Pantang Menyerah

67 13 18
                                    

Pada suatu malam jam 12.00 yang sunyi, dia melihat keluar melalui jendela yang berada di kamarnya. Tetesan titik-titik air jatuh ke tanah. Berdiri dan berdiam di depan jendela, matanya mulai menjatuhkan setetes air hingga membasahi wajahnya. Rasanya langit sedang mendukung suasana hatinya. Termenung akan pesan dan kata semangat dari orang tuanya sebelum malam itu tiba." Kak, kesempatan cuma ada sekali, kak? Ingat ya... masa depan kamu, kamu yang tentukan dan tetap semangat, kak, " lanjut orang tuanya. Dia sudah belajar dari pagi hingga malam. Sampai-sampai, dia tertidur.

Matahari sudah mulai bangun dari tempat tidurnya sehingga membuat dia terbangun dan merapikan ranjangnya. Dia melihat dirinya di kaca yang berada di sebelah ranjangnya. Wajah yang pucat akibat kurang tidur. Tetapi, saat keluar kamar, ia berusaha move on dari hal tersebut.

Waktu itu adalah waktu dia berada di pertengahan kelas 9, dimana banyak sekali ujian-ujian yang harus ia lewati. Sesampai di sekolah, dia hanya terdiam melihat sekeliling. Namun, banyak sekali teman-temannya yang membuat dia lebih baik. Walaupun begitu, mata yang sudah 10 watt harus terpaksa terbuka untuk menambah pengetahuannya. Setelah sekian lamanya menunggu, bel sekolah berbunyi. "Farewell," perintah ketua kelas yang diikuti dengan ucapan selamat tinggal dari murid-murid lainnya. Dia langsung mengambil tas dan keluar menuju tempat parkir. Mengirim pesan bahwa dia sudah pulang kepada ibunya.

Ibu pun datang tidak lama setelah dia menelpon. "Gimana hari ini, nak?" tanya ibunya. "tidak apa-apa, ma, seperti biasanya," balasnya. "Kak, atur waktu belajar dan bermain karena lagi PTS dan PAT ya," kata ibunya. "Iya,ma...," balas dia. Setelah itu, ibunya menginjak gas dan pulang ke rumah. Dia sungguh lelah hari ini. Tetapi, dia tidak pernah tidur siang karena sudah menjadi kebiasaannya. Jadi, dia belajar hingga malam. Memegang handphone hanya untuk melihat PPT dan latihan soal dari gurunya. Saat belajar, dia hanya fokus untuk belajar. Instagram, YouTube, Tiktok, dan semua Game adalah prioritas ke sekian setelah tanggung jawab dia sebagai pelajar sudah dilakukan.

Dia belajar hingga tengah malam tanpa henti-henti. Dia sangat lelah belajar. "Ujian, kamu membuatku lelah seperti ini, apakah kamu ga tahu jadi seperti apa aku ini?" tanya dalam hatinya dengan nada tinggi. Setelah dia mengeluh, dia tetap melanjutkan belajar. Tidak tahu harus berbuat apa lagi. "Tidak mungkin aku yang masih kecil seperti ini, memprotes kepada Menteri Pendidikan agar menghapus ujian di sekolah," pikir dia dalam otaknya. Terlalu banyak berpikir yang membuatnya mengantuk dan tertidur.

Lagi-lagi, pagi sudah datang. Enam jam dia tertidur. Memulai pagi seperti biasa dan langsung berangkat sekolah. Kali ini dia ke sekolah dengan wajah yang ceria. Entah kenapa mood dia sedang baik hari itu. Dia bermain dengan banyak teman-temannya di sekolah. Ya.. Walaupun itu tidak terlalu banyak. Tetapi, dia tetaplah senang. Ujian berakhir sangat cepat. Tetapi, dia belajar lebih dari waktu pengerjaan ujiannya. Kadang ia menyesal karena sudah dari sore hingga malam dia belajar. Namun, masih ada saja soal yang tidak tahu jawabannya. Dalam kesedihan itu, teman-temannya selalu ada yang menyemangatinya. Baginya, mereka sangatlah berharga. Orang tuanya pun selalu mendukungnya dari belakang dan menyemangatinya.

Tidak lupa setiap dia akan memulai ujiannya, dia berdoa agar dapat perlindungan dari Tuhan. Dia selalu percaya bahwa apa yang dia dapatkan bukan hanya berasal dari dirinya saja, tetapi karena ada campur tangan Tuhan. Dia juga bersyukur kepada Tuhan atas segalanya yang sudah ia dapatkan. Semua itu tertanam dari pesan orang tuanya kepada dia.

Hari demi hari ia lewati. Mata pandanya selalu bertambah hitam. Selama ujian, dia tidak sempat menjaga dan merawat dirinya sendiri. Tidak peduli seberapa jelek dia di depan cermin. Dia selalu merasa tidak percaya ketika teman-temannya berkata "cantik" kepadanya. Dia selalu menunggu jam pulang sekolah tiba.

"This is really crazy, sudah berapa kali aku menangis karena takut gagal?" tanya dia setiap hari di kamar mandi. Mereka, orang tuanya, tidak tahu seberapa sering dia menangis. Sebenarnya, mereka berkata bahwa yang penting dia sudah berjuang apapun hasilnya. Memang begitu, ketika melihat nilai yang 70,80, bahkan sampai remedial, mereka tetap berbicara dengan lembut kepadanya dan menyemangatinya. Walaupun begitu, sama saja ia tidak senang. Dia memang sudah terlanjur terobsesi dengan nilai. Terutama pelajaran Bahasa Inggris, dia kadang tidak suka dengan pelajaran itu. Dia berpikir karenanya nilai rapornya jadi kurang.

Sebenarnya, selain dia mempersiapkan ujian-ujian di sekolah. Dia juga harus mempersiapkan tes masuk ke SMA favorite yang ia tunjuk. Tesnya itu diadakan saat PTS berlangsung. Jadi, dia harus mengikuti ujian susulan. Dia juga harus mempersiapkan ujian naik level di tempat les Bahasa Inggrisnya. Sungguh banyak yang harus dipersiapkan olehnya. Tetapi, dia tetap berpikir optimis. Dia pantang menyerah, walaupun banyak tantangan, tangisan, dan kelelahan yang harus dialaminya.

Sudah hari terakhir ujian. Itu pun baru ujian PTS dan PAT yang sudah ia lewati. Belum ujian-ujian lainnya yang harus ia lewati lagi. "Bagaimana? Aku harus bagaimana lagi? Kurasa aku harus memotong rambutku," pikirnya dalam hati. Dia belum ada waktu untuk memotong rambutnya.

Setelah hari itu, masih ada satu hari sekolah. Dia menerima beberapa nilai yang ia dapatkan. Sekitar tiga nilai yang sudah ia dapatkan. Lalu, nilainya semua ternyata bagus-bagus. Sungguh dia merasa bersyukur. Dia berdoa kepada Tuhan. Kemudian, keesokan harinya dia libur. Dia merasa semua perjuangannya sudah terbayarkan. Tetapi, ternyata masih ada tantangan lagi yang harus dia selesaikan, yaitu tugas yang belum dikerjakan dan di hari Sabtu masih ada tes kedua untuk masuk ke SMA favorite dia. Jadi, dia masih harus belajar lagi. Tantangan lainnya lagi, dia juga harus mempersiapkan ujian susulannya minggu depan.

Dari tantangan dan kesulitan yang dia hadapi, dia belajar bahwa selama dia punya tekad dan semangat yang kuat, dia akan bisa melewatinya. Dia menganggap tantangan dan kesulitan adalah kesempatan untuk bisa naik ke level yang lebih tinggi. Tantangan dan kesulitan harus dihadapi dan dikalahkan. Kita seharusnya jangan takut untuk gagal karena kadang kita hanya takut pada bayang-bayang kegagalan yang belum tentu terjadi. Dia akan selalu berusaha melakukan apapun dengan semaksimal mungkin. Dia tahu orang tuanya selalu mendukungnya. Dia merasa, orang tuanya ingin anaknya sukses dan tidak bergantung kepada orang lain.
Hal-hal inilah yang membuat dia tetap bertekad untuk melewati tantangan dan kesulitan berikutnya.

Dia pun sudah berjanji kepada dirinya sendiri bahwa kelak akan membahagiakan orang tuanya dan janji untuk tidak takut gagal. Tidak lupa dia juga berdoa karena dia meyakini ada kuasa dan berkat Tuhan dalam setiap doa yang dia naikan.

Terima Kasih

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Mar 24, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Pantang MenyerahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang