Part 4

428 31 0
                                        

Happy Reading

Walau dalam mimpinya sekalipun, Luna tidak pernah membayangkan akan tiba saat dimana dirinya bisa melihat dengan jelas idolanya dari jarak sedekat ini.

Boro-boro memimpikan bisa melihatnya secara langsung. Berharap untuk membeli albumnya pun ia tidak berani. Karena sebagai Luna Nuella. Ekonomi keluarganya yang tidak mendukung, membuatnya terpaksa memendam keinginannya tersebut.

Namun sepertinya, dihidupkan kembali sebagai Nara Lovania tidak buruk juga. Karena Luna bisa dengan bebas melakukan apapun semaunya.

Tanpa perlu takut memikirkan masalah keuangan dan kebutuhan lainnya yang membuatnya nyaris gila.

"JENOOO!" Bak orang stres Luna berteriak dan berlari kesetanan menuju seorang pria yang ia kira sebagai Lee Jeno. Idol K-pop asal Korea Selatan yang disukainya.

Melihat seseorang berteriak dan berlari kesetanan kearahnya, pria itu menyerngit. Mungkin merasa heran melihat tingkah gilanya.

Ketika Luna telah sampai didepannya. Pria itu berbicara hal mengejutkan, yang membuat Luna terpaksa menelan kembali kalimat yang akan dilontarkan.

Ia hanya mampu terpaku dan diam membeku.

"Nara, kenapa kamu teriak-teriak seperti itu? Jantung papa rasanya mau copot. Nanti kalo papa mati, kamu mau tanggungjawab?" Memegang dadanya yang berdegup cepat. Wajahnya mengerut samar. Kentara sekali jika pria itu tengah jengkel.

Luna dibuat speechless begitu mendengar ucapan pria itu. Jadi? Orang yang ia anggap sebagai Lee Jeno adalah papanya Nara.

Anjir.

Tolong siapapun tenggelamkan Luna ke rawa-rawa sekarang! Ia malu. Sangat malu.

Terlalu syok dengan kenyataan yang menghantamnya. Luna hanya mampu diam membisu, lidahnya terlalu kelu untuk mengucapakan beberapa patah kata.

Otaknya pun sedang berusaha memproses kejadian yang tengah dialaminya saat ini. Hingga tanpa sadar Luna melamun.

"Nara kenapa diam saja? Apa kamu baik-baik saja?" Tidak melihat respon dari lawan bicaranya. Pria yang ternyata adalah Leon Lie Fernandez, papa Nara si antagonis. Memegang lembut pundak anak tirinya.

Hal itu seketika menyadarkan Luna dari lamunan panjangnya. Ia mendongak, dan sialnya mata mereka justru bertemu. Manik hitam kelam milik pria itu yang 100% jiplakan Lee Jeno, membuat Luna kelabakan.

Luna dilanda tremor berlebih begitu dihadapkan dengan wajah yang begitu mirip dengan idolanya. Tarik nafas buang. Tarik nafas buang. Begitu seterusnya hingga Luna merasa sedikit tenang.

"A-nu itu aku gak papa kok hehe." Menggaruk pipinya yang tak gatal Luna tersenyum malu-malu. Tidak peduli dengan ekspresinya yang pasti terlihat konyol. Ia terus mengumbar senyum seolah mengatakan bahwa dirinya baik-baik saja.

Mengerutkan alis, Leon sebenarnya merasa heran dengan tingkah anaknya yang tidak terduga.

"Papa kira kamu teriak kenceng kaya tadi gara-gara ada jambret." Kalimat tanpa dosa itu meluncur begitu saja dari mulut Leon dengan lancar.

Luna mengerjap. Lalu tersenyum paksa untuk menanggapi ucapan aneh pria itu. Dirumah sakit ada jambret? What the hell! apa papanya gila. Pemikiran macan apa itu, ia dibuat menganga tak percaya.

Sebenarnya Luna tidak terlalu kaget sih. Suami-istri Fernandez di dalam novel pun dijelaskan sebagai pasangan ter-random sejagat raya. Jadi, tidak heran kelakuan mereka memang kadang diluar nalar manusia biasa.

Tapi, Luna tidak menduga bahwa mereka akan segila ini.

Anehnya, anak tiri mereka Nara justru tumbuh seperti titisan iblis. Sama sekali tidak mengikuti jejak keduanya.

"Nara, mana mamamu? Kenapa kamu datang sendirian?" Papa Nara tidak berhenti memborbardir Luna dengan berbagai pertanyaan. Membuatnya kewalahan.

Dengan gugup Luna menyahut. "Mama lagi bayar administrasi Pa. Nara disuruh nunggu disini." Menghembuskan napas pelan akhirnya ia mampu sedikit mengontrol nada bicaranya agar tidak terbata-bata.

"Oh begitu. Yasudah kita tunggu mamamu disini." Usai kalimat itu terselesaikan Leon dengan acuh langsung medudukan dirinya di kursi panjang yang sempat di dudukinya tadi.

                                  *******

Dan disinilah Luna sekarang. Duduk diam di di dalam mobil yang tengah melaju, bersama kedua orang tua Nara. Sepanjang perjalanan ini Luna lebih banyak diam. Sesekali akan menyahut, jika ditanya.

Alasannya sederhana. Pertama, karena ia merasa sangat bodoh atas kejadian memalukan yang terjadi saat mereka dirumah sakit tadi. Kedua, karena ia masih merasa canggung untuk berinteraksi dengan kedua orang tua Nara.

Walau bagaimanapun ia bukanlah Nara asli. Jadi wajar saja Luna merasa sedikit gelisah karenanya.

"Sayang... Kamu baik-baik saja?" Luna Menolehkan kepalanya begitu mendengar Raisa bersuara. Terlihat jelas raut khawatir wanita itu. Tersenyum lembut Luna menjawab. "Aku gapapa ma. Cuma sedikit pusing aja."

"Pa, kita balik aja kerumah sakit. Mama khawatir Nara kenapa-napa." Masih dengan raut khawatir. Raisa berusaha meminta pendapat suaminya.

Sebelum Leon sempat membalas. Luna lebih dulu menyela. "Aku gapapa ma. Pusing kayak gini mah, dibawa tidur sebentar juga pasti sembuh." Mengulas senyum untuk menenangkan wanita itu. Luna berharap mamanya mau mendengarkan.

"Benar, kamu tidak apa-apa Nara?" Akhirnya setelah sekian lama diam, Leon bersuara.

Luna mengangguk yakin. Menghela napas sejenak, Leon akhirnya memberikan saran agar Luna tidur saja di mobil selama mereka di perjalanan. Raisa yang sejak awal khawatir pun pada akhirnya menyetujui saran itu.

Di belakang, tepatnya di kursinya sendiri. Luna terlihat memejamkan mata dan berusaha tenang untuk menghilangkan pening yang tengah melanda.

Dalam keheningan itu, diam-diam Luna berharap semoga saat ia membuka mata dan sampai di tempat tujuan semuanya akan baik-baik saja.

Namun, harapan hanyalah harapan.

Luna tidak tahu hal mengejutkan apa yang akan menantinya begitu ia sampai di kediaman Fernandez.






Jangan lupa vote dan comment.

Terimakasih.
Salam hangat^^

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 21, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Butterfly [HIATUS]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang