"Tak apa, suster. Saya baik-baik saja. Jikalau saya lepas tangan ini, nanti dia histeris lagi. Tak apa."
Itu adalah hal yang Alea Saerom Permadani ucapkan, untuk membalas bagaimana datangnya suster ketiga untuk kali ketujuh, yang mencoba menanyakan keadaannya di saat dirinya merasa sudah lebih baik. Walau menggunakan kursi roda karena terlalu lemas, juga agar bisa menyatukannya dengan tiang infus miliknya—sudah sepasang, selama dirinya tak mau berada di ruangannya sendiri. Dikarenakan, Saerom tahu, hal ini yang bisa dilakukannya, setelah tahu bahwa sejak datangnya sosok yang sempat pingsan beberapa menit tersebut, kembali untuk menjerit histeris ataupun menangis tak terkendali. Bahkan, terlihat sangat kelelahan, karena tangisannya.
Adalah sosok yang tengah ia genggam tangannya, terbaring di atas kasurnya, dengan lemah, setelah menghabiskan waktu berjam-jam seperti gila. Bahkan menanyakan kondisi sang kakak, ketakutan bahwa kakak setengah darahnya akan pergi meninggalkannya, seperti bagaimana kakak pertamanya pergi.
Nagyung Cecilia Prananto, yang akhirnya bisa tenang, setelah Saerom tiba di sana.
Walau butuh waktu juga untuk Saerom melakukannya, tetapi pada akhirnya, Nagyung bisa menjadi lebih tenang, untuk dirinya tidur. Untuk dirinya pergi jauh ke alam mimpi agar bisa menjauhkan pikiran sejenak dari kenyataan.
Di mana Saerom, sebagai seorang manajer, selemah apapun keadaannya, harus tahu apa yang terjadi. Sedangkan yang terjadi benar-benar di luar dugaannya.
Bukan hanya karena banyak pihak meminta pengembalian barang dan dana, karena ingin menarik diri dari kerjasama. Juga pihak manajer sebelah, yang baru saja kemarin malam bicara dengannya mengenai kelanjutan gimmick yang akan dilakukan. Juga tautan-tautan yang dikirim padanya untuk meminta konfirmasi akan keadaan yang terjadi sebenarnya.
Sejujurnya, Saerom tak tahu.
Satu yang Saerom hanya bisa lakukan adalah, menunggu. Hanya Nagyung yang tahu, dan Saerom, takkan pernah memaksanya. Saerom tahu, Nagyung akan bicara padanya, mengenai semua hal. Jadi, Saerom hanya perlu memberikannya ketenangan lebih dahulu, selagi dirinya juga terkejut setelah tahu bahwa Hongjoong pun terluka.
Entah mengapa, karena dari berita yang Saerom temui dan baca, rasanya tak mungkin. Hongjoong yang menemuinya semalam, dalam keadaan basah kuyup dan baik-baik saja walau lengannya berdarah.
Tak mungkin... sampai tak sadarkan diri seperti yang terdengar, bukan?
Jatuh dari ketinggian sepuluh meter...?
Jika jatuh ke dalam kolam renang, itu memungkinkan, toh dirinya basah kuyup. Namun selebihnya, tak terlihat apapun. Jadi walau Saerom sudah tahu sebagian, dirinya masih tetap perlu konfirmasi lebih lanjut.
Begitu sang suster keluar dari ruangan, sosok lain masuk ke dalam sana. Saerom hendak berdiri melihatnya, tetapi, Ibu kandung Hongjoong itu menahannya sembari tersenyum.
Ada jejak air mata di wajahnya.
Ah... sejak kedatangan awalnya, beliau memang menangis. Tentu saja, dikarenakan kedua anaknya, berada di rumah sakit sekaligus.
"Sayang, kamu mau hubungi orang tuamu?"
Ditanya seperti itu, Saerom tersenyum tipis. Melihat Jihyun mendekat dan berhenti untuk mengusap bahunya. "Orang tua saya ada di Kanada. Saya di sini sendirian. Jadi, keluarga yang saya punya, memang adik saya ini."
Jihyun tampak terharu, sampai usapannya naik ke kepala. "Terima kasih, ya, telah menjaga Nagyung."
"Bukan masalah, Tante." Saerom melirik sekilas pada Nagyung yang masih terlelap. "Adanya Nagyung mengobati rindu saya pada adik saya."
KAMU SEDANG MEMBACA
✔️ OCTAGON 3: THE INNER CIRCLE PT. 1
FanficTHE FINAL OF THE TRILOGY. Starts : April 1st, 2023