9. He My cousin!?

84 11 0
                                        

"Ma, Bagas pulang!"

"Gas, siap-siap ya, hari ini kita makan malam di luar. Keluarga besar kita mau berkempul."

"Tumben?"

Bagas bingung. Mereka sangat jarang melakukan acara keluarga seperti ini. Pasti karena ada sesuatu, biarkan Bagas berpikir buruk tentang pertemuan ini. Bagas segera berlari ke kamarnya, dikamarnya, sudah terdepat setelan jas berwarna hitam di letakan di atas kasur Bagas, serta dasi berwarna hitam dan topeng disampingnya. Bagas bingung, berarti ini bukan acara makan biasa, pasti ada pemimpin disana.

"Oke.. malam ini, bakal jadi malam yang panjang."

Bagas segera membersihkan diri lalu memakai setelan jas yang terletak di atas kasurnya. Pilihan ibunya selalu tidak pernah salah. Bagas berkaca, membenarkan rambutnya, memakai parfum, jam tangan, lalu memakai topengnya. Bagas melihat kaca, tampilanya sudah sempurna.

"Ma, Bagas sudah siap!"

Terlihat orang tua Bagas yang sudah siap. Martha menggunakan gaun putih panjang hingga ujung mata kaki, sepatu hak tinggi berwarna putih, serta perhiasan yang melekat ditubuhnya membuat dirinya tampak lebih bersinar. Braka yang menggunaka jas hitam dan pita kupu-kupu, serta wangi parfum yang sama dengan milik Bagas.

"Widih anak papa keren abis."

"Iya dong."

Martha segera menarik tangan suami dan anak semata wayangnya, menuju mobil. Mobil berwarna putih sudah terparkir rapih di basment hotel ini. Saat mereka turun sudah ada dua pelayan yang mendatangi mereka, menunjukan arah dimana mereka harus berkumpul. Acara ini dilaksanakan di hotel bintang lima, mewah, dan elegant. Acara makan malam di rooftop, dihiasi kolam renang, dan live music. Saat sampai di tempat, pelayan yang membawa nampan berisi minum, datang ke arah mereka.

"Silakan tuan dan nyonya."

Martha dan Braka mengambil gelas itu, lalu Bagas yang masih dibawah umur tentu tidak boleh meminum segelas wine, Bagas hanya diberi secangkir soda. Saat semua orang sibuk dengan pembicaraan masing-masing, Bagas memilih menyingkir, bersandar di tepian dan melihat indahnya malam di Jakarta. Gedung setinggi ini, Bagas bisa melihat mobil yang berlalu-lalang, lampu-lampu jalan atau yang muncul dari gedung, dan bintang-bintang yang bersinar indah. Saat Bagas sedang memandang indahnya malam di Jakarta, seseorang menepuk pundaknya.

"Hai?"

Suaranya tidak asing, bahkan bentuk tubuhnya juga tak asing diingatan Bagas. Terutama suaranya. Bagas tentu tidak bisa melihat, mereka semua yang berada di acara ini menggunakan topeng. Acara ini hanya acara yang diselenggarakan oleh pemimpin, dan hanya dihadiri oleh keluarganya. Kakek Bagas. Adiwilaga Baswara. Mereka dikenal dengan keluarga Baswara. Keluarga Baswara. Keluarga mereka adalah fashion desaigner terkenal, tak jarang busana-busana yang dibuat keluarga mereka dipakai oleh orang-orang tertentu.

"Maaf.. kamu siapa?"

"Aku sepupu kamu."

laki-laki. Bagas tau, pemilik suara ini pasti seorang laki-laki. Bagas tersenyum. Bagas mengulurkan tangan ke arah laki-laki ini, tak salah kan berkenalan dengan sepupu sendiri? Bagas sangat jarang berkumpul dengan keluarga besarnya seperti saat ini. Bagas terlalu malas, disini hanyalah ajang tidak mau kalah. Mereka semua beradu, entah tentang kesuksesan, kekayaan, atau anak siapa yang lebih baik. Mereka akan terus beradu, hingga ada yang menang.

"Gue Bagas, lo?"

Saat laki-laki itu ingin membalas uluran tangan Bagas, laki-laki paruh baya menghampiri mereka. Kakek, pemimpin. Adiwilaga Baswara.

"Cucu kakek tercinta!"

Wilaga segera berjalan menuju Bagas. Memeluk cucunya erat-erat. Laki-laki tadi melihat keakraban antara kakek dan cucu ini memutuskan untuk meninggalkan mereka berdua. Wilaga segera menarik Bagas ke meja yang penuh dengan makanan. Wilaga mengambil buah, kue, lalu menyuapkan makanan itu ke mulut Bagas.

"Kamu harus makan yang banyak! Harus jadi anak kuat dan pintar, ngerti?"

"Iya kek, pelan-pelan, mulut Agas kecil."

Bagas selalu menyebut dirinya 'Agas' jika didepan kakeknya. Kakeknya suka jika cucu kesayanganya manja terhadap dirinya. Bagas tak masalah akan itu, Bagas senang jika dirinya menjadi kesayangan kakeknya. Bukan hanya pintar main basket, Bagas juga pintar membuat rancangan busana, tentu Bagas belajar dari ayahnya. Ayahnya dan ibunya memiliki darah seni yang kental, Braka perancang busana yang sudah terkenal di Asia. Ibunya, Martha, seorang pelukis yang terkenal di Indonesia.

"Perasaan dulu kamu masih bayi, sekarang udah mau lulus."

"Iya kek."

"Kamu mau kuliah dimana?"

Pertanyaan ini, kakeknya tidak bertanya ingin jurusan apa, karena tentu cucunya akan masuk jurusan fashion desaigner seperti keluarganya yang lain. Wilaga memiliki harapan besar terhadap Bagas, Wilaga berharap Bagas bisa menjadi penerusnya. Wilaga sangat menyayangi Bagas, karena Bagas adalah anak yang membawa keberuntungan. Desaign Bagas yang sering membuat kakeknya kagum, bahkan untuk diusianya sekarang, Bagas sering dipanggil ke kantor untuk membantu membuat rancangan.

Tentu semua orang tidak tau dengan latar belakang Bagas, Bagas sendiri tidak pernah membahasnya, orang bisa tau Bagas anak orang kaya hanya dengan pakaian dan motor yang dibawanya. Teman-teman Bagas disekolah hanya tau jika dirinya anak orang kaya, dan seorang siswa yang menyungkai basket. Benar, dirinya anak orang kaya dan pecinta basket. Bagas mengobrol ringan dengan kakeknya, hingga kakeknya memutuskan mengobrol dengan anak-anaknya tentang bisnis mereka. Bagas segera mencari laki-laki tadi, laki-laki bertopeng biru muda, hanya butuh berapa menit untuk Bagas mencari laki-laki itu.

"Hai!"

"Hai?"

"Kenalan ulang dong! Gue Bagas."

"Gue-"

Laki-laki itu belum selesai bicara. Dentingan garpu yang dipukul ringan ke gelas terdengar. Kakeknya berdiri di panggung, mengucapkan kata sambutan dan kata terima kasih karena seluruh keluarganya sudah bersedia untuk hadir. Semua orang bertepuk tangan. Akhir kalimat, kakeknya berkata.

"Untuk cucuku tersayang. Bagas Baswara. Jangan mengecewakan kakek."

Bagas mengangguk, lalu tersenyum. Seluruh keluarga menoleh kepada Bagas, mereka menatap Bagas dengan tatapan yang susah diartikan, seperti sorot mata kebencian. Saat mereka menatap kedepan, kearah ayah mereka, mereka tersenyum dan menepuk tangan. Hal ini menjadi salah-satu alasan Bagas tidak akrab dengan keluarganya. Keluarga ini seperti sebuah pertandingan. Semua orang tau bahwa Bagas akan menang, dan mereka berusaha untuk membuat banyak rintangan untuk Bagas, agar dirinya tidak menang.

"Oke, sepertinya gak ada lagi yang perlu dibicarain."

"Ya, sepertinya."

"Jadi, siapa nama lo?"

"Reihan. Nama gue Reihan Mahendra."

Bagas yang sedang memegang gelas berisi orange juice itu terjatuh, pecahan kaca dimana-mana. Martha segera menghampiri putranya, mengecek keadaan putranya yang masih terdiam dengan mulut yang terbuka. Bagas terdiam cukup lama hingga dirinya diberi kursi dan duduk dikursi itu. Bagas melihat semua orang membuka topeng mereka, fokus melihat Bagas. Beberapa orang berharap Bagas terluka, dan beberapa berharap Bagas baik-baik saja. Bagas menoleh ke arah laki-laki yang mengaku memiliki nama Reihan Mahendra itu, laki-laki itu membuka topengnya. Benar. Laki-laki itu adalah ketua osis disekolahnya. Orang yang sangat Bagas benci.

🏀📕🏫🥇

Kayaknya aku mau revisi sedikit nama orang tua Bagas 🙏

Finalnya,

Ayah Bagas ; Braka Baswara
Ibu Bagas ; Martha Baswara

(Bagi yang mau tau ilustrasi gambar Reihan dan Bagas bertopeng, bisa nonton going svt yaa di eps 68)

My FaultTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang