Seorang lelaki berdiri di balkon apartemen mewahnya yang berada di salah satu kawasan mahal di Jakarta. Apartemen yang akan menjadi tempat tinggalnya selama beberapa bulan ke depan, sampai.... Sampai tugas yang diberikan kepadanya selesai.
Namanya adalah Bintang, lengkapnya Bintang Putra Irawan. Dulu keluarganya termasuk keluarga pejabat yang disegani di Indonesia. Dulu. Sampai lima tahun yang lalu, ketika musibah itu datang.
Ayahnya yang merupakan seorang pejabat tinggi tersangkut kasus korupsi yang cukup besar saat itu, menyebabkan keluarganya mengalami kejatuhan. Semua harta benda yang mereka punya disita. Sang ayah yang tidak kuat menahan beban mental memutuskan untuk mengakhiri hidupnya dengan memotong urat nadinya. Sang ibu mengikuti tidak lama kemudian. Hanya saja dia memilih cara yang berbeda, menggantung diri dengan selimut di dalam kamarnya.
Pada saat dia merasa dunianya runtuh dan sebatang kara, datanglah Al Priando menawarkan bantuan. Dengan bantuan lelaki itu, dia bisa mendapatkan visa untuk menetap di Amerika. Bahkan, dia memiliki studio pemotretannya sendiri di sana.
Sekarang lima tahun kemudian, keluarga Priando memberi tanda sudah saatnya dia membayar utang budi.
Bintang memijat lehernya dan menguap. Efek jet lag masih terasa walau ini sudah hari keduanya kembali ke tanah air setelah cukup lama menetap di sebuah kota besar di negeri Paman Sam. Dipandanginya bayangan matahari senja yang memantul di bangunan-bangunan tinggi. Dan tanpa bisa dicegah sebuah wajah melintasi benaknya. Wajah yang tanpa diketahui siapa pun memberinya kekuatan untuk bertahan di negeri orang, menjalani hidupnya yang baru.
Bintang memejamkan matanya. Senja. Gadis itu suka sekali senja. Dulu, hanya karena selembar foto matahari senja bisa membuat gadis itu tersenyum. Dan itu sudah cukup baginya untuk merasa bahagia. Ya, senyum gadis itu cukup untuk membuatnya bahagia.
Dulu... kata yang terasa jauh sekali.
Bintang mengeluarkan ponsel dari saku celana jeans-nya, mengabadikan semburat jingga yang menyebar, mewarnai gedung-gedung megah yang menantang langit Jakarta.
Masihkah wanita itu menyukai senja? Masihkah senja membuatnya tersenyum? Masihkah.... Lelaki itu menatap foto hasil bidikan kamera ponselnya. Masihkah senja membuat dia bahagia?
Bintang menarik napas panjang lalu mengembuskannya perlahan. Pulang ke Indonesia, apa pun tujuannya, hanya berarti satu. Bertemu kembali dengan gadis itu, gadis senjanya.
~*~
Hal pertama yang dilakukan Dewa begitu orangtuanya dan Om Dodo berangkat ke Singapura adalah menemui para sepupunya, sepupu yang ambil bagian dalam urusan bisnis keluarga Salim khususnya. Para sepupu yang dimaksud adalah anak-anak dari orang-orang kepercayaan ayahnya. Ada tiga orang termasuk Raditya, dan hanya Raditya satu-satunya yang benar-benar memiliki ikatan darah dengan Dewa.
Yang pertama adalah Christian, anak dari Ardian Daryanto, atau yang biasa dipanggil Om Ardian oleh Dewa. Salah satu pemegang saham dan orang kepercayaan ayahnya. Christian adalah seorang analis keuangan independen dengan klien perusahaan-perusahaan besar. Di dalam bisnis keluarga Salim, Christian bertanggung jawab terhadap semua urusan keuangan dan hukum bagi perusahaan.
Yang kedua adalah Rayakan Hidup, yang biasa dipanggil Ray, anak dari Nando Setiawan, Om Nando panggilannya. Ray memiliki perusahaan IT Security yang tidak besar, tapi mempunyai klien cukup banyak. Sejak muda, Ray memang jago dalam hal mengutak-atik komputer. Di dalam bisnis keluarga Salim, Ray bertanggung jawab dalam masalah keamanan jaringan, urusan yang berhubungan dengan internet dan teknologi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Timeless
Romance"Aku bukan Widura dan kamu bukan Padmarini. Aku juga bukan Papa, dan kamu juga bukan Mama. Tetapi aku pikir kita bisa belajar bersama untuk mencintai satu sama lain dengan cara kita." ~Dewabrata~ "Cinta itu barang langka, tidak semua orang tahu car...