BAB 1: KUPU-KUPU

12 2 0
                                    

Benar-benar gawat, Putri tidak bisa terlambat atau dia akan melewatkan kelas pagi ini. Sebenarnya dia ingin protes ke Ketua Prodi Jurusan terkait jam kuliah yang sangat pagi, jam 7! Bahkan dulu saat SMA dia juga masuk jam 7. Berharap kuliah akan mengubah jam masuk pagi itu, tapi ternyata sama saja.

Tidak ada sarapan di kamus Putri, pokoknya asal minum air putih tubuhnya siap memulai aktivitas seharian. Tak sarapan memang tak baik bagi metabolisme tubuh, tapia pa boleh buat, Putri akan mual kalau sarapan.

Jangan tanyakan Putri mandi atau tidak. Sudah pasti dia melewatkan rutinitas pagi itu. Bahkan dia hanya memakai baju yang tergantung di balik pintu kamarnya. Kalau saja ada Ayu, sahabatnya, pasti Putri tak luput dari ceramahannya. Untung saja Putri kost sendiri.

Putri berkaca, penampilannya sudah oke, tapi dia belum make up sama sekali. Kacau kalau sampai anak se-jurusan atau se-fakultas tahu kalau perempuan yang dijuluki sebagai gabungan dari Dewi Hera dan Dewi Aphrodite tampil dengan muka polosnya. Ya meskipun lebih natural seperti itu, jujur Putri kurang percaya diri tanpa make up.

Untuk itulah dia meraih masker yang hanya tersisa satu di box. Putri melihat kamarnya sekilas, lebih pantas disebut gudang daripada kamar. Semuanya ada, lengkap dan berantakan. Mereka semua yang mengira Putri sangat rapi akan pingsan jika tahu seperti apa gadis itu yang sesungguhnya. Putri sangat percaya bahwa jangan menilai orang hanya dari luarnya saja. Kalau tahu dalamnya, nanti bisa kaget.

Pintu kamar itu akhirnya terkunci rapat setelah pemilihan sepatu apa yang cocok dengan penampilannya saat ini.

Ketika sampai di tangga, berhubung kamarnya ada di lantai dua, Putri mengendap-endap. Bisa gawat kalau ibu kos sampai mendengar langkah sepatunya. Di bawah sana sudah tertulis jelas di depan pagar bahwa dilarang memakai sepatu ke dalam kost, kecuali sendal lantai baru diperbolehkan.

"Huft." Putri menghela napas lega. Ibu kos terpantau tidak ada di tempatnya. Sekarang dia bisa mengambil langkah seribu untuk pergi ke kampus.

Jarak kampus dengan kost memang tidak jauh, bisa ditempuh dengan jalan kaki, tapi Putri akan benar-benar terlambat jika dia jalan kaki. Dia berpikir untuk mencari ojek saja yang kecepatan mengemudinya bisa meningkat cepat kalau sang penumpang mengizinkan ngebut.

Putri belari dari kost, melewati gang yang di samping jalan terdapat kuburan itu, baru sampai di jalan raya. Kost yang dia tempati tidak horror sama sekali, tapi saat melewati gang sendirian di malam hari, terasa sedikit mencekam.

Sebuah sepeda motor berhenti tepat di depan Putri ketika perempuan itu sampai di mulut gang.

"Buruan naik, keburu telat."

Tanpa basa-basi pun Putri sudah naik ke atas motor. Tak lupa dia memegangi rambutnya agar tidak berantakan terkena angin. Selain diperlukan otak untuk berpikir, menjaga penampilan juga sangat penting untuknya.

Dari jarak lima puluh meter Putri bisa melihat lampu lalu lintas berubah merah. Ah, momen yang tidak tepat sama sekali.

"Eh, eh lo mau ngapain!" Putri menepuk keras pundak orang yang memboncengnya. "Ada polisi berabe nanti!"

"Tenang, aman jam segini."

Dan benar saja, polisi yang biasanya ada di perempatan jalan, pagi itu tidak ada di sana. Apakah Putri beruntung? Belum sampai dia bisa menyalip mobil dosen yang sangat ia hafal yang kini ada di depan mereka.

"Buruan Nang Selip!"

Dengan semangat empat lima motor mereke menyelip gesit. Masuk ke lingkungan kampus yang ramai dengan mahasiswa baik bersepeda atau jalan kaki. Barulah saat itu kecepatan motor turun. Ada satpam kampus yang patrol, jika sampai kecepatan sepeda mereka di atas rata-rata, bisa-bisa mereka dapat surat peringatan.

Jatuh SukaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang