Octagon 3 - 18 : Ego dan Kesalahan

304 35 77
                                    

Dua orang yang ditinggalkan di rumah tersebut, memilih untuk menunggu sembari merebahkan diri di karpet, lantai atas tersebut. Satu secara berbaring, satu lagi secara tengkurap.

Kebetulan, adalah Yeosang yang berbaring, sembari memperhatikan langit-langit tinggi di atasnya, selagi Wooyoung dalam posisi tengkurap memainkan jemari di atas karpet beludru yang lembut dan tampak mahal tersebut.

Hanya bermalas-malasan, dalam diam.

Televisi di hadapan mereka tak disentuh, pun konsol permainan.

Sampai Wooyoung, yang sejak tadi memikirkannya, memilih untuk mengutarakannya. "Yeosang..."

"Hm?" Yeosang membalas tanpa meliriknya.

Ini meragukan untuk Wooyoung, tetapi merasa harus mengeluarkannya. "Gue mau nanya sesuatu, tapi lo jawab jujur, ya?"

"Selalu." Yeosang menjawab pelan, lalu tersenyum, masih tak melihat. "Kenapa?"

"Lo... gak akan ngehianatin... Serim, 'kan?"

Ditanya seperti itu, dahi Yeosang langaung mengerut. "Kok?"

"Hm?" Wooyoung mengedikan bahu untuk menunggu jawabannya.

Sehingga Yeosang, agak memiringkan tubuhnya terhadap Wooyoung untuk menjawabnya. "Aku punya rencana mau ketemu dia sih, malam ini. Serim minta aku nginap, katanya lagi pusing banget sama project yang dia kerjain. Cuma Serim juga gak maksa, dan aku juga mau izin dulu ke yang lain."

"Pasti boleh sih, lo bukan Ovu."

Yeosang tersenyum lagi karenanya. "Nanti aku tanya Hongjoong duluan, tapi agak takut."

"Ya, memang males sih ngomong sama dia sekarang." Wooyoung sedikit menggerutu mengingat kejadian semalam. "Gue jadi kena tampar."

Saat itu Yeosang mendekatkan wajah untuk menyentuh pipi Wooyoung. "Tapi gak apa-apa, 'kan?"

"Pipinya gak apa-apa sih, cuma hatinya."

Yeosang agak mengerutkan hidung lalu berbisik pelan untuknya. "Sorry."

"Well, bukan salah lo."

"Jadi kenapa tadi?" Yeosang masih penasaran dengan ke mana arah pembicaraan mereka.

Selagi Wooyoung mendengarnya, langsung menarik napasnya cukup panjang. "Jangan marah, ya? Tapi... lo gak akan... tidur sama Juyeon, 'kan?"

Satu pertanyaan itu membuat Yeosang terdiam seketika, pun ekspresinya memperlihatkan keterkejutannya.

Wooyoung dengan cepat membawa dirinya duduk, untuk bisa lebih menjelaskan secara benar, maksud dan keadaannya. "Bukannya apa-apa. Sekarang lo sekamar sama Juyeon, dan gue juga udah pernah sekamar sama dia. Gue bisa suka sama dia karena mulai kenal dia lebih dalam dan—"

"Wooyoung, kamu serius nanya itu...?" Yeosang memotong dengan sangat tak percaya.

Di posisinya, Wooyoung masih mencoba membela dirinya. "Lo tau sendiri, gue pernah ngerebut Yeonjun dari lo, dan sekarang lo—"

"Wooyoung, serius?" Yeosang memotong lagi, kali ini tatapannya berubah menjadi nanar, seiringan dengan dirinya ikut mendudukan posisi.

Sontak, Wooyoung menelan ludah, dan mencoba menyentuhnya. "Sorry, Yeosang. Maksud gue tuh... ini gimana gue jelasinnya, sih? Gue tau, gue tuh udah kayak ditolak dan gue juga sebenarnya ngerasa gak pantas kalau ngejar Juyeon yang udah gue khianatin. Tapi, gue juga gak bisa bohong, walau gue pengen sama San, tapi setiap ada Juyeon, gue ngerasa—"

"Ya kalau gitu, jangan sama San." Untuk sekarang, Yeosang memotongnya dengan dada yang terasa sesak. "Ngapain harus terus ngejar San tapi kamunya mau sama Juyeon terus? Masa kejadian kemarin kurang?"

✔️ OCTAGON 3: THE INNER CIRCLE PT. 1Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang