JTM : 01. Promise

392 52 29
                                    

"Putriku!" Ambet Kasih menatap ke sekelilingnya dengan acak. Nafasnya memburu dengan tubuh yang bergerak gelisah.

"Ibunda." Banyak Catra bergerak lebih dekat, berusaha menenangkan ibunya.

Disana bukan hanya ada dia, melainkan seluruh ibu serta saudara-saudarinya juga menunggu Ambet Kasih membuka matanya.

"Putraku, dimana Rayimu Ratna Wulan? Ibunda ingin bertemu dengannya." Ambet Kasih terlihat seperti orang yang sudah kehilangan akal.

Banyak Catra terdiam tanpa berniat menjawab pertanyaan ibunya, sementara Ambet Kasih menanti jawaban dari putra keduanya dengan jantung yang berdegub kencang.

"Katakan putraku, dimana Ratna Wulan?" Banyak Catra memejamkan sekilas matanya.

"Rayi-- Rayi Ratna Wulan telah meninggal, ibunda." Ambet Kasih menggeleng tak percaya.

"Kau bohong, kan? Tidak mungkin putriku meninggal." Bantah Ambet Kasih seolah menolak fakta yang di sampaikan oleh putra kandungnya sendiri.

Banyak Catra menggeleng, "Tidak, ibunda. Apa yang bunda lihat tadi adalah jasad Rayi Ratna Wulan. Rayi telah meninggal, ibunda. Anak perempuanmu telah meninggal."

"Tidak!" Bagai tertampar oleh kenyataan, Ambet Kasih berteriak histeris. Dia beranjak dari tempatnya dan tanpa di duga, istri pertama Siliwangi itu menarik pedang yang selalu tersampir di tubuh Walangsungsang. Kemudian menodongkannya kepada seluruh istri dan keturunan suaminya.

"Kalian! Kalian pasti bersekongkol untuk membunuh putriku, bukan?" Ambet Kasih memberikan tatapan tajam sambil mengacungkan pedang milik Walangsungsang tinggi-tinggi.

Tadi malam saat dia tengah tertidur, Ambet Kasih mendapatkan mimpi buruk mengenai putrinya Ratna Wulan.

Di dalam mimpinya itu, Ambet Kasih bertemu dengan Ratna Wulan. Putrinya itu terlihat berbeda dari biasanya, bersamaan dengan perasaan Ambet Kasih yang tak enak dan gelisah.

Oleh karena itu, dia datang ke istana Pajajaran untuk memastikan langsung putrinya baik-baik saja. Namun saat mendengar berita jika putri satu-satunya telah meninggal, membuat Ambet Kasih terpukul.

"Astagfirullahalazim, Yunda. Kami sama sekali tidak melakukan apa yang Yunda tuduhkan." Sangkal Subang Larang tetap pada sikap lembutnya, berusaha membuat Ambet Kasih tak menuduh mereka yang tidak-tidak meskipun dirinya merasa tak percaya akan mendapatkan tuduhan seperti itu.

Ambet Kasih menatap adik pertamanya dengan nyalang, tatapannya sudah tertutupi oleh amarahnya sehingga dia tak lagi mendengar ucapan Subang Larang.
"Bohong! Kalian semua pembohong! Dasar pembunuh!"

Pedang itu sudah siap menebas kepala mereka satu persatu, sebelum Banyak Catra terlebih dahulu menghentikan aksi gila ibunya.

"Ibunda hentikan!" Ambet Kasih terus memberontak, mengharuskan Banyak Catra agar lebih mengeratkan genggaman pada tangan ibunya yang tengah menggenggam sebuah pedang.

"Lepaskan! Aku harus membunuh mereka semua yang sudah berani menghabisi putriku Ratna Wulan!"

Semuanya menatap Ambet Kasih dengan sendu. Mereka tau, kehilangan seseorang yang berharga bukanlah hal mudah untuk di terima.

Karena demi apapun, perasaan yang di miliki pasti akan terasa sesak setiap kali mengingat kenangan bersamanya. Atau hal-hal yang bersangkutan dengannya.

"Yunda, tenangkan dirimu. Aku mengerti bagaimana perasaanmu." Ujar Kentring Manik.

Namun balasan yang di berikan oleh Ambet Kasih berhasil membuat istri ketiga Siliwangi itu bungkam,
"Mengerti? Memangnya apa yang kau mengerti? Kau tidak akan pernah bisa mengerti perasaanku, karena putramu tidak meninggal!"

Just Trust MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang