"Mama, kita mau ke mana?"
Sesil yang tengah melamun terkesiap pelan mendengarkan pertanyaan Kei. Kepalanya berputar dan menatap wajah putranya dalam diam. Lalu menghela napas panjang dan bertanya, "Kei lelah?"
Kei tak mengangguk, juga tak menggeleng,
Sesil merangkum wajah sang putra dan mengelusnya dengan lembut. Mata putranya tampak sayu. Sudah lebih dari satu jam keduanya naik taksi tanpa arah dan tujuan. "Kei mengantuk?"
Kei menggeleng.
"Kalau begitu kita akan istirahat dulu." Sesil menyuruh sopir membawa mereka ke hotel terdekat. Dalam perjalanan, Sesil singgah sebentar untuk membeli pakaian ganti Kei. Ya, mereka berdua jelas tak membawa apa pun ketika menyelinap keluar. Tetapi beruntung ia membawa uang cash yang cukup banyak dari lemari penyimpanan Saga untuk membayar tagihan taksi yang membengkak.
"Kenapa Kei hanya diam saja? Apakah Kei tidak suka pergi dengan mama sendiri?"
Kei menggeleng.
Mendadak Sesil bertanya, apakah bocah ini tahu kalau diajak melarikan diri? "Kei rindu papa?"
Kei mengangguk. "Tapi papa akan segera datang."
Kening Sesil berkerut.
"Papa akan menemukan kita."
Sesil terdiam. Keyakinan yang polos di mata Kei membuat mulutnya terkatup rapat. "Apa kau ingin papa datang?"
Kei tampak kebingungan saat akan menjawab pertanyaan tersebut. Sesil memahami kebimbangan tersebut. Hidup Kei sejak kecil terikat dengan sosok Saga. Meski tanpa dirinya, Saga memastikan Kei tak kekurangan kasih sayang dari kedua orang tua. Bahkan Saga menyembunyikan fakta bahwa ialah yang pergi dari hidup mereka berdua.
"Atau Kei ingin tinggal bersama papa?" Sekali lagi Sesil bertanya meski tahu itu akan menyakiti perasaan Kei. Terlebih dirinya.
Kei menggeleng. Memeluk Sesil dengan kedua lengannya. "Kei ingin menemani mama sampai papa datang. Papa berjanji tidak akan membuat kita bertiga berpisah lagi. Kita akan selalu bersama. Juga adik kecil."
Sesil memaksa sebuah senyuman di bibirnya. Tak tahu harus merasa senang atau sedih dengan kata-kata putranya. Sekaligus miris akan keyakinan Kei terhadap Saga. Saga jelas akan mengirim mereka ke luar negeri. Ia hanya mempercepatnya saja. Atau setidaknya jika Saga punya alasan yang kuat untuk melakukan hal itu, pria itu bisa bicara dengannya lebih dulu. Bukankah ini pernikahan mereka berdua? Bukan pernikahan pria itu sendiri.
Sesil menarik tubuh Kei dan memeluknya dalam-dalam. Mengerjapkan matanya berkali-kali demi mengurai kaca yang mulai membentuk di kedua matanya.
"Kenapa mama pergi?" Pertanyaan Kei sekali lagi membuat Sesil sesak. "Apa mama dan papa bertengkar lagi?"
Sesil menggeleng. "Tidak, sayang. Mama ... mama hanya sedang kesal dan bosan di dalam rumah."
"Benarkah?"
Sesil mengangguk. "Hmm, tentu saja."
"Kei juga bosan. Tidak bisa bertemu teman Kei di sekolah."
Sesil menghela napas dalam hati. Setidaknya ia dan Kei kali ini sependapat. Saga tak bisa menentukan kebebasan mereka dengan tanpa penjelasan seperti ini.
Tapi ... Sesil pun menyadari musuh pria itu yang mungkin mengincar dirinya atau Kei. Kepala Sesil terasa pusing. Dengan saling mencintai dalam pernikahan mereka, nyatanya masih tak cukup membuat hidup mereka tenang.
Taksi berhenti di depan teras gedung berlantai lima. Bukan hotel mewah, tapi lebih dari cukup bagi mereka berdua untuk bermalam. Mereka mendapatkan kamar yang cukup bagus.
KAMU SEDANG MEMBACA
Saga Sesil 2 ( After the Story)
Любовные романыAku mencintai Saga, tapi tak bisa menolak kehadiran Dirga. -Sesil-