Suara tangis itu membuat Genta menunduk dalam-dalam, melihat tubuh Gandi yang terbujur di brankar rumah sakit membuat hatinya nyeri, terlebih menatap punggung perempuan yang di balut kemeja putih dan rok span navy itu, satu air matanya meleleh begitu saja.
"Kak Rea, Udah ya? Abang pasti sembuh, kak." Andrea menggeleng tegas, ia masih memeluk tubuh Gandi yang tidak bergerak.
"Gan, please bangun! Dengerin aku sekali aja, aku disini Gan, kamu denger aku'kan? Aku mohon bangun." Sudah lewat seminggu sejak kejadian kecelakaan itu, namun pertanda baik belum juga menghampiri Gandi.
"Kak, mending kakak pulang dulu, ya? Kak Rea pasti capek pulang ngantor langsung kesini." Genta menarik perlahan tangan perempuan itu, membuat Andrea mengusap wajahnya pilu.
"Jagain Gandi ya Gen, aku pulang dulu. Nanti malem mungkin aku kesini lagi." Genta tersenyum tipis dan mengangguk patuh.
Selepas kepergian Andrea, Genta menatap nanar pada sosok yang mendampingi hidupnya selama ini, "Abang harus sadar, banyak orang yang nunggu abang bangun disini." Genta mengusap perlahan tangan Gandi yang berbalut infus, menggenggam erat tangan kekar berotot itu dengan senyum tipis.
"Gen." Suara lirih itu membuat Genta menoleh, menatap dengan seulas senyum tipis dan melambai menyuruh si pemanggil untuk masuk.
"Duduk sini Ma, kuliah lo udah kelar?" Hema mengangguk tipis, ia mendudukan diri dikursi sambil memandang Gandi sendu.
"Apa kata dokter Gen?" Tanyanya, Genta menghela nafasnya pasrah.
"Gak ada perkembangan, setelah di CT SCAN kemarin, katanya ada keretakan ditulang kepala, dampak buruknya Abang bisa amnesia." Hema memejamkan matanya, otaknya berpikir keras dan merasa bahwa hidupnya kini tragis.
"Kaki Abang juga cedera parah, tapi nggak permanen. Kata dokter, waktu Abang sembuh nanti diusahakan buat jangan setres terhadap hal-hal yang nggak mengenakan. Hem?" Hema menoleh, menaikkan alisnya heran pada Genta.
"Lo penerima beasiswa full semester'kan? Gue denger kabarnya lo bahkan dapet beasiswa ke Rusia secara bersih?" Hema menegang, dari mana Genta tahu pembicaraan yang barusan sekali Dosennya ungkapkan padanya?
"Dari bang Naren, dia juga'kan dapet beasiswa S3 disana." Hema mengangguk tipis, dari dosen muda IP itu rupanya.
"Kenapa memangnya?" Tanya Hema, Genta menggaruk tenguknya sebentar.
"Lo mau ambil S2 nya kapan?" Hema menimang-nimang sejenak.
"Nggak tau, gue dikasih waktu rehat S1 sih setahun sebelum lanjut S2. Tapi gue juga harus mikir ulang, keluarga gue bukan orang mampu Gen. Gue kuliah buat bisa dapet kerja, kalo kelar S1 gue masih harus kuliah lagi, beban orang tua gue nanti gak bisa gue tanggung juga." Genta terkekeh, mengusap bahu Hema sejenak.
"Gue... punya penawaran buat lo, mau?" Hema mengerut, menatap Genta heran.
"Sampe Abang sadar dan bisa balik ke perusahaan, tolong lo yang handle sementara bisa?" Mata Hema membola, dirinya mengerjap menatap Genta yang nampak sudah kelimpungan.
"SosialMath dapet rating aplikasi buruk karena salah satu tutor nyeleneh sama kerjanya, terus lembar-lembar soal ujian nasional beberapa ada yang bocor, Abang dapet surat cinta dari pemerintah, belum lagi masih banyak pelanggan SosialMath yang setia nungguin cuti meet teacher beberapa waktu, orang tua mereka sempet komplain." Genta menjelaskan, dirinya menghela nafas berat.
"Complicated banget Hem, maybe lo bisa kasih sedikit bantuan buat bantu handle beberapa tugas yang ada disistim pelajaran? Santai aja, cangkupannya sebatas anak SD-SMA kok. Lo gak akan sekelimpungan itu'kan?" Hema masih saja diam, ia merasakan keputusan yang berat.
"Kenapa gak asisten Pak Gandi yang lain?" Genta menggeleng.
"Gue gak percaya, semua hal hal yang barusan gue sebutin, udah pasti dalangnya orang dalem. Soal ujian itu berkas rahasia, bahkan beberapa ada yang sengaja bang Gandi bawa pulang biar aman." Hema merenung lagi, matanya menatap pada Genta.
"Lo? Gimana? Kenapa gak lo aja?" Genta jelas menggeleng.
"Kalo Abang pinter banget, gue kebalikkannya." Hema lansung melipat bibirnya, menahan semburan tawa.
"Gak usah ketawa lo kampret." Hema lantas terkekeh kecil, matanya menatap lagi pada Gandi lalu menghembuskan nafas kasar.
"Demi Pak Gandi, gue siap!" Genta tersenyum puas, ia menepuk kepala Hema bangga.
"Good job kakak ipar!"
---
Gadis dengan balutan kemeja kotak kotak yang tidak dikancing yang menunjukkan kaos hitam ditubuhnya itu memandang gedung tinggi didepannya dengan ragu, disebelahnya berdiri laki laki yang merangkul dirinya, mencoba membuatnya percaya diri.
"Ayo!" Ajaknya, menyeret Hema masuk kedalam.
Ternyata, tidak hanya Gandi saja yang diberi sanjungan hormat, namun Genta juga di beri tundukkan oleh para karyawan disini.
"Mbak Ara!" Teguran Genta membuat sekertaris Gandi mendongak, menampakkan senyum jumawa pada adik atasannya itu.
"Eh Genta, masuk aja ruangannya udah Mbak bereskan kok." Berbeda pada saat Hema datang pertama kali, wajah Niara nampak ramah saat menatapnya sekarang, bahkan wanita itu menunduk saat Genta dan dirinya melewati meja kebesaran wanita itu.
"Ini beberapa tutor yang nyeleneh. Mereka masih punya kontrak yang disetujui firma hukum. Makanya Bang Gandi gak bisa pecat seenak jidat." Genta menyodorkan sebuah map snail pada Hema, gadis itu menatap kertas kertas yang dilaminating dengan seksama.
"Ini surat cinta dari pemerintah, soal try out SD, soal ujian Bahasa, Pengetahuan Sosial, Matematika SMP, sama beberapa lembaran soal ujian SMA. Semuanya bocor, tolong diusut akarnya." Genta menyerahkan amplop putih kehadapan Hema, lalu menyerahkan sebuah flashdick yang membuat kening gadis itu berkerut.
"Beberapa oknum yang gue sama Mbak Ara curigain." Hema membolakan matanya dan mengangguk paham.
"Masalah meet teacher itu santai, nanti Mbak Ara bisa bikin konfrensi pres sama lo." Hema menaikkan alisnya tak paham.
"Kenapa gue? Lo aja sana, secara lo itu adeknya yang punya SosialMath." Genta berdecak mengetuk kening Hema dengan bolpoin.
"Lo yang bakalan gantiin tugas Abang gue, bego. Ya lo yang harus meyakinkan, bikin diri lo menarik biar orang-orang gak kabur dari aplikasi bang Gandi." Hema berdecak, dirinya tertarik pada wajah wajah para mentor pengajar yang seneweng dengan tugasnya.
"Mentor pelajaran apa aja ini?" Tanyanya, disini hanya ada gambar wajah orang-orang itu dan sedikit data diri, lalu yang paling terakhir ada perjanjian kontarknya, tidak ada tanda mereka dari bagian apa.
"Ini, Putra Gunawan Sanjaya. Dia ada dibidang Sosial seluruh tingkatan. Ini Fennisia Aurelan, Bahasa Inggris SD. Dotri Mahageri, Matematika SMA. Junior Harsja, Pengetahuan Alam SMP." Genta menipiskan bibirnya sejenak.
"Selain nyeleneh sama tugas, mereka dikenal gak mau kalah. Apa lagi sama karyawan kecil yang bukan tutor. Lo harus hati hati." Hema mengangguk tipis.
"Gue rasa, gue mau jadi karyawan kecil itu deh Gen." Genta menaikkan alisnya.
"Gak usah, disini aja." Hema menggeleng.
Senyuman Hema membuat Genta heran, "Gue punya rencana bikin mereka resign tanpa perusahaan pecat mereka." Hema menoleh menatap Genta sambil menaik nurunkan alisnya.
"Terserah lo deh."
----
WHAHAHAHAHHAHAHAHAHA
PERJALANAN BARU DIMULAI GUYS BAHAHAHHA TOLONG TETAP STAY TUNEEE, JANGAN LUPA SHARE JUGA CERITA INI
NANTI AKU MUNGKIN BAKALAN BIKIN ALUR YANG RILEKS BUT KOMPLEKS JADI POKOKNYA STAYTUNE
JANGAN LUPA VOTE KOMEN BIAR DAPET ABWANG GENTA TAMFANN😋😋🙏🏻
KAMU SEDANG MEMBACA
Future
Чиклит(17+/18+) Penulis itu menciptakan alurnya, berbaur dengan pembacanya dan menikmati karir yang tengah ia raih. Sama seperti Hema, perempuan cantik yang merangkap menjadi Mahasiswi dan penulis itu sangat amat menggandrungi alurnya sebagai penulis. Nam...