n : sorry banget bahasanya suka berubah² sesuai mood. Enjoy the story aja yaa ✋ kalo ada typo comment yaa guys, sowwryyy.
"Diary kamu."
"Hah diary aku? Kok mas bisa tau?" Aku menatap bingung mas Meda. "Kamu ceroboh lagian, masa diary nya ada di kolong tempat tidur?" Mas menyipitkan matanya. "Hehe, pantesan aku cari gada. Yaudah maaf, tapi kenapa mas kayak gitu kalo tau punya trauma? Aku tadi telpon mamanya mas." Mas Meda hanya mengangguk dan belum menjawab pertanyaan ku. Aku tak bisa memaksanya untuk menjawab karena aku bukan dia yang suka memaksa.
Atmosfir di antara kami menjadi canggung, aku memainkan selimut rumah sakit dengan menggulung gulung-kan ujungnya. "Karena mas sayang kamu, Tamara." Aku berhenti bergerak, aku seketika membeku ketika mendengar kalimat tersebut. "Mas. . .kalo kamu sayang sama aku, lain kali jangan begitu lagi ya? Aku khawatir." Mas Meda tersenyum, "Serius khawatir sama aku?" Nada bicaranya berubah menjadi mas Meda yang kukenal. "Ish, aku emang gak siap nikah, tapi bukan berarti aku siap jadi janda ya!" Aku berdecak sebal, namun ada sedikit perasaan bahagia karena sikap mas Meda sudah berubah menjadi dirinya yang sebelumnya. Itu tandanya saat ini mas Meda sudah baik baik saja.
Dokter bilang mas Meda sudah bisa dibawa pulang, kami diantar ke mobil oleh para perawat disana dan aku yang menyetir untuk pulang.
Sesampainya di apartemen, satpam menghampiri kami, "Bu, tadi ada yang datang, bilangnya orang tua bapak sama ibu." Kami reflek saling bertukar pandang, tampaknya pikiran kami sama. "Begitu pak? Terimakasih ya pak!" Kami pun bergegas naik ke unit dengan perasaan tak karuan.
"Mas, barang yang kemarin temanku kirim, kamu taro dimana?" Tanyaku gugup. "E-ee mas taro di lemari." Aku menelan ludahku, "O-oh" Sesampainya disana, kami langsung masuk dan benar saja, Mamaku dan mamanya mas Meda sekarang sedang berbincang-bincang di ruang tamu. "Assalamualaikum.." Ucap kami bersamaan. "Lho kenapa gak bilang mau kesini? Kita jadi gak nyiapin apa apa" Tanya mas Meda setelah mencium tangan mereka.
"Kalian duduk dulu, mama mau pastikan sesuatu." Ucap mama mas Meda yang membuat kami semakin tegang. "Kenapa kalian disini jadi adik kakak?" Jleb. Benar saja dugaanku, pasti mama akan menanyakan hal itu. Aku menoleh ke arah mas Meda. Mas Meda pun menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi dan berusaha untuk meyakinkan ibu kami kalau hubungan kita baik baik saja. "Kamu yang salah Tamara." Ucap mamaku. "Kalo begini terus hubungan kalian gak akan ada kemajuan, kalian itu udah dewasa lho." Tambah mama lagi. Aku menundukkan kepalaku, "Tapi ma, aku kan baru 23, wajar aja aku kayak gini, perjalanan aku masih panjang maa" Balasku. Mas Meda berusaha menguatkan ku dengan mengusap punggungku diam diam.
"Maa, tolong kasih aku waktu ya?" Aku menatap keduanya. Mama mas Meda menoleh ke arah mamaku dan mengangguk. "Yasudah, sekarang kalian istirahat aja, Meda kamu gimana?" Tanya mama. "Meda udah gapapa kok ma, kan dirawat sama anak mama yang cantik." Ucap mas Meda yang membuatku sedikit kesal, tapi aku rasa sepertinya pipiku merah padam.
"Mama sama mama nya mas Meda tidur dimana?" Tanyaku, aku baru sadar, mas Meda kan cuma punya satu kamar. "Oh iya, apa Meda pindah unit aja?" Tanya mas pada para mama, namun mereka menolak "udah kalian gausah mikirin kita, kita nginep di hotel dekat sini sekalian liburan di Jakarta. Kalian istirahat aja ya? Kita pamit" kami pun menyalimi tangan mereka, "Mau Tamara anter gak ma?" Tanyaku. "Gausah, kita udah pesan taksi" Aku dan mas mengantar mereka sampai diluar dan kembali lagi ke unit.
"Mas ganti baju dikamar aja, aku mau ke kamar mandi." Ucapku sesampainya kami disana.
Setelah selesai ganti baju, pintu kamar sudah terbuka, aku pun langsung masuk karena berpikir mas Meda sudah selesai mengganti pakaiannya. Tapi ketika aku masuk, mas Meda belum memakai pakaiannya, aku reflek berbalik arah menuju ruang TV dan memutar siaran TV secara acak saking gugupnya.
"Tamara, kenapa balik lagi?" Teriak mas Meda dari dalam kamar, "SELESAIN AJA DULU, DASAR NYEBELIN!" Aku menutup wajahku dengan kedua tangan saking malunya. Ah mas Meda ini! Pasti dia ngerjain aku kan? Tck.
"Udah nih mas udah selesai. Ayo tidur, nanti jadi panda kalo begadang, Tapi kalo begadang yang lain gapapa mas temenin." Aku melempar bantal dari ruang TV ke arah mas Meda ketika masuk ke dalam kamar. "Makin kesini makin nyebelin aja sih!" Aku pun naik ke tempat tidur lalu membelakangi mas Meda dan mencoba untuk tidur.
Aku mengabaikan suara suara mas Meda yang mencoba untuk meledek ku dengan gayanya. Aku pun mulai tertidur lelap begitupun mas Meda yang sudah tak lagi bersuara.
Jam 03.00
Samar samar aku mendengar suara mas Meda, "Tolong!Tolong! Wahananya berhenti! Ini tinggi banget! Mama! Ada yang jatuh!" Aku kemudian menyadari bahwa mas Meda saat ini sedang bermimpi buruk, apa ini tentang traumanya? Aku langsung berusaha membangunkan mas Meda "Mas? Mas Meda?" Aku menepuk nepuk pipinya yang telah dibasahi air mata. Pria itu perlahan membuka matanya, "Tamara?" , "Iya mas aku disini, kamu mimpi buruk ya?" Mas Meda mengusap pipinya yang basah kemudian memeluk tubuhku erat, aku awalnya sedikit terkejut, tapi aku tidak bisa menolaknya dan berusaha menenangkannya dengan membalas pelukannya sambil mengusap usap punggungnya seperti yang ia lakukan saat ada mama tadi.
Voment for appreciate ✨
Kalau ada saran/masukan bisa di kolom komentar atau DM aja yaa!
Enjoy~
KAMU SEDANG MEMBACA
my perfect 'Mas'
RomanceTerpaksa menikahi seseorang yang tidak dicintainya demi bisa melanjutkan pendidikan ke Jakarta, Tamara yang terkenal keras kepala tak mampu bekutik dikala dalam waktu semalam, dirinya sudah berstatus menjadi istri seseorang. Suaminya, Kameda Husein...