Kata "IBU" Untuk Semua PeRempuan, Tak Terkecuali Pelacurpun

48 7 8
                                    

https://www

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

https://www.google.co.id/books/edition/Re_dan_peREmpuan/yHUsEAAAQBAJ?hl=id&gbpv=0

Enok dwi

Siapa yang tak tahu novel Re: dan Perempuan karya Maman Suherman. Novel yang terbit pada April 2021 merupakan novel yang bercerita tentang realita kehidupan Indonesia pada tahun 80-an lebih tepatnya sisi gelap dari megahnya kota metropolitan. Mengisahkan tentang kehidupan nyata dari seorang perempuan pekerja seks lesbian bernama Re:. Pengarang mengetahui kisah hidup seperti itu karena sosok Re: yang menjadi objek penelitian skripsinya. Dalam novelnya pengarang menghadirkan tokoh utama yang bernama Herman, entah itu si pengarang sendiri atau bagaimana. Namun dalam penjelasannya, Kang Maman sendiri membebaskan pembacanya untuk percaya atau tidak pada setiap cerita dalam novelnya. Meskipun novel tersebut sudah diberi embel-embel kisah nyata, cerita yang didapatnya dalam perjalanan menyusun skripsinya sebagai mahasiswa jurusan kriminologi.

Tokoh Herman disini diceritakan sebagai wartawan lepas dan mahasiswa tingkat akhir yang sedang berjuang menyelesaikan skripsinya yang berobjek pada sosok Re:, tempat tinggal dan kehidupan disekitarnya. Namun kisah hidup Re: membuat Herman turut larut kedalamnya dan akhirnya Herman pun terlibat dalam sisi gelap dunia prostitusi. Melalui novel ini Kang Maman berhasil mengangkat cerita nyata tentang penindasan sesama kaum perempuan dalam dunia prostitusi. Cerita yang disajikan begitu dramatis, hingga terkadang menimbulkan pemikiran apakah benar ada kehidupan sedramatis ini pada kehidupan nyatanya?

Tidak hanya itu yang membuatnya manarik, tidak hanya bagaimana bengisnya realita pekerjaan yang dijalani sosok Re: ini. Namun dalam Re: di tiga bab terakhirnya, diceritakan bahwa sosok Re yang masih duduk di bangku SMA sudah berbadan dua, alasan itulah pula yang menekadkannya untuk kabur meninggalkan Nininya(nenek Re:) karena menurutya rumah bukanlah tempat yang aman dan nyaman lagi. Memutuskan untuk mengadu nasib di Jakarta dan disanalah ia bertemu dengan Mami Lani. Sosok iblis perempuan berkedok malaikat yang berhasil mengambil hati Re: karena kebaikannya, sehingga ada pemikiran bahwa dialah malaikat pelindung yang diturunkan Tuhan untuk menyelamatnya hidupnya. Namun itu hanya pemikiran Re: saja, sedangkan Mami Lani memiliki maksud tersendiri. Re: memutuskan untuk ikut dan tinggal di rumah Mami Lani dan ialah orang pertama yang tahu bahwa Re: sedang mengandung. Bahkan Mami Lani sempat menawari Re: apakah mau digugurkan? Namun Re: langsung menolak, dari awal ia sudah bertekad untuk melahirkannya karena ia teringat tentang cerita almarhumah ibunya tentang dirinya saat masih berada dalam kandungan dan hendak digugurkan.

Sayangnya Re: sudah hanyut dan terjebak oleh kebaikan Mami Lani. Setelah Re: melahirkan anaknya, Mami Lani menjebak Re: yang mengatakan bahwa semua itu adalah hutang baginya. Semua keperluan Re: selama tiga bulan bersamanya dicatat dengan rinci "Belasan juta rupiah utang gue, dan gue wajib bayar!" ungkap Re:. Wajah Re: adalah aset bagi Mami Lani, dari awal sudah menjadi incarannya saat tak sengaja bertemu di kantin hotel. Itulah awal sosok Re: bekerja sebagai pelacur lesbian dibawah tangan Mami Lani. Lalu bagaimana dengan anak Re:?

Melur namanya, Pak Sutadi dan Bu Marlina adalah orang tua angkatnya. Bu Marlina sosok perempuan lembut berumur 40 tahunan yang tak dikaruniai anak selama pernikahanya. Mengenal Re: karena sempat dikenalkan oleh Sinta, teman Re: yang tewas terlindas mobil. Semasa kecil belum mengetahui bahwa ia bukan anak kandung dari orang tuanya. Selama itulah Melur mengenal Re: sebagai tante, "tante Re" panggil Melur. Hanya nama yang ia tahu, tidak dengan rupanya. Hermanlah yang selalu dimintai tolong Re: untuk mengantarkan rindunya pada Melur, dari kejauhan melihat Herman memeluk anaknya sudah cukup Re: dapat merasakannya. Sempat Herman menyuruh Re: untuk memeluknya sendiri, namun Re: menolak "Gue keringetan" "Gue ini pelacu..," "Jangan sampai di tubuhnya melekat keringat pelacur. Peluk dia untukku." Bingkisan terakhir yang Re: titipkan kepada Herman untuk Melur, berbagai macam mainan, sebuah boneka yang bisa melek dan merem, seperangkat masak-masakkan, jepitan ramput yang cukup banyak, bando, tiga lembar baju terusan, 2 long dress, dua pasang sepatu. Tak hanya itu, Re: juga menitipkan segepok uang, Rp5,25 juta "Bilang sama Bu Marlina, jangan ditolak. Tolong ditabung untuk bantu-bantu biaya sekolah Melur." "Kamu kuras semua tabungamu? Lalu untuk kamu?" "Aku hidup untuk Melur. Nasibnya harus lebih baik dari nenek dan ibunya...," "Titip cium dan peluk buatnya. Bisikkan di kupingnya sampaikan maafku, tak bisa membesarkannya sendiri."

Kata 'ibu' yakni 'wanita yang telah melahirkan sesorang'. Kata itu tidak pernah memilih untuk ditempatkan dimana, syaratnya hanya dua yaitu 'wanita' dan 'telah melahirkan seseorang'. Kata 'ibu' tidak pernah memandang orang yang ia tempati, bahkan seorang pelacurpun. Melihat bagaimana disini Re:, seorang ibu yang punya caranya sendiri untuk meng"indah"kan putri semata wayangnya meski tak pernah hidup bersama dan Melur kecil tak memanggilnya "ibu", masih tante "tante Re:". Bagi Re: mungkin kebahagiannya cukup melihat Melur hidup tidak dengan pederitaanya, cukup Re: sendiri yang menanggunya dan Melur tahu bahwa tante Re: yang baik itu ada.

Kata 'ibu' terasa kotor ketika orang-orang yang ditempatinya adalah orang-orang yang tidak baik menurut manusia yang memandang orang tersebut. Kita sudah tahu, bagaimana dan apa yang akan terjadi jika kata'ibu' duduk didepan nama Re:. Kata 'pelacur' sudah berlabuh terlebih dulu sebelum kata 'ibu' ada dan bahkan Re: lebih dikenal dengan kata 'pelacur' daripada namanya sendiri. Itu yang terjadi pada Herman, Re: sendiri enggan untuk menyebutkan nama aslinya. Lebih tepatnya Re: tidak ingin keadaannya saat itu mengotori nama indahnya dari sosok ibu. Mungkin itu pula yang menjadi ketakutan sosok Re:, takut bila kata itu akan melekat pada anak tercintanya Melur hingga tumbuh dewasa nanti. Bahkan Re: takut untuk memeluk anaknya sendiri, takut bila keringat seorang pelacur mengenai Melur.

Terlepas dari benar tidaknya kenyataan seperti itu, tapi tetap ada kemungkin kisah seperti itu benar-benar terjadi. Tidak pernah terbayang bagaimana jika saya ada pada posisi Re: sebagai seorang ibu dan Melur sebagai seorang anak, atau bahkan hanya Hermanpun tak bisa dibayangkan, menjadi saksi hidup Re: dan Melur.

opini sastra Novel,Cerpen dan puisiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang