• 11

174 35 9
                                    

Disaat makan malam di antara keluarga Hayakawa, Power dan Aki tak bisa mengira sudah berapa lama Denji tersenyum seperti itu. Dia seperti baru saja memenangkan undian dan dilempar uang dari atas gedung.

"Apa yang terjadi padanya? Kau tak menaruh racun atau kaos kaki basah di makanannya, bukan?" Tanya Power berbisik pada Aki.

"Untuk apa aku melakukannya? Mungkin dia diajak oleh Makima-san lagi." Ucap Aki sama sekali tak peduli entah Denji tersenyum lebar seperti itu karena Makima atau hal lain. Dia hanya ingin menikmati makan malamnya.

Berbeda halnya dengan Power yang entah mengapa merasa terganggu dengan Denji yang tersenyum seperti anak anjing yang baru saja diberi headpat di kepalanya. Dia mendekat dan memukul pelan puncak kepala Denji, menyadarkannya dari lamunannya.

"Hey! Apa maksudmu memukulku tiba tiba, hah?!" Protesnya dengan mengusap puncak kepalanya.

"Kau terus tersenyum seperti seorang idiot. Makananmu untukku saja kalau begitu." Denji mendecih, dia tak peduli dengan makan malamnya sekarang. Lamunannya pergi berkencan dengan [name] hancur karena kepalan tangan Power.

"Ambil saja, aku tak lapar." Denji berjalan pergi ke balkon, Power menatap ke arah Aki seolah olah mengatakan "dia itu kenapa sebenarnya?" dan dibalas dengan Aki yang mengangkat kedua bahunya. 

Udara dingin malam hampir membuat hidung Denji berulah namun ini lebih baik daripada lamunannya hancur lagi karena harus melayani Power. Dia mengeluarkan sesuatu dari saku celananya, sebuah permen yang [name] berikan padanya.

Dia masih belum terbiasa dengan rasanya, bahkan dia membencinya. Tapi jika itu dari [name]... Dia tak tahu bagaimana cara menolaknya. Dia melahap lolipop itu dan merasakan bagaimana rasa asam di lidahnya membuat wajahnya menjadi kecut. 

"Bagaimana dia bisa terbiasa dengan rasa ini? Wajahnya bahkan datar datar saja saat memakannya." Denji menatap ke langit malam, berusaha melupakan rasa asam di mulutnya. Dia tahu perlahan permen itu akan menjadi manis.

Permen itu mengingatkannya pada [name], bagaimana sifat seniornya itu sangat asam padanya di awal mereka bertemu. Namun kemudian perlahan dia mulai menampakkan senyuman manisnya. 

"Permen itu…" Denji terlonjak kaget saat melihat Aki yang sudah ada di sampingnya. 

"Apa maksudmu datang begitu saja?! Setidaknya katakan sesuatu terlebih dahulu!"

"Aku baru saja mengatakannya."

"Tck, terserah. Kenapa dengan permen ini? Kau cemburu karena senior [name] hanya memberinya pada teman terdekatnya?" Denji memberikan senyuman angkuhnya, bangga karena [name] pernah mengatakan bahwa dia hanya memberi permen itu padanya.

"Aku pernah mendapat satu darinya."

"Wha-?!" Oke, dia tarik kembali kata katanya.

"Ohhh… Oke." respon Denji dengan wajah sebalnya. Padahal dia senang [name] mengatakannya.

"Aku langsung membuangnya karena rasanya aneh."

"Hah?! Kenapa kau membuangnya?! Kau seharusnya bersyukur seseorang memberimu sesuatu!"

"Karena aku tak menyukainya. Lagipula dia membeli permen itu tanpa alasan yang jelas."

"Mungkin karena dia menyukai rasanya? Ayolah, itu alasan yang masuk akal."

"Dia sendiri mengatakan dia tak akan pernah menyukai rasanya." Oke, Denji mulai bingung sekarang.

"Senior [name] sudah terbiasa dengan rasanya sekarang." Denji memusatkan pandangannya pada jalanan di bawahnya. Apa ini normal jika dia mengharapkan [name] berjalan di tengah kerumunan orang di trotoar?

"Kau sendiri tak menyukai rasanya, kenapa kau tetap memakannya?"

"Senior [name] bilang rasa asamnya akan hilang dan digantikan dengan rasa manis."

"Benarkah?"

"Tunggu, senior [name] tak pernah mengatakannya padamu?"

"Tidak. Dia hanya memberi permen itu begitu saja padaku tanpa mengatakan apa pun. Mungkin aku harus mencobanya lagi. Aku tahu itu alasan yang bodoh untuk mencoba permen aneh."

Rasa asam permen di mulut Denji perlahan memudar, dia mulai bisa merasakan rasa manis disana. Ngomong ngomong soal alasan bodoh… Dia mengingat sesuatu tentang alasan [name] bekerja sendiri di biro.

"Hey, kau pernah bekerja dengan senior [name], kan? Apa maksud dari alasan bodohnya untuk bekerja sendiri di biro?"

Aki mengangkat sebelah alisnya. Ah, dia ingat [name] pernah mengatakan sesuatu sebelum pulang dari pesta makan malam mereka. Tapi dia juga tak mengerti apa yang dimaksud [name].

"Aku tak tahu. Dia memutuskan untuk bekerja sendiri dan menjadikan Master Kishibe mentornya begitu saja."

Sial, dia menjadi semakin penasaran soal itu. Tapi sepertinya dia tak bisa memaksa [name] untuk mengatakannya juga. Mengingat dia terdengar sangat terganggu saat mengatakannya.

"Kenapa kau tak menanyakannya langsung pada [name]?"

"Aku yakin dia akan langsung memukul kepalaku seperti yang Power lakukan tadi. Tapi lebih bertenaga."

Denji menarik batang lolipop yang kini sudah habis. Namun sesuatu menarik perhatiannya disana. Ada sedikit corak merah di ujung batang lolipop tapi apa maksud dari corak itu? 

"Kau tak akan membuang itu?" Tanya Aki saat melihat Denji yang tak berhenti melihat batang lolipop itu. Inginnya dia membuangnya, tapi sesuatu di dalam dirinya memintanya untuk menyimpannya. 

Entah kenapa itu terasa spesial…

"Tunggu, kenapa kau memasukkannya ke dalam sakumu?"

"Bukan masalahmu."

*******

Esoknya Denji menunggu di depan bangunan biro, berharap dia bisa bertemu dengan [name] dan menjadi yang pertama untuk menyapa seniornya. Tangannya masih setia memegang stik itu, berpikir mungkin [name] tahu maksud dari corak merah itu.

Derap langkah menarik perhatiannya dan dilihatnya [name] berjalan kearah biro. Entah kenapa jantungnya berulah disaat seperti ini. Apa karena dia gugup untuk bertanya soal alasan bodoh [name] atau tentang stik permennya.

"Belum ada misi untukmu?" Tanya [name] dingin seperti biasa. Denji hanya menggeleng, membuat [name] heran dengan sikap laki laki itu. Biasanya dia akan mengoceh saat berada dengannya.

"Apa yang kau lakukan di biro kalau begitu? Kau bisa menikmati waktu liburmu."

"Uhhh… Ada hal yang ingin kutanyakan." [name] hanya merespon dengan "hm?". Bagaimana ini? Haruskah dia bertanya soal rahasia [name] atau soal stik lolipopnya? 

"Aku ingin bertanya soal… corak merah ini. Aku mendapatkannya setelah menghabiskan permen yang kau berikan padaku. Apa ini pertanda baik? Atau aku baru saja diracuni?" Pertanyaan Denji membuat [name] terdiam sejenak sebelum akhirnya tertawa.

"Oh, aku belum pernah mengatakannya padamu? Bisa dibilang kau beruntung mendapatkannya."

"B-beruntung?!" [name] mengangguk.

"Uh-huh, kau bisa menukarkan stik itu untuk satuan permen lagi secara gratis. Tapi itu terasa aneh saat kau menukarkan sesuatu untuk permen dengan rasa yang aneh."

. . . Perasaan Denji saja atau [name] menjadi lebih banyak berbicara sekarang. Dan dia juga sedikit tersenyum. Kenapa dia mendapat serangan jantung mendadak?!

"Aku belum pernah memenangkan stik itu sebelumnya dan itu membuatku sedikit cemburu karena kau mendapatkannya hanya dengan memakan beberapa permen saja."

"Kau yang memberiku permen ini jadi kurasa kau lebih pantas mendapatkan hadiahnya. Kalau begitu stik ini untukmu saja."

"Eww…"

***

Secret [Denji x Reader]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang