Mia's POV
Siapa yang mau terjebak dalam lubang menakutkan yang bernama Friendzone? Aku yakin tidak akan pernah ada, seorangpun. Termasuk aku. Bagiku persahabatan adalah segalanya. Dan aku harusakan mempertahankannya. Selamanya. Begitu prinsipku sejak kecil, dan seharusnya itu berlaku sampai sekarang. Tapi ternyata aku harus menjilat ludahku sendiri.Aku jatuh cinta pada sahabatku sendiri, Farel. Kami sudah saling mengenal bahkan sebelum keluar dari kandungan yang hangat dan menentramkan itu. Orangtua kami bersahabat sekaligus bertetangga. Demi apa aku menyukai Farel yang notabene seenaknya sendiri dan tidak berperasaan? Walaupun ehm..ganteng, sih. Tapikan dia sahabatku sendiri.Bisa dibilang ini..err.... incest, mungkin?
*****
"Miaaaaa..!!Lama amat sih lo! Kalo sampe kita telat, gue gantung lo!". Teriakan Farel yang memekakkan telinga membuatku tersadar dari lamunan. Buru-buru kusambar hp diatas nakas dan berlari keluar dari kamar biruku. Kukenakan jaket asal sambil berlari menuruni tangga. Runititas pagi yang tidak pernah terlewatkan seharipun di hidup kami. Farel yang kalau pagi sudah seperti mama-rempong selalu meneriakiku dari luar pagar sambil membunyikan klakson dengan tanpa hati. Seakan tidak ada tetangga lain yang mendengar dan tentunya merasa terganggu dengan kebisingan yang diciptakannya. Dasar gak sabaran! Atau aku yang kelambanan?
"Maa..Mia berangkat dulu, yaa!!". Aku berteriak sembari melompat ke jok belakangmotor yang dikendarai Farel. Tanpa babibu ia segera mengegas dengan kencang motornya. Aku yang belum siap hampir terjengkang ke belakang, reflek kuraih pinggangnya dan kupeluk erat.
"Gila lo, Rel! Kalo gue jatoh gimana?". Semprotku setelah bisa mengatur tingkat kekagetanku menjadi normal. Kucubit lengannya penuh emosi.
"Ya tinggal gue liatin. Sukur-sukur gue ketawain". Ucapnya cuek bebek. Iihh..nyebelin banget gak sih. Pedes banget mulutnya!. Mumpung dia dalam posisitidak berdaya karena sedang serius menyetir, kucubit hidungnya dengan ganas. Biar tambah mancung, biar tambah ganteng. Eeh! Maksudku biar tau rasa dia!
"Kalo sampe gue mati, gue buat lo nyesel tujuh turunan!". Tandasku dingin. Kulihat dia dari pantulan kaca spion sedang mengaduh karena cubitan ganas di hidungnya.Tuhan, plis buat perasaanku jadi normal kembali. Atau paling tidak buat dia tidak menyadari perubahan perasaanku. Aku takut dia malah berbalik membenciku.Please. Aku mohon..
"Udah sampe, mau sampe kapan lo meluk-meluk gue? Bisa-bisa gak ada cewek yang mau gue gebetin, woi". Suara rendahnya menyadarkan lamunanku. Ternyata sudah sampai diparkiran kampus. Hih, kenapa jarak rumah dan kampus cuman deket sih? Kan aku belum puas meluk-meluk dia. Atau mungkin aku harus merengek ke papa supaya aku,dan Farel tentunya pindah ke tempat kuliah yang lebih jauuh, sukur-sukur luarkota deh, ya. Tapi alamat diceramahi tujuh hari tujuh malam kalau aku sampai merengek seperti itu. Kulirik Farel sambil turun perlahan dari motornya. Dia hanya mendengus pelan dan melepas helmnya.
"Trimakasih,yaa..!" Kubuat ceria suaraku, kutambah senyum yang dimanis-maniskan padanya.
"Kebelet pup, lo?" Sialan! Masak ya senyuman tadi dibilang muka kebelet pup. Iya sih,memang rada dipaksakan. Eh, sangat dipaksakan ding. Hehehe.. Aku menjitak kepalanya yang sudah tanpa pelindung apapun. Nyebelin dia. Kulangkahkan kaki kudengan cepat menuju kelas yang lumayan jauh dari parkiran. Risih deh, kalo sadar banyak mata yang tertuju ke arahku. Seakan akan aku daging segar diantara singa-singa kelaparan. Walaupun sudah menjadi bagian dari kehidupanku dikampus, tapi ya tetep risih. Rasanya aku melakukan hal konyol, gitu. Padahal aku hanya berjalan biasa, dandananku pun biasa. Hanya memakai blus putih dengan outer rajut berwarna peach yang longgar. Dan celana pensil gelap. Tak kuhiraukan pandangan mereka, tetap kulangkahkan kakiku yang tanpa sadar disejajari oleh Farel. Anggap saja mereka tidak ada.
*****
Farel's POVSiapa yang mau terjebak dalam lubang menakutkan yang bernama Friendzone? Aku yakin tidak akan pernah ada, seorangpun. Termasuk Aku. Bagiku, Mia sahabatku satu-satunya. Dengan aku menyatakan sayang ke dia, bisa-bisa aku nggak punya yang namanya sahabat sampe akhir hayat. Lebai, ya? Tapi serius, aku nggak pingin ada hal se-enggak-penting-apapun merusak persahabatan yang sudah kita jalin bahkan sebelum lahir di dunia yang fana ini. Secuek-cueknya aku, sedingin-dinginnya sikapku, aku tetep merhatiin Mia. Tepatnya hanya ada dia seorang yang ada dipandangan mataku. Gara-gara itu, aku jadi sering panas sendiri ketika melihat cowok-cowok labil mandangin dia. Seakan cewek hanya ada dia di kampus ini.Cemburu? Pada dasarnya aku tidak ingin ini di sebut cemburu. Tapi mau bagaimana lagi. Aku terlanjur sayang padanya sejak dulu. Gadis yang sekarang sudah menjelma menjadi cewek incaran banyak buaya di kampus. Tapi dia masih menjadi Miaku, gadis kecil lugu yang selalu mengikutiku kemanapun aku pergi. Yang selalu bergantung padaku hingga sekarang. Walaupun sifat galaknya kadang-kadang membuatku bergidik, tapi semua yang dilihat melalui kacamata kasih sayang justru selalu menarik. Dia Miaku, milikku. Ah.. Hatiku kembali mencelos begitu mengingat kita adalah sahabat. Tidak lebih. Tapi aku bisa membuatnya menjadi sahabat seumur hidupku. Betapa egoisnya aku?
Kusejajarkan langkahku pada gadisku, Mia maksudnya, yang dengan cueknya berjalan tanpa memperhatikan sekeliling. Dia tidak pernah sadar dengan pandangan laparbuaya-buaya disekitarnya. Dasar! Tidak pernah berubah sejak dulu. Mungkin dia juga tidak sadar dengan penampilannya yang selalu berhasil menarik mata lawan jenis. Penampilan sederhana dan tak menutupi kecantikan aslinya. Ah, jatuh cinta berjuta rasanya. Tapi aku harus bersikap biasa saja, seperti tidak ada rasa apapun padanya. Aku takut dia justru menjauh nantinya. Apa aku harus mengubur perasaanku dalam-dalam, untuk menjaga perasaannya agar selalu nyaman dekat denganku? Ah, cinta!
--------------
KAMU SEDANG MEMBACA
FRIENDZONE
RandomAku sayang kamu. Tapi lagi-lagi status sahabat membuatku menutup rapat-rapat mulutku. Juga hatiku.