My Partner. Partner ....
Remaja delapan belas tertawa halus sambil menggeleng kepalanya. Ia mengingat bagaimana Jeff memperkenalkan dirinya di acara dua minggu lalu. Sebuah kata ambigu yang dapat disalah artikan.
Jeff memperkenalkan Barcode sebagai Partner bukan tanpa alasan. Orang yang tidak mengerti akan memaknainya sebagai partner kerja di industri hiburan, orang yang memahami hubungan akan memaknai itu sebagai partner kehidupan. Iya, Jeff mengatakan secara tidak langsung bahwa Barcode adalah partner dalam kehidupannya.
Bagaimana tidak Barcode mencintainya lebih dan lebih?
Memori yang dapat membuatnya tertawa sendirian itu memang telah berlalu selama dua minggu, tapi rasanya masih seperti kemarin malam. Indah, namun kenyataannya waktu berputar begitu lamban. Lebih lamban dari siput. Meski begitu lamban berjalan, Barcode tidak pernah menghitung hari sesenang ini. Selain untuk ulang tahunnya, hari kelulusan menjadi hari yang Barcode nantikan. Tapi, sekarang, semua itu tidak lebih istimewa dari hari di mana ia dan Jeff akan bertemu. Katakan saja selama dua minggu ini keduanya sibuk dengan pekerjaan masing-masing, katakan saja belum ada pekerjaan yang mengharuskan mereka bertemu, tapi jangan katakan keduanya bercerai.
Oh, Barcode membencinya lebih dari bau durian yang sangat Jeff sukai.
Jeff berkata, dia akan mampir ke lokasi syutingnya hari ini, tapi tidak tahu pasti pukul berapa dirinya akan berangkat dan tiba. Pria itu memiliki jadwal yang padat, mulai dari pemotretan, syuting konten kolaborasi, meeting klien produk endorsment, dan beberapa pekerjaan lainnya sebagai President SOS. Barcode hanya tahu pria itu akan syuting konten kolaborasi dan pemotretan untuk majalah hari ini, karena jadwal di luar entertainment industry tidak Jeff bagikan kepada publik.
Jeff bukan tidak ingin memberi tahu jadwal penuhnya kepada Barcode, tapi jika Barcode tahu jadwalnya sepadat penumpang kereta di jam kerja, pemuda itu akan merengut dan melarang Jeff datang ke lokasi syutingnya. Sedangkan Jeff, ia sudah terlalu lelah hingga butuh dirinya. Jeff ingin memeluknya erat, mengisi energi kehidupannya.
Keduanya memang masih berkirim pesan, namun terkadang pesan keduanya tak langsung saling berbalas. Barcode mengiriminya pesan di pagi hari, Jeff bisa membalasnya saat makan siang atau lewat. Pun sebaliknya. Jika mereka memiliki satu waktu lengang bersama, meski hanya lima menit, keduanya memilih untuk saling menelepon. Seperti saat ini, akhirnya pria itu membalas pesan yang sudah Barcode kirim sejak jam delapan pagi, dan kini sudah lewat jam makan siang.
Telepon?
Satu kata dengan tanda tanya itu sudah Barcode mengerti. Pria muda itu langsung menghubunginya tanpa repot untuk membalas pesan tersebut.
"Phi Je--"
Belum Barcode menyapa, Jeff di seberang sana sudah menyambar seperti petir. "Maaf na, Code. Phi harus meeting dengan klien tadi. Sekarang Phi akan ke tempat pemotretan majalah. Phi belum tahu-"
"Mr. President, hati-hati kepala."
Pria di sana menundukkan kepalanya saat akan masuk mobil. Langkah kakinya begitu tergesa hingga tidak sadar kepalanya sendiri akan terbentur.
"Oh, terima kasih," Jeff mengatakan kepada bodyguard-nya. Pria itu akhirnya bisa duduk dengan tenang di kursi penumpang, namun ia masih saja melanjutkan laju lidahnya secepat kereta. "Ah, Phi belum tahu kapan Phi bisa ke lokasi syuting kamu. Phi juga masih harus-"
"Phi Jeff." Barcode menekan suaranya dengan lembut. Jeff bisa mati kehabisan napas jika terus bicara. "Pelan-pelan na. Apa Phi Jeff sedang di luar?"
"Ah, iya. Phi baru keluar dari SOS, sedang di mobil."
Khun Venus yang duduk di sisinya bisa Barcode dengar berkata, "Makan rotinya dulu, Jeff."
KAMU SEDANG MEMBACA
The Voice | JeffBarcode [COMPLETED]
FanficMusik adalah kehidupan Jeff Satur, dan suara adalah nyawanya. Untuk meraih mimpi yang ia tanam sepuluh tahun lalu, bahkan tahun-tahun sebelumnya, Jeff harus mundur dari agensi yang menaungi karier beraktingnya. Agensi yang secara tidak langsung mela...