"Kakak? Adek?"
🎬
"Kak.."
"Kak..."
"Kak Jean!" Sentak si bungsu menyerah memanggil sang kakak yang sibuk dengan dunianya sendiri menghadap meja belajar.
Tenang, tak pernah terkejut. Jean bergeming.
"Kak Jean, adek mau ngomong ish." Dumel suara sebal itu diiringi langkah kaki mendekat.
Tanpa ada buku dibuka, maupun kertas dibaca. Kosong. Kakaknya satu ini memang hobi melamun.
Si Tengah menoleh pelan, Jenar. Adik satu-satunya itu kembali menapaki kamar yang tak pernah ia kunci. Ia tak butuh privas-, engga; biar kalau ada yang mencarinya bisa langsung masuk tanpa kesulitan mengetuk. Hebat bukan?
Gutama memang punya aturan sendiri yang mempu menata hidupnya.
"Ada apa?" Jean bertanya membuka.
Si bungsu merebahkan diri di kasur sang pemilik kamar. Empuk dan wangi.
"Kakak, adek boleh tanya sesuatu?"
"Hm," saut Jean seadanya.
"Gimana rasanya jadi anak pintar? Pasti enak ya kak bisa ngerjain sesuatu tanpa ngrepotin orang lain? bisa dapet nilai bagus tanpa masuk les, apa lagi bisa ngapa-ngapain sendiri. Pasti seneng banget yaa kak udah ngerasain pencapaian sendiri di usia kak sekarang?" Pertanyaan itu si bungsu ucapkan dengan penuh tatapan damba. Ia kagum. Sungguh, figur yang mampu membuatnya iri bukan kepalang.
"Di usia kakak sekarang?" Jean menatap lurus tempat si bungsu berbaring; bertanya retoris pada dirinya sendiri.
"Hm, kakak hebat banget tau!" Pujian itu kembali melayang.
Yang dipuji tetap diam di tempat. Tak meninggalkan rasa apapun di hati Jean.
"Sekarang mau apa?" Tandas Jean yang mengakhiri sesi basa-basi sang adik. Muak.
"Hehehe, kakak tau aja." Cengir Jenar bangkit dari berbaringnya. "Jenar boleh minta tolong kakak engga buat tugas cerpen adek? Kalau nunggu les-an adek, ngga sempet kak keburu dikumpulin."
"Bang jov?"
"Bang Jovan mah bilangnya sibuk kuliah mulu, sebel aku nya," Jenar kembali berdecak sebal mengingat alasan kakak tertuanya selalu menolaknya.
Telinga Jean harus setia menerima maklum. Ia harus sedia menampung. Itu tugasnya.
"Kapan?"
"Yey! Jadi kakak mau bantu adek?" Girang Jenar terlampau semangat mengguncang bahu sang kakak.
Jean mengangguk, menepis halus guncangan di badannya. "Iya."
"Besok sore yaa kak! Tunggu adek pulang, adek mau pergi dulu paginya."
"Sore?" Beo Jean memancing.
"Iya, adek ada keperluan bareng Abang sama ayah dulu," Jenar berdiri canggung menatap Jean.
Ia lupa, bahagianya seharunya tak ia tunjukkan berlebihan.
"Bunda juga ikut?"
Mematung. Jenar ingin kabur saat ini.
"Jenar?"
"Iya."
"Oh." Jean menjawab acuh, "sore jam 5."
"M-makasih ya kak," canggung Jenar tak tau lagi harus bersikap seperti apa.
"Hm."
Hening. Atmosfer ini mampu membuat sesak Jenar. Ia tak mampu.
"Y-yaudah, ini udah malem. Adek pamit tidur ya kak. Selamat malam, mimpi indah ya kak!"
Pintu ditutup tanpa menunggu jawaban si pemilik.
"Adek?"
Satu tahun agaknya terlihat jauh di mata Jenar. Sedangkan Jean? Ia juga setengah bungsu untuk menjadi alasan mendapat manja yang sama dari Cemara yang diagung-agungkan.
Oh iya, bukan porsinya disitu.
Jean ini pelupa.
[31/04/23]
see u; Jenar Gutama.
KAMU SEDANG MEMBACA
Between
Roman pour AdolescentsSama mereka sakit, tapi ngga sama mereka pasti lebih saki- Apa iya?