Ruangan dengan dinding-dinding batu besar yang kokoh itu menjadi ruangan tempat penyimpanan sebuah bola kristal ditengahnya. Sosok pria masuk kedalam ruangan tersebut sembari membawa lilin ditangannya sebagai penerangan. Ruangan itu memang sengaja dibuat tanpa cahaya sedikit pun. Pintunya kemudian tertutup, dan pria tersebut perlahan mendekati bola kristal berbahan dasar kaca disana.
Sepertinya ada keraguan dalam langkahnya untuk mendekati bola tersebut. Hingga tubuhnya benar-benar dalam posisi tepat dihadapan bola didepannya. Seulas senyum tipis muncul pada wajahnya, kemudian berlutut didepannya. Air matanya mulai mengalir, kepalan tangannya semakin kuat ia genggam, meski sekujur tubuhnya gemetar ketakutan.
“Ini semua salahku.. ini semua kesalahanku...” gumamnya sembari menunduk, dan terus menyalahkan dirinya berulang kali. “Batu ini tidak seharusnya disini, tidak seharusnya ditangan yang salah.” lanjutnya bermonolog.
Kemudian pria tersebut mengangkat pandangannya—lurus pada bola kristal dihadapannya. “Saya tidak bisa menebusnya dengan cara apapun, tidak ada yang bisa saya lakukan,” katanya semakin gemetar suaranya.
“Tolong bantu saya, para Saint, saya butuh pertolongan kalian..” ucapnya memohon pada bola kristal tersebut. “Bukan, bukan kalian, saya sangat butuh pertolonganmu. Tolong selesaikan apapun yang telah saya mulai sebelum—“
Srrrkk!
Dua pengawal muncul dari belakang pria tersebut, dan tak segan untuk mengayunkan pedang mereka pada punggung pria didepan mereka hingga tak bernyawa lagi.
Sesosok pria lain yang jauh lebih muda muncul diantara dua pengawalnya. Ia tersenyum, dan berlutut didekat jasad didepannya.
“Usahamu menghentikan kami akan sia-sia, sebentar lagi kegelapan akan menyertai seluruh penjuru Tanah Altera tanpa terkecuali.” ujar Moses disertai seringai jahatnya. Gelak tawanya terdengar di seluruh ruangan pada malam mengerikan itu.
******
Kedua bola mata Skye langsung terbuka, ia baru saja sadar dari bangunnya. Pria dengan rambut acak-acakan itupun beranjak bangun, seolah baru saja bangun dari mimpi buruk panjang. Perasaannya sedikit gelisah dan tidak karuan.
Ia pun memutuskan untuk membuka gorden kamarnya, sinar matahari merambat masuk kedalam kamarnya. Hingga sinarnya menerangi rak yang berisi buku-buku lama, bahkan kertasnya hingga berwarna kecoklatan dan rapuh.
“Pagi, Skye.” Pamannya—Eigor membuka pintu kamar Skye, dan tersenyum.
“Ah, iya paman.” balas Skye kemudian mengambil handuk dan bergegas pergi ke kamar mandi.
“Rak bukumu berantakan, apa kau tidak mau membersihkannya?”
“Tidak perlu Paman, biar aku saja yang bersihkan nanti.”
“Tidak perlu atau kau tidak mau Paman menyentuh bukumu?” tebak Eigor tersenyum jahil.
“Nanti biar aku yang bereskan,” Skye menutup topik pembicaraannya.
Eigor terkekeh, “Masih saja tergila-gila dengan penulis Aster itu,” sembari menggelengkan kepalanya heran.
Skye pura-pura tidak dengar, dan menutup pintu kamar mandi untuk menghindar. Sejujurnya yang dikatakan Eigor ada benarnya. Tapi, Skye enggan membahasnya. Setidaknya lelucon Pamannya itu bisa membuat Skye sedikit lupa dengan mimpi buruknya.
Cuaca pagi ini sedikit mendung, tapi lumayan sejuk. Eigor dan Skye hidup di sebuah ruko yang tidak terlalu besar, hidup sebagai pengrajin besi di desa mereka. Meskipun pelanggan yang datang tak menentu, bahkan terkadang cuma satu pengunjung yang meminta dibuatkan senjata, itu tidak jadi masalah bagi mereka berdua.
KAMU SEDANG MEMBACA
cerpen ✓
Short StoryCerpen (Cerita Pendek) merupakan suatu karya sastra dalam bentuk tulisan yang mengisahkan tentang sebuahlalu dikemas secara pendek, jelas dan ringkas • • • Kumpulan cerpen ini adalah karya tulis dari anggota Divisi Mading Ekskul Jurnalistik tahun aj...