.
.
."Kau tidak kembali ke kamar bersama yang lain, Nagi?" tanyamu sembari menyipitkan mata, curiga. Melihat pemuda berambut putih tersebut terlentang di teras, menemanimu di ruang makan yang tengah sibuk mengejar penyelesaian target beberapa dokumen. Sosok itu tak menjawab, hanya sibuk memejamkan mata, entah benar-benar tertidur atau hanya berbaring saja. Lantas, kau menghela napas, bangkit dan melepas haori milikmu, berniat untuk menyelimutinya yang terkena terpaan angin sepoi-sepoi.
Lenganmu dicengkram erat, kau melotot ketika terjatuh di atas dada bidang sang pelaku akibat tarikannya. Kau mendecak sebal, "Nagi! Kalau kau bangun, seharusnya respon sedikit!"
"Uhn, ya, baiklah. Tapi, bisakah kau berhenti memanggilku sebagai Nagi?"
Lagi-lagi, permintaan yang tak bisa kau tebak. Meskipun telah lama mengenalnya, namun hanya Reo yang paham betul akan keinginan hati sosok pemalas ini. Tanpa bicara, Reo akan menanggapi dengan benar. Sementara, kadang kala kau perlu menerka-nerka maksud dari perkataan dan tindakannya tersebut, meski sebagian besar ia bersikap seperti buku yang terbuka.
Tetapi, akhir-akhir ini ia susah untuk ditebak.
"Jadi, kau mau dipanggil apa? My treasure, seperti panggil Reo padamu? Genius seperti Isagi yang memanggilmu? Atau mungkin, Nagicchi?" tanyamu, mengenyitkan dahi.
"Tidak semuanya. [Name] payah kalau soal rasa peka."
Ingin membantah, tetapi tidak bisa, sosok itu terlalu menyerang hingga tak ada celah.
Posisi kalian berdua masih tidak berubah. Nagi tenggelam dalam pikirannya, mengatupkan bibir. Semua panggilan yang baru saja keluar dari mulutmu, membuat pipinya memerah, terasa panas, bahkan hingga sampai di telinga. Iris abu-abu itu melirik ke arah lain, berusaha memikirkan jawaban yang bagus, hingga kau bangkit dan kembali menyelimutinya dengan haori milikmu.
Ia tersadar, terlalu larut dalam kepalanya sendiri. Namun, ia tidak menolak. Manfaatkan saja kebaikan khususmu ini padanya, suatu hal yang tak akan dilakukan olehmu untuk orang lain selain dirinya. Lantas, ia mengangkat suara setelah beberapa lama dalam keheningan, "Seishiro. Panggil nama depanku seperti yang kau lakukan pada Reo."
"Ah, kau cemburu, ya? Semuanya kupanggil dengan nama depan, tetapi kau tidak? Haha, baiklah, baiklah," godamu sembari terkekeh pelan, memaklumi tingkah manjanya.
Lalu, kau memperbaiki dudukmu, menengadah menatap langit malam di sampingnya, mengabaikan tumpukan kertas yang berada di meja makan. Beberapa helaian kelopak bunga sakura berguguran, mungkin saja disebabkan oleh angin yang cukup kencang, namun sejuk.
Nagi memejamkan mata, menikmati hangatnya sekaligus harum dari haori milikmu, "Soal pernyataanku tadi, apa kau benar-benar tidak mendengarnya?"
"Ah, mengenai itu ..."
Kau menggantungkan kalimatmu, menunduk seraya menggaruk pipimu yang tak gatal. Irismu menatapnya yang telah membuka kelopak matanya, meski nampak sayu, "Sebenarnya, Isagi sudah memberitahuku tadi. Hanya saja, aku memilih untuk tidak terlalu memikirkannya. Tetapi karena Nagi kembali membahas topikー"
"Seishiro."
"Eh?"
"Dalam kalimatmu, aku belum mendengar sama sekali, [Name] memanggilku seperti itu," gerutunya, merenggut seraya mengerucutkan bibir kesal. Lantas, ia bangkit, menggenggam kain haori-mu dengan erat, mengangkat dan menaruhnya, bersentuhan di bibirmu.
Wajahmu memerah sempurna, akibat perlakuannya. Sontak saja, kau mendorongnya, terkejut.
"Na-Nagi! Apa yang kau lakukan?!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Hotspring ⇢ Nagi Seishirou × Reader [✓]
Fanfiction"Nagi, ayo kita ke onsen!" ajakmu dengan riang. Para anggota Blue Lock mendapat hari libur. Tentunya, Nagi Seishirou tidak ingin melewatkan kesehariannya tersebut dengan sia-sia. Ia telah memutuskan untuk menghabiskan sisa waktunya bersama game. Tet...