Maybe You?
Part 1.
Terkadang, menunggu akan lebih baik daripada menjemput tanpa pasti. Seorang insan remaja dengan gaun merah gelap sedang mengemudi di tengah derasnya hujan yang tertutup gelapnya malam. Dengan kecepatan diatas rata-rata, dan jalanan sepi melintasi kota malam. Sang gadis menghentikan mobil hitam miliknya di tepi dan dibawah lampu jalan yang redup. Semakin derasnya hujan, semakin deras pula tetesan air mata yang turun dari mata cantik milik gadis tersebut.
"Kenapa harus? Kenapa kau harus kembali!. Apakah tidak sebaiknya aku mati saja, daripada melihatmu kembali dengan memberiku luka". Bisik kepedihan yang berbenturan dengan suara guntur yang menggelar hebat, dan kilatan petir yang sangat kuat yang membuat sang gadis mulai lemas sehingga menjatuhkan dirinya ke aspal yang basah itu. "Sepuluh tahun lamanya aku menunggu, menunggumu kembali dan membawa kembali janjimu yang membuatku semakin enggan melupakan bahkan melepaskanmu. Dan sekarang... apa... KAU TEGA MENGHIANATI DAN MENGINGKARI JANJIMU ITU PADAKU!!!". Isak tangisan yang semakin mendalam membuat sang gadis semakin tak karuan. Rambut yang berantakan, badan yang basah terkena guyuran air hujan dan riasan yang kacau semakin membuatnya seperti orang kesetanan di malam itu.
.
.
.
.
.
Mobil hitam milik sang gadis telah memasuki mansion yang berada di puncak bukit terpencil. Dengan pandangan kosong dan penuh kehampaan sang gadis memasuki mansion miliknya dan menjatuhkan dirinya ke kursi ruang tamu. "Loh, non kenapa? Ada apa? Bagaimana bisa non kacau seperti ini? Non Ailine tidak apa-apa?". Merasa terpanggil pun, sang gadis menoleh dan tersenyum tipis kepada bibi nya dan menjawab dengan halus pertanyaan yang dilontarkan padanya. "Tak apa bi, hanya sedikit masalah saja. Saya Lelah, minta tolong antarkan susu putih hangat ke kamar atas saya nanti ya?". Pinta sang gadis dengan lembut kepada bi ira, bibi kesayangan dan yang menjadi ibu ke dua baginya. "Baiklah, huft... kalau kamu ada apa-apa jangan sungkan cerita ke bi ira ya?". Bi ira menghela nafas berat dengan melihat khawatir sang gadis didepannya. "iya bi, terimakasih banyak. Bi ira juga jangan lupa obatnya, setelah itu istirahat. Jangan selalu kecapekan, nanti bisa kumat sakitnya". Di sela hancurnya, sang gadis tetap memberikan perhatian singkat kepada siapapun yang menemaninya di mansion miliknya sendiri. Terutama pada bi ira yang telah merawarnya sejak ia kecil.
Ailine mulai memasuki kamar yang bernuansa putih bersih nan luas miliknya. Ia mulai memasuki kamar mandi untuk membersihkan badannya yang tak karuan tadi.
20 menit kemudian.....
Kaos biru dan celana putih pendek, rambut hitam lembut miliknya yang terkuncir kuda membuat kesan simple yang menarik untuk gadis itu kenakan. Dengan membawa secangkir susu putih panas miliknya, sang gadis berjalan ke arah jendela besar di kamarnya yang dapat dengan langsung melihat pemandangan pantai di bawah dan langit hitam di atas. Ailine mendudukan dirinya di atas jendela tersebut dan dengan tatapan kosongnya pun ia mulai mengatakan apa yang terlintas dibenaknya secara tegas. "Sudah sekian lamanya diriku menunggumu dan menunggu janji yang kau bawa dengan sabar. Dan kau menghancurkan segalanya dengan kebohonganmu dan menutup kesalahanmu dengan kalimat busuk milikmu itu".
FLASHBACK :
"Tunggu aku kembali Ailine, aku akan melamarmu 10 tahun kedepan nanti. Aku akan berjanji padamu. sudah, jangan lagi menangis lagi. Aku mengikuti perintah ayahku dan membujuknya agar memberi surat lamaran langsung untukmu jika sudah kembali. Aku hanya pergi sebentar, jaga hatimu disana. Aku ingin melihatmu kembali dengan sosok yang aku kenal nantinya. Aku pamit Ailine, tunggu aku". Seorang lelaki berumur 16 tahun lebih tua dari sosok gadis yang ia bawakan janjinya kini beranjak pergi mengikuti langkah ayahnya menuju mobil miliknya. Dengan berat hati, sang lelaki membalikkan badannya dan memberi ucapan selamat tinggal dengan mengangkat tangannya ke atas.
KAMU SEDANG MEMBACA
Maybe You?
RomanceSeorang gadis yang ditinggalkan keluarganya dan hanya mendapat janji manis dari mantan sahabat yang akan menikahinya. Ia tinggal sendiri dengan seorang asisten rumah tangga yang telah dianggap seperti ibunya dan yang merawatnya sedari kecil. Hidup d...