Forty Seven

746 68 2
                                    

Aku dan Niall melewati makan malam kami dengan penuh suka cita. Niall tidak henti-hentinya menggenggam tanganku, seperti takut aku meninggalkannya. Ia juga selalu membuatku tertawa karena gurauannya. Ia terlihat amat bahagia dengan kami berdua yang, ehem, kembali bersama.

Ya, aku juga senang. Mengetahui Niall merelakan segalanya demi kebahagiaanku. Merelakanku dengan Harry agar aku bahagia, padahal statusnya aku masih dengan Niall. Niall juga selalu baik padaku, walaupun terkadang aku dan Harry berpacaran di hadapannya, he didn't make any deal about that.

Aku memperhatikan Niall. Mulai dari rambutnya yang sepertinya ia memakai gel atau sesuatu yang merapikan rambutnya. Lalu wanginya yang enak itu, seperti wangi mint, atau vanila. Aku memang bodoh dalam masalah membedakan wangi. Lalu turun ke wajahnya. Aku memperhatikan mata birunya yang jernih itu, hidung mancungnya, pipinya yang memerah setiap ia tertawa, lalu senyumnya yang tidak henti-henti ia lakukan. Lalu...

"Kau kenapa?" Niall memergokiku saat memperhatikannya. Pipiku memerah, terlebih saat ia mengedipkan sebelah matanya padaku. "Aku tahu aku tampan, tenang,"

Aku tersenyum mendengar kepercayaan dirinya yang amat tinggi itu. Walaupun memang benar.

"Kau dari tadi tersenyum terus. Tidak mau nambah? Ada eskrim, lalu coklat, sebut saja," Niall menunjukkan menunya padaku. Aku menggeleng. "Aku saja ingin nambah,"

"Yasudah, aku kan tidak lapar,"

"Kalau kau tidak makan nanti akan semakin kurus dan nanti aku akan disalahkan karena seperti tidak menyuruh kekasihku makan," ia menyilangkan tangannya didepan dadanya, berpura-pura mengambek karena aku tidak mau makan. Memang sedari tadi makanan di depanku hanya kusentuh sedikit. Berada dengan Niall sudah cukup membuatku kenyang.

"Siapa coba yang mau menyalahkanmu," aku tertawa.

"Aku suapi ya sini," Ia mengambil sendok makanku lalu menyodorkannya ke mulutku. Aku menutup mulutku sambil tertawa karena tingkahnya yang lucu.

Tawa kami berdua tidak berlalu begitu lama, karena Niall seketika diam saat melihat seseorang dibelakangku. Aku tidak menyadarinya, lalu saat aku menyadarinya, aku menengok ke belakang, dan ya.

Pantas saja Niall diam.

"Niall!" Ia melewatiku lalu merangkul Niall. "Oh hey, Luna. Aku tidak melihatmu," ia tersenyum, berkata sarkastik.

Aku tersenyum palsu, lalu Niall terlihat melepaskan rangkulannya. Niall melihat ke arahku seperti meminta tolong, disaat aku sudah menatapnya dan andai tatapan dapat membunuh, ia sudah kejang-kejang sedari tadi.

"Maaf, Barbara, tapi aku sudah memiliki kekasih," Niall menggenggam tanganku, tidak mempedulikan rangkulan Barbara.

"Aku hanya merangkulmu, tidak ingin tidur denganmu," ia tertawa. "Jadi kalian kembali bersama? Kupikir kau dengan Harry," nada suaranya berubah drastis.

"Statusku tidak pernah berganti dari kekasih Niall. Dan terima kasih sudah bertanya," aku mencoba tersenyum semanis mungkin, mencoba membuatnya jengkel.

"Niall, kau yakin kau mau kembali dengannya? Maksudku, yaa.. Harry kan tidak pernah tahan dengan wanita. Bagaimana kalau mereka pernah... tidur bersama?"

Rahangku menegang, mukaku memerah. Aku bisa melihat wajah Niall menegang dan bersiap menonjok Barbara. Untung dia perempuan, jadi Niall tidak akan menyakitinya. Tapi tidak berarti aku tidak akan menampar pipi mulusnya itu kan?

"Maaf?" Tanyaku, kali ini aku berdiri dari bangkuku.

"Well, aku tahu kau mendengarnya. Niall kan kasihan kalau ia bersama dengan bekas Harry," nadanya menyindir dan karena aku tidak tahan, aku menamparnya. Tanganku tepat menyentuh pipi putih nan mulusnya, membuatnya teriak dan seluruh mata memandang kami.

"Jaga ucapanmu! Aku tidak pernah tidur dengan siapapun, begitupun dengan Harry atau Niall!" Aku menahan tangisku, lalu Niall langsung memelukku.

"Ayo pergi. Dan terima kasih Barbara atas kedatanganmu," Niall berkata dengan nada sarkasmenya dan mengajakku kembali ke mobil. Aku menangis selama di mobil, dan Niall tidak menjalankannya. Ia terus mengusap punggungku agar aku tidak terus menangis.

"Niall, kau tahu itu tidak benar kan? Aku.. aku tidak pernah..." aku sesenggukan mengatakannya.

"Shhh, baby. Ya, ya. Aku tahu. Aku juga tidak akan mendengar ucapannya yang amat tidak masuk akal. Shh, jangan menangis lagi, Sayang. Kau tahu aku tidak tahan melihat wanita menangis," Ia mencium keningku dan terus menggenggam tanganku. "Jangan menangis ya, kau lebih cantik kalau tidak menangis," Ia mengangkat wajahku, lalu mengusap air mata di pipiku. Aku tersenyum padanya, dan ia membalas senyumanku.

"Ia.. bagaimana ia bisa ada di sini?" Aku berpikir. Kenapa tepat sekali ia juga ada di Irlandia?

"Aku jujur aku tidak tahu, Sayang. Kau tahu aku tidak mungkin memberitahunya untuk menghancurkan kencan kita kan?"

Benar juga.

"Sudah ya, jangan menangis," Niall mulai menyalakan mobil dan mengemudi menuju rumah Maura dan Chris.

Seketika mengingat pertanyaan tentang tidur, aku jadi ingin tahu sesuatu.

"Niall?"

"Ya, baby?"

"Maukah kau menjawab jujur satu pertanyaanku?" Aku menggigit jariku. Rahang Niall menegang dan ia mengangguk pelan.

"Anything,"

"Apa.. apa kau pernah.. tidur dengan.. Barbara?"

Rahang Niall terbuka lebar dan ia hampir kehilangan kendali saat menyupir. Aku takut ia tidak mau menjawabnya atau akan menjawab bohong. Dan setelah beberapa detik aku menunggu, ia akhirnya menjawab dengan jawaban yang cukup mengagetkan.

"Ya,"

~~~~~~~~~
Hey hoy!

It's a longggg holiday and I spend so much time to write my books in here or h4rrylove (check my book there too) and please appreciate it by vote and comment!!

And check my new fanfic Genevieve it's about Harry and I have feelings that it will be a good book and I need your opinions so vomments on there??

Ilyily❤

Somebody to Love {Niall Horan}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang