Sejam sudah Moka di sini, di kafe ini. Bersama dengan ponsel, airpods, notebook, pulpen, dan juga cookies and cream-nya yang tinggal seperempat gelas.
Sejam lalu, ketika tragedi pesanan atas nama Bybu berlangsung dramatis, Moka memutuskan untuk belajar menebalkan muka⸺meski ia tahu gerombolan cewek-cewek di pojok sana sibuk berbicara banyak tentang dirinya. Barangkali akan begini obrolannya:
"Njir namanya Bybu."
"Sok imut banget."
"Padahal cowok."
"Boti kali."
Yassalam.
Moka harus mulai belajar nggak peduli, toh ini juga karena kesalahannya sendiri.
Justru yang paling ia pikirkan sekarang adalah perihal si Pelayan tadi. Dikka rupanya bekerja di sini. Tapi bukannya dia mahasiswa? Kok nggak kuliah?
Tau-tau sebuah piring kecil telah tersedia di meja milik Moka, lengkap dengan dua buah mochi di atasnya.
Moka menengadah, sosok Dikka telah berdiri di sebelahnya seraya tersenyum kecil⸺kecil sekali nyaris nggak keliatan.
"Buat nemenin lo yang lagi serius."
Moka refleks melepas kedua airpods-nya.
"Sorry. Gue boleh duduk di sini?"
Moka tentu nggak punya jawaban lain selain mengangguk dan mempersilahkan Dikka untuk duduk di depannya.
"Shift gue udah selesai. Gue istirahat bentar di sini gapapa, ya?"
"Ng-gapapa, Kak. Santai." Moka meringis dalam hati, kenapa jadi gugup gini, sih?
Dikka duduk dengan santainya seraya melepas apron cokelat miliknya. Kini laki-laki itu hanya mengenakan kaus hitam polos persis seperti saat pertama kali mereka bertemu. Lagi-lagi dengan aroma yang sama, alat bernapas Moka dengan senang hati menghirup aroma cendana yang cukup kuat.
"Lagi ngerjain apa?" tanya Dikka, tubuhnya sedikit menjorok ke depan sebagai upaya mencari tahu apa yang sedang dikerjakan Moka.
"Buat persiapan lomba, Kak."
"Lomba apa?"
"Musikalisasi puisi."
Dikka termangu sejenak. "Fakultas Bahasa Sastra-nya Tan-U, ya?"
Moka mengangguk.
Laki-laki berkaus hitam itu tersenyum⸺kali ini terlihat jelas. "Menarik."
Diam. Tidak ada jawaban. Moka mendadak jadi patung. Rasa malu akibat Bybu-nya pun seketika menghilang.
"Kebetulan gue jadi panitia acaranya."
Mata Moka sontak membulat, "Serius, Kak?"
Dikka mengangguk sebagai konfirmasinya.
"Berarti Kak Dikka mahasiswa Fakultas Bahasa dan Sastra?"
"Bukan. Gue informatika."
"Hah?"
"Bingung, ya?" Dikka terkekeh. "Anak-anak BEM Fakultas Bahasa-Sastra minta bantuan ke UKM Musik untuk lomba musikalisasi nanti. Kebetulan gue jadi anggota UKM Musik." jelasnya.
Moka mengangguk-ngangguk meski masih bego dengan sebutan BEM apalagi UKM.
"Semangat, ya." ucapnya, tersenyum manis seraya menyodorkan piring kecil tadi kepada Moka.
"Tapi Moka nggak mesen itu, Kak."
"Dari gue." ujarnya, "Untuk Bybu."
Jelas. JELAS. SUDAH JELAS WAJAH MOKA MEMERAH NGGAK KARUAN.
KAMU SEDANG MEMBACA
[BxB] Playlist; MY MELANCHOLY BOY
Fiksi Remaja⚠️WARNING!⚠️ Cerita ini bergenre boyslove, untuk yang anti bisa meninggalkan lapak ini. Pertemuan tidak sengaja antara Dikka dan Moka membawa hubungan keduanya menjadi lebih jauh. Dikka yang romantis dan Moka yang melankolis *** Antara Ezra dan Atma...