"Aku ingin tempat yang aman. Siapkan beberapa orang di sana dan pastikan tidak aka nada yang mengendus rencana ini. Buat beberapa pengalihan dan gosip tak penting. Mungkin itu akan membantu."
Sesil mengerjap pelan, kemudian berbalik dan berjalan kembali ke kamar tanpa menciptakan suara sekecil apa pun sebelum Saga menyelesaikan panggilan tersebut.
Langsung masuk ke kamar mandi dan mengunci lalu menyandarkan punggungnya di pintu. Raut wajahnya masih memucat, menelaah apa yang baru saja didengarnya.
Apakah Saga akan mengirimnya dan Kei pergi?
Pesawat? Passport? Sudah jelas tidak di negara ini lagi.
Jadi Saga akan mengirimnya dan Kei ke luar negeri?
Kenapa? Berkali-kali Sesil memikirkannya, semua terasa tidak masuk akal.
Suara gagang pintu yang digerakkan dari luar mengalihkan lamunan Sesil. Sesil segera mengeringkan wajahnya menggunakan handuk dan membuka kunci.
"Kenapa kau menguncinya?"
Sesil mengedipkan mata, menampilkan ekspresi senormal mungkin saat menjawab, "Sepertinya kuncinya tertekan. Tadi aku buru-buru karena perutnya sakit dan menutupnya begitu saja." Suara keluar dengan begitu tenang tanpa sedikit pun getaran.
Kening Saga berkerut, wajahnya tertunduk dan menatap gagang pintu yang masih dipegangnya.
"Sepertinya kau perlu menyuruh orang memeriksanya, Saga. Aku takut kuncinya macet dan tak bisa dibuka."
Saga pun mengangguk, menangkap ada kepucatan di wajah wanita itu. "Apa kau baik-baik saja?"
Sesil menggeleng sambil menyelipkan kedua lengannya di bawah lengan Saga. "Sekarang sudah," senyumnya meski dengan hati yang dipenuhi gelayut tak menentu.
Kenapa Saga mengirimnya ke tempat yang jauh?
Apakah pria itu akan membuangnya? Sesil merasakan panas di ujung kedua matanya. Tetapi segera mengerjap-ngerjapkan matanya agar air matanya tak sampai jatuh. Memeluk Saga kuat-kuat.
Saga terkekeh, mengusap kepala Sesil dengan lembut. "Kau ingin teh?"
Sesil menggeleng. "Aku hanya ingin memelukmu."
"Tak biasanya kau menjadi semanja ini, Sesil," gumam Saga lirih meski tak ada keluhan dalam suaranya.
"Sepertinya anak ini benar-benar perempuan, Saga. Apakah kita perlu ke rumah sakit untuk memeriksanya? Mungkin jenis kelaminnya sudah terlihat."
"Seminggu lalu kita baru saja ke rumah sakit, Sesil."
Sesil manggut-manggut. "Kau benar."
Saga terdiam. Baru kemarin ia keluar untuk mendatangi pesta Alec dan seseorang menyelipkan pecahan kaca di tas Sesil. Ia tak menjamin rumah sakit adalah tempat yang aman.
"Tapi aku merasa ada rasa tak nyaman di perut? Apakah kita harus memeriksanya untuk memastikan kandunganku baik-baik saja." Sesil tak tahu apa yang dikatakannya, tetapi ... dalam tiga hari apakah Saga akan benar-benar mengirimnya pergi? Otaknya mulai berputar memikirkan cara menghentikan semua itu. Tetapi ia bahkan tak tahu alasan Saga melakukan itu.
"Apakah sangat tidak nyaman?" tanya Saga dengan wajah tertunduk. Sesil benar. Ia pun perlu berkonsultasi pada dokter tentang perjalanan panjang Sesil yang dalam keadaan hamil. Memastikan kandungan wanita itu baik-baik saja sepanjang perjalanan.
Sesil meringis sambil mengelus perutnya dan mengangguk pelan. Membuat ekspresi lesu yang semeyakinkan mungkin. Saga tak pernah bisa ditipu oleh trik apa pun yang pernah dilakukannya, tetapi pria itu selalu lemah setiap kali melihatnya kesakitan. "Di sini. Terasa kaku."
KAMU SEDANG MEMBACA
Saga Sesil 2 ( After the Story)
RomanceAku mencintai Saga, tapi tak bisa menolak kehadiran Dirga. -Sesil-