Lengkara #29

286 24 0
                                    

DORR!

"Rachel!" teriakan Zalfa pun memenuhi ruangan.

Dalam sekejap mata, peluru pun berhasil di lepaskan. Namun ternyata, peluru itu tak mengenai sasarannya sama sekali. Dengan kata lain, peluru itu meleset dan salah sasaran.

Rachel membuka matanya saat tak merasakan sesuatu menembus tubuhnya. Dia yakin sekali jika barusan pria paruh baya di hadapannya itu melepaskan sebuah tembakan. Namun, sesuatu yang ada dihadapannya berhasil membuat sekujur tubuhnya menegang dan otaknya berusaha menyangkal jika semua ini tidak terjadi.

Ternyata, peluru itu menembus dan melubangi dada saudarinya sendiri. Rain menyerahkan diri agar Rachel tak menjadi korban, namun sebagai gantinya, dia memberikan nyawanya sendiri.

"Rain! Rain! Nggak.. nggak mungkin, Rain...!" suara Rachel kian mengecil saat mengelukan nama sang adik. Kini suara teriakannya digantikan dengan isak tangis.

Tidak, ini semua tidak mungkin terjadi kan? Tolong, seseorang tolong katakan pada Rachel jika dia sedang berada di dalam alam mimpi.

Natan tidak percaya dengan apa yang sudah ia perbuat. Dia.. membunuh orang yang seharusnya ia lindungi. Dia membunuhnya menggunakan tangannya sendiri. Pria paruh baya itu berjongkok, kakinya seketika terasa lemas. Bersamaan dengan itu, derap langkah tergesa-gesa milik seseorang terdengar kian lama kian mendekat.

Matanya membulat sempurna kala melihat pemandangan yang sangat mengerikan. Arya berlari dan segera meraih seluruh tubuh rapuh Rain yang sudah terkulai lemas di lantai bangunan tua yang terdapat banyak debu di sana.

Darah bercucuran keluar melalui luka tembak, membasahi kaos berwarna putih yang di kenakan Rain.

Rasa bersalah dan penyesalan yang amat besar kini meliputi dirinya. Dia terlambat untuk menyelamatkan nyawa gadisnya. Andai kata dia datang lebih cepat, maka hal tak diinginkan seperti ini tidak akan terjadi.

Dengan sedikit tenaga yang di punya, Rain berusaha untuk berbicara walau rasanya dia sudah tak sanggup lagi untuk mengeluarkan sepotong kata.

"Kak... Ra.. chel, jaga diri lo... baik-baik.. gue, gue.. pamit buat.. pergi, se-lamanya. Gue udah.. nggak tahan.. lagi, gue mau ketemu.. sama Kak.. Mahen."

Suara yang dipaksakan keluar itu terdengar sangat menyedihkan. Rachel sangat tak tega melihat sang adik yang sebentar lagi meregang nyawa. Ingin rasanya dia mendekap tubuh penuh luka yang tak dapat dilihat, namun sayang kondisinya sekarang tidak memungkinkan dirinya untuk dapat melakukan hal itu.

Ia menutup matanya, buliran bening lolos dari matanya dan membasahi pipi. Sesakit ini rasanya kehilangan. Dua kali dia kehilangan, dan itu semua pun karena dirinya. Rachel kini menyadari bahwa dirinya sangat terkutuk sehingga menyebabkan kematian bagi dua orang tersayangnya.

Arsen sedari tadi mengikuti Arya, namun kakinya tak mau di ajak untuk masuk kedalam ruangan itu. Dan akhirnya dia hanya berdiri di ambang pintu, menyaksikan segala kejadian di luar kendali manusia. Di liriknya pria paruh baya yang tengah berjongkok dengan sebuah pistol yang berada di sampingnya.

"Ayah...?" lirihnya kemudian.

Natan menatap anak bungsunya itu dengan penuh rasa sesal, "Ayah gagal lagi, Arsen. Maafin Ayah, Ayah gagal menjaga nyawa saudari mu."

Arsen terkejut mendengarnya, "apa? Apa Ayah bilang? Saudari...?"

"Rain masih salah satu dari kita, dia anggota keluarga kita, Arsen."

Arsen tersenyum getir mendengarnya. Andai kan dia mengetahui fakta ini lebih awal, pasti sesuatu seperti ini tidak akan terjadi. Kenapa dia harus mengetahui fakta ini di detik-detik sebelum kepergiannya.

Lengkara [completed]✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang