Airin melamun memikirkan Adel yang sampai sekarang ia tidak tahu bagaimana kabarnya. Ia belum berani ke rumah orang tuanya menemui Adel. Ia takut, jika ia ke sana mendengar akan mendapatkan kata-kata yang menyakitkan yang keluar dari mulut bundanya. Ia yakin, bundanya masih marah karena sudah menyembunyikan Adel dan Amelia.
"Dek, are you okay?" tanya Cinta menepuk pundak Airin.
Airin menoleh lalu tersenyum. "Aku baik-baik saja kok, Mbak," jawabnya.
"Bener nih? Kamu kalau ada masalah cerita aja sama mbak, mbak siap dengerin kok."
"Iya, Mbak. Aku gapapa kok. Eh, kok sepi?"
"Mereka sudah duluan istirahat. Kamu sih ngelamun, tadi Dina mau ngajak kamu, tapi Mbak suruh duluan. Ayo kita ke kantin."
Airin mengangguk, lalu bangkit dari duduknya dan pergi bersama Cinta menuju kantin kantor.
Setelah mengambil makanan dan minuman, Airin bergabung duduk bersama teman-teman satu ruangannya.
"Tadi pak bos nyariin kamu Rin," ucap seorang pria meletakkan piring di atas meja, duduk tepat di seberang Airin.
"Ada ngasih tau gak mau ngapain?" tanya Airin.
"Enggak ada, cuma nanya 'ada liat Airin gak' Mau ngajak kamu makan siang bareng mungkin."
"Kenapa gak makan siang bareng suami?" tanya Della.
"Gak ah, bosan hehe ..."
"Dasar kamu ini." Della menggeleng-gelengkan kepalanya. "Di rumah makan bareng terus ya? Kalau makan siang mau suasana yang beda dan orang beda."
"Benar Mbak. Beginilah kalau kerja satu kantor sama suami." Airin menyeruput minumannya.
"Airin, selesai makan ke ruang pak bos ya, disuruh ke ruangan."
"Iya, Mbak! makasih ya." Airin mengacungkan jempolnya ke arah wanita itu.
"Gue nyariin lo di ruangan, ternyata sudah di sini." Seorang wanita yang lebih tua darinya itu duduk di sampingnya.
"Aku lupa janjian makan siang bareng hehe ..." jawab Airin. "Mbak masih marahan sama mbak Angel?" tanya berbisik.
"Kalau sudah baikan mbak gak ngajakin lo makan siang."
"Jahat banget, menjadikanku sebagai pelarian. Cuma karena marahan mau berteman? Tega sekali, Mbak Rina. Sakit hatiku, Mbak." Airin meletakkan tangannya di dada seolah-olah tersakiti.
"Jangan lebay deh," ucap Rina. "Mbak bercanda," lanjutnya lalu mencubit pipi Airin.
Airin berdecak kesal, pipinya sering menjadi korban. Wanita itu sangat suka mencubit pipinya, sebenarnya tidak hanya Rina, ada beberapa seniornya yang juga suka mencubit pipinya. Ia tidak marah, hanya saja kadang merasa kesal.
Bekerja di perusahaan itu, membuat Airin merasa seperti bungsu, karena paling muda. Ia senang, dikelilingi oleh orang-orang baik seperti mereka. Mereka memperlakukannya seperti seorang adik, ia juga kadang dimanja oleh mereka. Airin dekat tidak hanya dengan teman satu ruangannya saja, tapi dengan divisi lainnya juga ia dekat. Hampir satu kantor dekat dengannya karena Airin orang yang mudah akrab dengan siapapun.
Selesai makan siang, Airin langsung menuju ruangan suaminya.
"Kenapa, Mas?" tanya Airin saat masuk ke ruangan Reyhan.
"Kamu kenapa gak makan siang bareng? Tadinya mau ngajak ke restoran Jepang."
"Mas sih gak bilang mau ngajak ke sana, ya aku istirahat di kantin aja. Mas sudah makan?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Pernikahan Singkat? (END)
Ficção Adolescente16+ Tidak pernah Airin bayangkan sebelumnya menikah dengan pria yang tidak ia cintai. Karena satu kesalahan yang membuat orang tuanya kecewa, Airin dipaksa menikah dengan pria pilihan sang bunda. Airin dipaksa ikhlas menerima takdirnya yang harus m...