Bab 1 -- Just Me!

19 23 52
                                    

Seorang gadis berpakaian piama cantik dengan desain yang lucu dan terbuat dari bahan katun rayon serta hijab simpel berwarna hitam, kini sedang sibuk memasak.

Kedua tangannya begitu cekatan berurusan dengan alat dapur. Senyuman mengembang di bibir mungil gadis itu saat melihat pancake buatannya kini sudah matang.

“Afifa!” panggil seseorang dari arah belakang.

Gadis bernama Afifa itu tersentak. Ia menoleh dan melihat kehadiran wanita paruh baya yang tak lain adalah sang Ibu. “Astaghfirullah, Umi. Bikin kaget aja,” ungkapnya sembari mengelus dada.

Huwaida Hanny Nafia. Wanita hebat yang melahirkan seorang gadis hebat pula. Didikan darinya berhasil membuat Afifa menjadi penghafal Al-Qur’an dan pemilik usaha yang sukses.

“Kamu, tuh yang gampang kagetan.”

“Ihh, umi kok gitu,” rengek Afifa mengerucutkan bibir.

Gemas dengan tingkah anaknya, membuat Hanny mencubit kedua pipi Afifa. “Ululuh, anak umi ngambek, nih.”
Pandangan Hanny kemudian beralih menatap counter table dan bertanya,

“Pancake bayam?”

Kepala Afifa mengangguk lalu bertanya balik, “Emang kenapa, Umi?”

Hanny terdiam. Ia justru berjalan menuju ke arah kabinet atas yang juga merupakan bagian utama dari kitchen set.

“Nih! Pancake nya kurang dikasih saus keju,” ujar Hanny dengan menggoyang pelan botol saus keju itu dan menuangkannya ke pancake bayam tadi.

“Masya Allah, kayaknya enak tuh.”
Suara berat yang terdengar di indra pendengaran membuat Afifa dan Hanny mendongak.

“Ya ampun, Abi. Bajunya itu loh kotor banget,” decak Afifa. Ia menggeleng kepala terlebih saat melihat wajah sang Ayah masih ada sedikit sisa lumpur tanah.

Reyhan mengusap pelan leher sembari tersenyum. “Hehe. Biasalah, Abi tadi abis dari taman.”

Afifa bersedekap dada. “Abi, tuh harus jaga kesehatan.”

Langkah Afifa kemudian berjalan mendekati Reyhan dan menggenggam tangan kekar ayahnya itu. Ucapan kembali terlontar dari bibir Afifa.

“Jangan, buat hal-hal yang bikin Abi capek. Apalagi sampe kayak gini,” cicit Afifa di akhir kalimat. Ia melihat dan memegang kulit tangan Reyhan mengeriput.

Perhatian dari putri semata wayang mereka membuat Reyhan dan Hanny tersenyum. Selanjutnya, elusan lembut di puncak kepala dapat Afifa rasakan. “Abi, baik-baik aja, Nak.”

... gak usah terlalu khawatir,” lanjut Reyhan.

Melihat semua hal yang terjadi membuat Hanny tersenyum. Di dalam hati ia berharap agar keluarga mereka selalu bahagia.

“Ekhm!”

Sembari melepaskan tangan sang ayah, Afifa bertanya, “Ada apa, Umi?”

“Nak, ini sudah agak siang. Mending, kamu sekarang siap-siap aja. ‘Kan, kamu harus ke restoran,” beritahu Hanny.

Pandangannya pun kini beralih menatap suaminya itu. “... Mas Rey, kamu juga. Ingat! Kita nanti mau ke rumah Ghina sama Aqlan.”

“Siap, Umi!” jawab Afifa dan Reyhan secara kompak.

***

Dengan gamis hitam polos dan hijab dasar bermotif warna-warna bunga menjadi penampilan Afifa hari ini.

“Abi, di mana, Umi?” tanya gadis berusia dua puluh tahunan itu. Ia juga menarik kursi buat diduduki.

Sambil menikmati aroma teh, Reyhan menjawab, “Umi, lagi buatin kamu greek yogurt.”

NANTIKANKU DiBATAS WAKTUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang