"Minum dulu kalau masih kaget." Ucap Gama sembari menyodorkan satu gelas air putih yang dibawakan oleh Haris.
Alana menerima gelas itu dan meminum airnya karena haus juga. Miya dan Haris duduk tak jauh dari mereka dan memastikan tidak ada orang yang mengenali Alana serta Gama yang berada di lobby hotel ini.
"Tadi siang ibu saya menghubungi saya karena ada rumor yang sebenarnya bukan rumor sih karena emang benar kejadian, kamu beneran nyium saya kemarin."
"Gak usah diperjelas!"
"Iya iya sorry, saya lanjut. Ibu bilang rumor seperti ini pasti akan berdampak pada reputasi kita berdua terus saya takutkan adalah jika eyang saya tahu, bisa-bisa kita dipaksa menikah."
Alana melotot mendengar itu. "Tenang dulu, sejauh ini eyang saya belum tahu tapi ibu menyarankan saya untuk mengenalkan kamu pada eyang secepatnya."
"Kenapa begitu?"
"Biar pas rumor itu sampai ke telinga eyang saya, beliau tidak akan terlalu marah dan akan memakluminya karena saya sudah mengenalkan kamu pada eyang."
"Terus kamu jauh-jauh dari Jakarta ke Bandung cuma mau ngomongin ini? Kenapa gak lewat telepon aja sih?" Omel Alana.
Ngomel karena sebenarnya dia takut terbawa perasaan melihat effort yang dilakukan Gama sampai menyusulnya ke Bandung hanya untuk menemuinya. Alana lemah kalau urusan beginian, mana Gama juga suka terang-terangan nunjukin kalau dia emang suka dan tertarik sama Alana.
"Bunda juga tadi ngomel lewat Miya, katanya kok bisa gak ada hubungan yang jelas tapi udah seintim itu. Hufftt! Padahal itu kan karena saya lagi mabuk dan gak sadar, lagipula kenapa kamu tidak menghindar sih pas tau saya mau cium kamu?"
Gama menggaruk tengkuknya yang tidak gatal, benar juga sih, rumor ini tidak akan ada jika malam itu ia menolak ciuman Alana. Tapi pada kenyataannya ia telah jatuh hati pada gadis itu sejak pertemuan pertama mereka di After Midnight.
"Saya minta maaf untuk hal itu, tapi beneran saya tidak mencoba memanfaatkan kondisi kamu yang saat itu mabuk. Kejadian itu terjadi terlalu cepat jadi saya tidak menghindar ketika kamu mendekat dan menarik--"
"Udah, gak usah dilanjutin." Potong Alana dengan cepat karena wajahnya sudah kembali memanas membayangkan sisi liar dirinya yang keluar pada malam kemarin.
"Terus kita harus gimana?" Tanya Alana mengalihkan fokus Gama yang tertuju pada wajah merahnya saat ini. Pria itu terkekeh pelan lalu menundukan kepalanya cukup lama untuk menghindari tatapan mata Alana karena tak bisa dipungkiri kalau Gama pun merasa gugup saat ini.
"Kalau kamu tidak keberatan, setelah seluruh jadwal syuting kamu di Bandung ini selesai, saya ingin mengajak kamu untuk makan malam bersama keluarga saya sekalian mengenalkan kamu pada eyang saya. Tapi kalau kamu keberatan, tidak apa-apa, tidak perlu dipaksakan."
Alana mencoba berpikir sejenak, ia juga harus memikirkan reaksi ayah dan bunda jika sampai rumor ia mabuk dan mencium pria sembarangan menyebar ke publik. Tidak hanya reputasinya yang tercoreng, tapi juga reputasi keluarganya yang sangat menjunjungi tinggi nilai-nilai orang timur. Apa kata dunia kalau Alana terlihat seperti gadis liar yang doyan mabuk-mabukan dan mencium pria sembarangan seperti kemarin malam? Apalagi ia menanggung nama Sutedja dibelakang namanya.
"Saya sih tidak keberatan, tapi kamu akan mengenalkan saya sebagai siapa ke keluarga kamu?"
"Sebagai calon istri saya."
Tidak hanya Alana yang terkejut, namun Haris dan Miya juga.
"Tenang saya hanya bercanda, kamu saya kenalkan sebagai seseorang yang sedang dekat dengan saya, terserah mereka nanti akan menginterpretasikannya kearah mana." Lanjut Gama.
KAMU SEDANG MEMBACA
By My Side
Fanfiction"As long I'm here no one can hurt you, so stay by my side." - bluesy story