-14-

575 15 0
                                    

n : sorry banget bahasanya suka berubah² sesuai mood. Enjoy the story aja yaa ✋ kalo ada typo comment yaa guys, sowwryyy.

Apasih yang ada dipikiran mas Meda sampe aku bilang main aja kayaknya kaget banget. Dasar.

Keesokan harinya. . .

"Tamara, udah selesai belum?" Tanya mas Meda dari luar kamar. "Sebentar lagi mas, tinggal pakai parfum" Tak ada jawaban lagi, aku pun keluar kamar setelah selesai menyemprotkan parfum ke badanku. "Ayo mas!" Aku berinisiatif menggandeng tangan mas Meda agar pria ini bisa lebih semangat mengantarku pergi ke taman bermain ;xixi , rencanaku aku ingin mengajak mas Meda menaiki roller coaster untuk mengujinya. Minimal untuk memasuki kriteriaku, dia tidak boleh ketakutan saat menaiki wahana favorit ku yang satu itu.

Sesampainya disana. . .

"Mas kita sewa sepeda yuk biar kelilingnya lebih cepet!" Ucapku setelah melihat sepeda sepeda yang dijejerkan di tempat yang tak jauh dari pintu masuk. "Boleh, seru juga." Setelah disetujui oleh presiden Meda, kami pun menghampiri lokasi penyewaannya. Mas Meda membiarkanku memilihkan sepeda yang tepat untuk nya. "Udah, ayo mas mulai keliling!" Mas Meda hanya mengangguk. Entah kenapa sikapnya hari ini lebih diam dari biasanya dan hanya mengikuti kemauanku, apa dia ingin menyenangkan ku hari ini? Tapi sikapnya tidak biasa.

Kemudian kami telah sampai di lokasi antrian roller coaster!! Aku menggandeng mas Meda untuk segera menempati antrian. "Wah untung belum terlalu rame jam segini, jadi bisa lebih cepet." Mas Meda tak menghiraukan ku, matanya tampak gelisah. Aku terus memperhatikannya. "Mas kenapa? Mas sakit ya?" Aku menempelkan punggung tanganku ke dahinya. "Keringet mas banyak banget! Padahal kita baru sebentar. Mas mau istirahat dulu?" Aku menyuruh mas Meda untuk menungguku di kursi selagi aku menaiki wahana, tapi mas malah menolak dan memilih untuk ikut menaiki roller coaster.

Setelah giliran kami sampai, aku menarik mas Meda untuk duduk di sampingku. Mas Meda benar benar diam! Dia hanya mengikuti instruksi untuk memakai sabuk pengaman dan memastikan sabuk ku sudah kencang. "Mas yakin gapapa?" Aku bertanya sekali lagi. "Iya" jawabnya singkat. Sepanjang wahana, mas Meda tak bereaksi takut atau apapun. Ia hanya diam sambil memperhatikan ke bawah bahkan sesekali menyeka keringatnya. Aku juga jadi tak bisa menikmati wahana ini karena khawatir dengan sikap mas Meda.

Setelah kami selesai menaiki rollercoaster, "Mas kamu serius gapapa?" Aku menghentikan langkah mas Meda, namun ia tiba tiba saja oleng untungnya aku berhasil menangkapnya walaupun terduduk. "Mas!mas kenapa?! Tolong!"

[SUDUT PANDANG MAMA TAMARA/ Rika]

Hari ini aku dan besanku telah mendarat di bandara Soekarno-Hatta Jakarta, untuk mengunjungi anak kami, dan mereka belum mengetahui kedatangan kami kemari. Untungnya ibu besanku ini memiliki kartu akses masuk ke apartemen jika anak kami sedang tidak ada dirumah.

Sesampainya di apartemen Yudhistira. . .

"Pak kalau boleh tau, apa pak Meda ada di unitnya ya?" Tanya Mala, Besanku. "Maaf Bu, pak Meda sedang bermain di taman hiburan bersama adiknya, non Tamara." Kami reflek saling menoleh. Kenapa status mereka jadi adik kakak?

Kami pun memberitahukan pada pak satpam ini kalau kami adalah orang tua mereka. Pak satpam tersebut terlihat menggaruk tengkuknya dan kembali ke posnya ketika kami memutuskan untuk naik ke unit mereka.

Sebenarnya kami sangat senang mereka pergi bersama, tapi kenapa mereka menyembunyikan statusnya sebagai suami istri menjadi adik kakak? Ada apa sebenarnya mereka?

Kami ingin menghubungi mereka setelah naik dan sedikit berdiskusi, tetapi ajaib, anakku Tamara malah menghubungi Besanku terlebih dahulu.

[SUDUT PANDANG TAMARA]

"Halo, assalamualaikum ma!" Aku berusaha menyembunyikan tangisanku. "Waalaikumsalam, lho Tamara kamu kenapa? Kok nangis begitu?" Tanya mama mas Meda. "Maa, mas Meda pingsan! Tadi kita abis naik rollercoaster. Pas selesai tiba tiba mas pingsan... sekarang mas belum siuman...gimana ini ma...maafin Tamara."

Sejenak suasana menjadi hening, "Nak, Tenang yaa? Jangan panik. Jangan pernah salahin diri kamu sendiri, mama kasih tau sedikit. Meda punya trauma sama wahana itu, mama juga gak bakal salahin kamu. Karena Meda juga gak bilang kan sama kamu soal ini? Itu berarti Meda mau ngelawan rasa traumanya buat nyenengin kamu. Itu pilihan dia, kamu gak salah. Ya? Tunggu aja nanti juga pasti Meda bakal siuman." Aku menoleh ke arah mas Meda, Ya ampun mas! Kenapa kamu ngelakuin ini sih?

Aku menunggu mas Meda untuk siuman hingga tertidur di sampingnya.

Entah sudah berapa lama waktu berlalu, mataku mulai terbuka dan melihat cahaya, saat itu aku merasakan sesuatu sedang mengusap kepalaku. Aku mengira itu hanya mimpi, dan aku menangis.

"Maa, paa, maafin aku gak bisa jaga suami aku dengan baik, aku juga gak bersyukur dikasih suami sesempurna mas Meda dan malah nyembunyiin dia. Mas. . .aku minta maaf karena gak peka sama sikap kamu, padahal kamu udah kelihatan gak baik baik aja sebelum naik wahana."

Kemudian aku tersadar. . .

"Bukan salah kamu sayang" tunggu, ini masih mimpi? aku menoleh ke arah mas Meda. "Gimana tidurnya? Nyenyak?" Tanya mas Meda sambil tersenyum lemah. Rasanya aku ingin memukulnya karena menanyakan itu untuk pertama kali, tapi aku tak tega.

"Mas! Kenapa nekat ikut naik sih? Kan mas jadi kayak gini!" Mas Meda malah terkekeh. "Mas cuma mau masuk ke salah satu kriteria kamu." Mataku terbelalak mendengar pernyataan mas Meda. "Mas tau dari mana?"

Voment for appreciate ✨
Kalau ada saran/masukan bisa di kolom komentar atau DM aja yaa!
see u in d next part
Enjoy~

my perfect 'Mas'Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang