2 bulan kemudian...
Lusa kemarin Mas Fajri menerima undangan pernikah teman SMAnya dan Mas Fajri mengajakku untuk menemaninya ke pernikahan tersebut. Sebenarnya alasan mengajakku adalah sederhana, karena aku istri sahnya. Mas Fajri bilang kalau semua orang hanya mengenalku sebagai istrinya dan kalau ia mengajak Kak Emi maka semua orang pasti bertanya-tanya.
Kak Emi, adalah seorang wanita cantik yang dulunya mantan Mas Fajri. Dia bisa dikatakan membantu untuk menetralisirkan rasa sakit di hati Mas Fajri di kala aku mengkhianatinya. Kejadian itu semakin membuatku merasa bersalah, setiap malam mungkin jadi mimpi buruk.
Malam ini dengan sebuah gaun simpel terbalut di badanku, gaun panjang berlengan pendek yang menjadi pilihanku untuk pergi ke pernikahan teman Mas Fajri. Kata Mas Fajri pula yang bilang 'tidak perlu berdandan berlebihan', ya jadi aku hanya menggunakan gaun simpel dan sedikit memberi pita peach di rambutku.
"Lama, bisa cepetan dikit nggak?" saut seorang pria dari balik pintu kamar.
Aku pun segera bergegas untuk keluar dan meminta maaf karena keleletanku, tanpa bicara apapun Mas Fajri langsung meninggalkan ku di depan pintu kamar.
Sesampainya di dalam mobil, Mas Fajri sesekali menatapku dengan singkat. Bahkan selama perjalanan aku sering menangkap matanya yang terkadang melihatku dan jika tatapan kami bertemu Mas Fajri akan pura-pura membuang muka seperti tidak melihat apa-apa. Apa ada yang salah dengan bajuku? Gaun ini terlalu biasa saja, tidak terlalu berlebihan.
"Turunlah dan jangan membuat onar," imbaunya.
"Satu lagi, jangan pernah mencoba untuk berbicara dengan Emi!" sambungnya yang kusambut dengan anggukan.
===
Acara yang dihadiri Mas Fajri ternyata begitu berbeda dari bayanganku, kupikir acara ini akan berlangsung begitu sederhana dan tamunya tidak terlalu banyak. Tapi acara ini benar-benar megah dan ruangan yang dipakai memang cocok untuk menampung para tamu yang berjumlah lebih dari seribu ini. Aku sampai kewalahan untuk mencari hidangan, bahkan kaki ini hanya untuk melangkah saja malas.
Aku masih mengamati Mas Fajri yang tengah asyik bercengkrama dengan para temannya dan dia lebih memilih menyuruhku untuk duduk diam dikursi yang disediakan di sini. Tapi perutku benar-benar tidak bisa diajak kompromi, selalu saja bergetar jika sudah melihat hidangan di meja prasmanan.
Sebenarnya aku ingin sekali datang menghampiri Mas Fajri dan meminta izin untuk mengambil makanan, tapi rasa malu ini lebih dulu naik di banding rasa keberanianku.
Mungkin jika hanya mengambil satu atau dua kue dan cepat kembali itu tidak masalah, pikir ku. Aku pun segera bergegas menuju hidangan kue yang ditaruh dalam piring-piring besar nan cantik di sana. Hmm, sungguh nikmat jika dipandang, mungkin akan lebih nikmat jika dimakan.
Pai buah yang menjadi inceran pertamaku, dan kue ini benar-benar lembut. Krim yang ditaruh di dalam pai dan berjejer buah segar menambah rasa kue ini semakin nikmat. Aku seperti anak kecil saja jika sudah bertemu dengan pai buah macam ini.
"Saras..." sebuah sautan dari arah belakangku dan sebenarnya aku tidak tahu siapa yang memanggilku. Karena suara ini bukan milik Mas Fajri dan tidak mungkin ada yang mengenalku di sini selain Mas Fajri.
Aku segera menoleh dan kalian tahu siapa yang aku lihat di depanku sekarang? E-M-I. Aku tak tahu harus berbuat apa, pasalnya Mas Fajri tidak memperbolehkanku berbicara dengannya.
Aku memutuskan untuk tersenyum dan berkata, "Hai, Kak Emi..."
Dia kembali tersenyum dan memamerkan lesung pipit di kanan pipinya, sungguh manis. Tidak salah jika Mas Fajri mencintai wanita ini.

KAMU SEDANG MEMBACA
Sebuah Pilihan [SELESAI]
Romance[Mohon maaf atas buruknya penulisan di cerita ini, oleh sebab itu penulis sedang berusaha untuk memperbaikinya secepat mungkin] Penyesalan memang selalu datang terlambat, kini aku hanya ingin memperbaiki segala kesalahan yang pernah ada. Satu hal y...