"Ezar ke mana?"
Lima kursi di meja makan yang seharusnya terisi penuh, kini kosong satu. Tempat biasa Ezar duduk. Sebuah kejadian yang jarang terjadi. Sebab Ezar paling semangat kalau urusan makan. Bahkan sebelum makanan siap kadang sudah duduk manis. Oleh karena itu, Harith tampak bingung karena si tengah tidak hadir di tengah-tengah mereka.
"Palingan berantem lagi sama Mamamu," ujar Dewa menyahuti pertanyaan sang putra sulung. Sementara Azrina mendecak kesal. Tak senang dengan cara suaminya menjawab pertanyaan Harith.
"Berantemin apa lagi?" Ada desahan lelah terdengar dari Harith.
Bukan hal yang langka mendengar pertengkaran sang ibu dan adiknya itu. Bisa jadi hampir setiap hari selalu ada saja yang memicu pertengkadan di antara mereka. Bahkan hal paling sepele sekalipun. Jarang sekali ibu dan anak tersebut terlihat akur serta mencurahkan cinta untuk satu sama lain. Lebih banyak teriakan penuh amarah dan argumen tak mau kalah.
"Tadi Oma Gayatri ke sini. Kebetulan adikmu itu baru pulang, habis dari luar. Mama nggak tau dia main ke mana, tapi memang bau rokok dan Oma Gayatri nasehatin dia. Niat beliau baik, tapi dasarnya Ezar itu nggak suka kalau dinasehatin beliau, ya keluarlah itu tingkah nyebelinnya. Terus dia marah karena Mama bilangin jangan begitu ke orang tua." Azrina bercerita dengan menggebu-gebu. Wanita tersebut jelas masih menyimpan amarah akibat kejadian tadi siang. "Padahal Mama juga udah berusaha pake kata-kata yang baik. Dia jawabnya malah jahat banget. Mama udah angkat tangan ngurusin dia itu. Kalau bukan Mama yang lahirin mending Mama titipin di panti asuhan aja dulu. Udah dirawat susah-susah, pas besar malah bikin orang tua emosi terus."
Para anggota keluarga yang lain sudah tidak heran bisa mendengar Azrina berucap demikian. Sesungguhnya Ezar adalah cerminan Azrina itu sendiri. Saat mereka marah, mereka kadang tidak bisa mengontrol perkataan mereka dan sama-sama keras kepala. Tidak ada yang mau mengalah dan mengakui kesalahan. Untung saja dua saudara Ezar yang lain tidak ikut mewarisi sifat Azrina tersebut. Bisa terjadi perang dunia setiap hari kalau begitu.
Dewa menggeleng-geleng, tak habis pikir. "Kalian berdua itu sama-sama kayak batu. Ezar begitu karena nurun sifat kamu, Na. Begitulah rasanya orang lain yang harus menghadapi kamu. Nyebelin dan susah diberi tahu," katanya terus terang. Dewa memang apa adanya, salah satu hal yang membuat ia bisa bertahan dengan sikap Azrina.
"Ya, terus gimana? Masa anak kurang ajar ke orang tua kubiarin aja. Apa lagi dia begitu ke Ibumu. Nanti yang ada keluarga kita makin diomongin sama keluarga besar. Dibilang kita ini nggak bisa ngedidik anak lah, orang tua gagal lah."
Tangan Dewa menuangkan air ke gelas. Lalu meneguknya hingga tandas. Membasahi tenggorokan guna melancarkannya memberi petuah pada sang istri. "Peduli banget sama omongan orang, Na. Ezar mau kamu ajarin kayak gimanapun kalau memang dia udah nggak suka sama seseorang, ya bakal tetap begitu. Kamu juga begitu, kan? Kamu bisa menahan diri di depan Ibu Gayatri karena beliau mertua kamu. Coba kalau bukan. Pasti sama aja kamu sama Ezar."
Tidak ada bantahan dari Azrina. Yang dikatakan Dewa memang benar adanya. Azrina juga kesal kalau keluarga mereka seperti direndahkan di keluarga besar sang suami. Terlebih kalau Gayatri mencoba mencari kesalahan dari anggota keluarga mereka. Seperti tidak ada hal lain saja untuk dibicarakan.
Keluarga besar Dewa memang kurang suka dengan keluarga mereka karena Dewa memilih untuk menjadi seorang pengacara. Padahal Dewa sudah dipersiapkan untuk menjadi direktur di salah satu cabang perusahaan. Sayang sekali, Dewa malah terjerumus menjadi seorang pengacara. Hal itu juga yang membuat Dewa bertemu dengan Azrina. Lalu bisa membangun keluarga mereka sekarang.
Firma hukum Harnataja adalah hasil dari perjuangan mereka untuk mendapat restu dari keluarga masing-masing. Firma hukum yang awalnya hanya terdiri dari tidak lebih dari 10 orang pengacara, termasuk Dewa dan Azrina sendiri. Lalu sekarang berkembang pesat menjadi naungan dari ratusan pengacara sukses. Bahkan firma hukum kini sudah masuk ke jajaran firma hukum besar di Asia. Banyak klien dari luar negeri yang mempercayakan kasus mereka pada firma hukum Harnataja.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Melody of My Heartbeat ✓
Roman d'amourEzar selalu takut kala hening merebak dan hanya terdengar suara degup jantungnya yang begitu cepat. Namun, ketika pertama kali bertemu Maretha, tidak ada perasaan takut itu dalam diri Ezar. Jantungnya berdegup kencang dan seperti ada kupu-kupu berte...