"Aku kembali dipaksa berdiri sendiri, lagi; Yah?"
🎬
"Iya, ayah janji kalau adek berhasil masuk tiga besar kayak tahun lalu." Hangatnya senyuman yang muncul di raut paruh baya itu.
"Terimakasih ayah! Adek bakal tambah giat belajar," semangat si bungsu itu terbakar akan jawaban sang ayah.
"Abang juga mau beli motor baru yahh, masa cuma adek."
Sang ayah kembali tersenyum; melihat protes si sulung yang baru saja turun dari kamarnya.
"Sini Abang duduk." Tunjuknya di bagian kosong sampingnya.
Si sulung menuruti. Duduk dengan raga setengah sadar dari alam mimpi tepat di samping sang ayah.
"Besok kita pergi cari motor yang Abang mau, sekalian adek boleh ikut kalau mau lihat-lihat dulu," ujaran hangat kembali mengudara dengan usapan hangat di kedua surai putra-putranya.
TOS..
Si bungsu bahagia dengan senyumannya, berikut si sulung dengan rasa puasnya. Ayahnya memang yang terbaik.
"Lho..lhoo...lhooo... Bunda ketinggalan apa ini?" Serobot wanita cantik yang muncul dengan nampan ditangannya berhasil kembali memecah tawa di ruang keluarga itu.
"Ini bundaa.... Ayah mau ngajak Abang sama aku buat beli motor besok!" Cerita si bungsu menjawab.
"Bunda ngga diajak nih?" Goda sang bunda yang diangguki guyon sang suami.
"Iya iyaaa bunda... besok kita pergi berempa-"
"ASSALAMUALAIKUM, OM TANTE.. Bara mau numpang kamar kecil bentar, makasih!"
Seloroh tak ber-etika dari pemuda yang berlalu masuk itu mengalihkan pandangan empat pasang netra di sana. Semuanya menghela nafas maklum. Tuman.
"Ck...ckk.... kak Bara emang bar-bar banget," decak si bungsu melihat kebiasaan teman sang kakak keduany-
"Assalamualaikum, Jean pulang."
Si tengah datang. Tepat lima menit sebelum magrib berkumandang.
"Waalaikumsalam."
Pemuda seragam abu-abu yang baru hadir itu setia berdiri di depan pintu sembari melepas sepatunya.
"Makasih yaa Om, Tante, Bara mau pulang dulu hehehe..." Cengir Bara yang tuntas melaksanakan panggilan alamnya tadi.
"Iya, hati-hati di jalan yaa nak."
"Siap laksanakan Tante!" Pemuda itu kembali berlalu dan menuju pintu keluar menimbulkan tawa kecil di sudut bibir wanita paruh baya itu.
"Rombongan Cemara mau beli motor nih besok pagi," bisikan itu Bara sempatkan di telinga sahabatnya yang baru saja selesai dengan aktivitas menata sepatunya.
Delikkan tajam menyambutnya.
"Mau ikut Lo?" Tepat setelah desisan itu balik Jean bisikkan; suara langkah kaki terburu-buru Bara membuat kegaduhan di teras.
"Jean setan." Umpat Bara menge-gas santer sepeda motornya. Temanya memang menyeramkan.
"Ayah, Jean boleh bicara?" Buka Jean melangkah mendekati sang Ayah.
"Duduk."
Jean menurut. Duduk di bangku kecil sudut meja kayu disana. Sofa terlalu sempit jika ia ikut bergabung.
"Bicara." Intrupsi sang ayah melihat sang putra yang tak kunjung membuka mulutnya.
"Handphone Jean rusak Yah, tadi jatuh habis presentas-"
"Jadi kamu mau minta beli baru, gitu?" Sela sang Bunda seolah menyimpulkan.
"Iy-"
"Kamu udah punya uang berapa? Tabungan hadiah olimpiade kamu masih ada juga kan? Nanti kalau kurang baru bilang Ayah, " Bordir sang ayah menatap anak tengahnya.
Jean kosong. Harusnya ia tak terkejut. Pikirannya sejak awal memang menyuruhnya tak usah berharap, tapi hatinya mengajaknya mencoba dulu.
Hasilnya sama, seperti biasa. Ia harus berdiri sendiri.
"Tapi Yah, rencananya uang itu mau Jean buat bayar SPP bulan in-"
"Ya terserah kamu, penting bayar SPP nya atau beli hpnya? Ayah udah kasih kamu keringanan. Toh, tanggat bayar SPP juga masih akhir bulan. Kamu masih punya waktu buat nabung Jean." Acuh sang ayah menatap malas anaknya.
"Tapi yah, tadi Jean denger Abang sama Ade-"
"Kamu nguping?" Sentak sang ayah menatap Jean nyalang.
Semua diam. Seperti biasa. Jean sendiri.
Lelah. Setiap kalimat yang ingin ia ucapkan tak pernah rampung sampai ujung. Bahkan mendengar percakapan keluarganya sendiri pun seakan membuatnya seperti pendosa besar.
Jean bangkit, ia ingin istirahat saja. Percuma kembali bersuara mencari pembelaan. Dia salah, selalu salah.
"Jean mau keatas." Pamitnya berbalik meninggalkan rombongan Cemara yang tanpa repot menjawab ucapannya.
"Besok tetap jadi beli kan, Yah?" Was-was si sulung meminta kepastian kembali.
Kejadian barusan berhasil merusak harmoni damai di penghujung sore tadi.
"Iya dong, besok kita berangkat pagi-pagi. Sekalian siang nya kita bisa sekalian mampir ke........"
"Cemara tai."
Bug..
Pintu kamar ber-cat coklat itu ditutup. Dipangkas dengan umpatan sang pemilik sebelum masuk. Sekaligus pangkas dari gelora bahagia di ruang keluarga bawah sana. Bukan porsinya di sana, tak ada bagiannya di sana. Sekat memang tergambar jelas untuknya.
[31/04/23]
see u; Jeandra Gutama.
KAMU SEDANG MEMBACA
Between
Teen FictionSama mereka sakit, tapi ngga sama mereka pasti lebih saki- Apa iya?