih saja melekat di benaknya sekaligus menjadi pertanyaan besar baginya.

Sekarang, ia baru saja selesai membersikan diri dari basahnya air Hujan yang tadi menerpanya saat perjalanan pulang.

Ia berada di kamar biliknya dengan posisi terlentang menatap langit-langit rumahnya sembari berfikir keras mencoba mencari tau dengan fikirannya sendiri 'siapakah yang selalu menantinya dengan tulus itu?' 'apakah ia akan tetap setia menantiku setelah aku secara terang-terangan mengagumi sang Langit seperti tadi siang?' Dan berbagai macam pertanyaan-pertanyaan lainnya.

Ia benar-benar tidak tau siapa yang dimaksud oleh sang Hujan tadi.

Ia terduduk di pinggiran ranjangnya dengan kepala yang menunduk menatap Tanah yang sedang ia pijak. Ia masih saja diselimuti oleh rasa penasaran yang amat sangat tinggi.

Setelah beberapa menit berfikir dengan posisi yang masih sama seperti tadi. Tiba-tiba saja ia menangis sembari bersujud di atas Tanah tanpa alas. Ia menyadari sesuatu bahwa.....to be continue😅



Sekedar mengingatkan, 'Jangan lupa untuk: tinggalkan jejak setelah membaca! Hehe..🙏😅'

Seperti biasa, jika ada kesalahan kata/kalimat, mohon untuk di komen supaya nanti bisa saya koreksi untuk ke depannya🙏👌

Hati & HalusinasiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang