Happy Reading
Langit mematut dirinya di depan cermin. Jaket bomber dengan kaus oblong berwarna putih beserta celana jeans berwarna hitam melekat dalam dirinya dengan sempurna. Beberapa kali juga ia menyugar rambutnya supaya rambutnya bisa terlihat lebih rapih. Tingkah Langit ini layaknya orang yang sedang ingin berkencan. Seketika Langit lupa, bahwa seharusnya ia tidak mengambil langkah terlalu jauh sampai berbohong pada Almyra mengenai janjinya hari ini.
Langit menyambar kunci mobilnya dan berjalan keluar kamar. Ketika ia hendak mengambil sepatu convers miliknya yang berada di dekat pintu keluar—Tepat di teras rumah miliknya yang memiliki taman kecil—Langit melihat Almyra yang sedang melakukan Olahraga yang sering orang-orang sebut dengan Yoga. Kegiatan dengan gerakkan yang cukup lentur itu sukses membuat Langit sedikit meringis ketika melihat bagaimana Almyra menekuk-nekuk tubuhnya tanpa merasa kesakitan sedikitpun.
Langit memutuskan untuk duduk sejenak memperhatikan Almyra--Ia duduk di kursi depan teras--Dan ketika Almyra membuka matanya gadis itu langsung menemukan atensinya, Langit pun segera berdiri untuk menghampiri sang gadis .
"Aku berangkat, ya," itulah kata yang ia ucapkan ketika ia berada tepat di hadapan Almyra.
Almyra berdiri dari duduknya, menyeimbangkan tinggi tubuhnya dengan tubuh Langit. yang sampai kapanpun tidak akan bisa seimbang, karena Langit akan selalu menjadi bagian yang paling tinggi. "Hati-hati," Pesannya begitu tulus.
Langit tampak tersenyum dan menganggukkan kepalanya. dan Seperti biasa, Langit tak akan lupa untuk mengecup singkat kening gadis itu. Almyra pun selalu tersenyum hangat ketika mendapatkan perlakuan seperti itu dari Langit. Setelah kecupan singkat itu usai, Langit segera melangkah menuju ke arah mobilnya. Mobil yang akan membawanya pada perjalanan panjangnya dengan Sabit.
***
"Lo mau kemana, sih?" Tegur Gina ketika pagi-pagi sekali sudah melihat Sabit yang terlihat begitu rapi. Seperti Bukan Sabit yang biasanya. Biasanya gadis itu akan menghabiskan Weekandnya dengan leyeh-leyeh dirumah. Gadis itu jika sudah Weekand bak manusia yang tak mau diganggu oleh manusia manapun.
Sama halnya seperti yang Langit lakukan, Sabit pun mematut penampilannya di depan cermin pagi ini. Apakah pakaian yang ia kenakan ini cocok? Sial, karena Sabit tidak tahu kemana tujuan mereka, agaknya membuat gadis itu sedikit kebingungan memilih pakaian. Bagaimana jika Sabit menggunakan yang santai ternyata Langit malah membawanya ke tempat yang formal. Sabit bergidik ketika ia membayangkan ia berada di acara formal dengan pakaian sesantai ini.
"Lo kenapa, sih?" tampaknya Gina mulai merasa geram ketika eksistensinya diabaikan begitu saja. Apalagi ketika Sabit bergidik-gidik seperti orang yang sedang menahan kencing. Membuat Gina 100 persen penasaran. Tapi manusia satu itu masih terlihat enggan memberitahunya.
Akhirnya pun Sabit membalikkan tubuhnya menghadap sempurna ke arah Gina yang tengah rebahan di kasur kamarnya. "Gue cocok gak make baju ini?" Tanyanya dengan mata berbinar penuh harap. Berharap Gina akan menjawab cocok untuk meyakinkannya.
"Mana gue tahu, yang mau keluar kan lo," begitu kata Gina dengan tidak berperasaan sama sekali.
Bahu Sabit menurun lesu. Ekspresi wajahnya terlihat begitu nelangsa sekali. Membuat Gina yang tidak tahan melihat ekspresi itu berdecak emosi beberapa kali.
"Pakai kemeja itam sama highwaist putih ini aja," Gina menunjukkan baju yang menjadi pilihannya setelah sedikit mengobrak-abrik lemari bocah tengik ini.
Dan decakkan beberapa kali keluar dari mulut Gina ketika melihat model baju dan celana gadis itu yang semuanya hampir sama. Bahkan, Gina tidak menemukan satu stelan haram di sini. Benar-benar wanita suci.
KAMU SEDANG MEMBACA
Langit Sabit (KUN) End
Romancesebuah Rasa yang tak seharusnya ter-asah. Cover by : pinterest