3

19 0 0
                                    

Membaca buku dengan ditemani segelas es kopi sungguh sangat menyenangkan apalagi diluar sedang terik-teriknya matahari bersinar."Sendirian aja.."Aku mendongak menatap orang yang tiba-tiba saja duduk di sampingku disusul dengan kawan-kawannya yang jumlahnya sekitar 2 orang. Aku menoleh kesamping kanan dan kiri mengernyit tidak suka pada kemunculan mereka."Ada apa?""Ngga ada tempat duduk yang kosong lagi, kita boleh gabungkan?" Ucap orang yang ada di depanku. Aku lumayan familiar dengan mukanya sepertinya aku pernah melihatnya.Karena terlalu asik mengingat dimana aku pernah bertemu cowok yang ada di depanku, Aku tidak menyadari kalau sudah ada tangan yang merangkul bahuku. Aku mengernyit menoleh kearah orang yang menjatuhkan tangannya di bahuku. Cih. Cowok itu lagi.Dia tersenyum bahagia kepadaku. Aku langsung berwajah suram melihat tingkahnya apalagi mengingat kalau headphone ku masih ditangannya."Hai...""Head phone gue mana?" Aku menyingkirkan tangannya yang ada di bahuku. Dan menengadahkan tangan meminta."Kok.. belum pulang? Mau aku anter..hm" Tangannya kembali merangkul bahuku."Wah... Arkan udah mulai berani godain nih...." Seruan seorang cowok yang ada disamping kananku. Memutar mata malas aku masih tetap menengadahkan tanganku meminta. Dan menyingkirkan tangannya."Kenalin gue Arkan.. loe?""Balikin head phone gua.." Ucapku menuntut. Tangannya merangkul ku lagi, merasa sia-sia aku berhenti menyingkirkan tangannya. Biarlah. Suatu saat nanti tangan itu akan ku pelintir. Lihat saja."Senang kenalan sama loe, Aca.."Aku mengernyit bingung darimana cowok ini tahu namaku, lagipula aku bukan tipe cewek yang aktif di kegiatan kampus setidaknya belum. Karena aku terlalu malas jika terlalu banyak urusan. Aku juga paling benci apabila menjadi pusat perhatian banyak orang."Gua yang ngasih tau.." cowok yang ada di depanku menyahut."Loe masa ngga ingat sama gua, dulu ospek kan kita bareng.." Ungkapnya menjelaskan. Ahh. Iya aku ingat dulu kita memang satu kelompok sewaktu ospek, pantas saja mukanya tidak asing. Tapi aku lupa dengan namanya, dulu kita berdua cukup akrab karena sama-sama sering dihukum."Jangan bilang loe lupa ama gua?" tuntutnya.Aku tersenyum meminta maaf."Sorry.. otak gua ngga cukup buat nampung nama-nama semua orang""Ck.. patah hati gua, lu ngomong begitu" Ucap cowok di depanku memasang muka patah hati dan memegang dadanya perih. Yaks. Benar-benar acting yang payah."Bisa ngga, acting lu lebih meyakinkan, biar gua percaya..""Hahaha ini nih, Aca yang gua kenal.. Sarkasme loe itu bener-bener tepat tapi juga ngeselin"Menyedekapkan tangan di dada, aku melirik sinis ke arah sampingku yang dari tadi masih betah memandangku. Yah. Aku memang tak bisa menghentikan pesonaku."Headphone.." Ucapku masih menuntut."HP loe sini.." Aku mengatur nafas meredakan emosiku. Apa hubungannya aku yang meminta headphone malah dimintai HP. Dasar cowok gila."Kasih aja kali Ca.." Aku melotot ke arah teman yang aku lupa namanya."Lagian kalo HP loe ngga dibalikin loe kan tau kemana mesti ngambil, dia ngga mungkin kabur kali.."Aku menggeram marah, melirik sekitarku yang benar-benar tidak nyaman. Bayangkan saja aku dikepung 3 laki-laki gila yang tidak tahu identitasnya. Shit. Cowok yang ada di samping kananku tiba-tiba bersiul nyaring. Aku mendongak, menatap cewek yang datang. Aku tidak mengenalinya."Shit..." Arkan mengumpat."Haha... saingan elu tuh.." Cowok di kananku berbisik. Aku mengernyit tidak mengerti menoleh kearahnya."Paan si Lu Wa.. jauh-jauh deh kepala loe" Arkan menoyor kepala cowok yang dipanggil Wa menjauh dari telingaku."Hi.. Nik.. Wa.." Ucap cewek yang tiba-tiba datang dan sok kenal menyapa cowok-cowok ini kecuali aku. Hell. Dia menganggap aku tidak ada. Tangannya merangkul bahu Arkan dan berdiri disampingnya. Satu hal yang membuatku sedikit menerimanya, karena dia membuatku mengingat nama Niko, teman yang aku lupakan namannya.Arkan mengernyit tidak suka dengan kelakuan si cewek cansek, cewek cantik seksi maksudku, tangan si cansek yang mampir dibahu Arkan disingkirkan namun kembali lagi. Nah kan sekarang lu ngerasain apa yang gua rasain. Aku tersenyum dalam hati merasa dendam ku terbalaskan begitu cepat.Situasi ini benar-benar akward, dengan tangan si cewek cansek yang merangkul bahu Arkan dan tangan Arkan yang merangkul bahuku. Lebih tepatnya mencengkram bahuku. Shit. Tenaga king kong kali ni orang. Ck. Jadi bisa kalian bayangkan kita berangkulan seperti pemain bola yang berfoto.Mencairkan suasana si Wa yang ternyata bernama Dewa itu berdehem dan membuat lelucon yang sama sekali tidak membantu. Aku mengernyit bingung melihat si cewek cansek itu melotot marah kepadaku. Kenapa dengannya apa aku ada salah dengannya.30 menit yang sunyi. Semuanya diam Arkan menunduk memejamkan mata dan memijat pelipisnya, sedangkan aku hanya memainkan sedotan minumanku dan HP yang tadi ku keluarkan demi membunuh rasa kebosanan ini. Niko dengan Dewa saling berpandangan seperti berbicara melalui mata sedari tadi."Nah.... Sil, ikut gua sama Dewa yuk, ada yang mau gua omongin" Niko berseru memecah kebisuan diantara kita semua."Mo ngomong masalah apa?.." Si cewek cansek menjawab malas."Ya masa kita omongin disini, emang ngga malu loe sama Arkan" Jawab Dewa yang langsung membuat pias muka si cewek cansek. Dengan tergesa Si cewek cansek menyeret pergi Dewa, dan Niko mengikuti dari belakang. Sempat aku melihat Niko mengerlingkan matanya kearah Arkan.Hening sejenak. Aku langsung berdiri berniat untuk pergi tapi tertahan oleh tangan Arkan yang masih nangkring di bahuku. Menghela nafas aku menoleh ke arahnya yang hanya menatapku polos. Atau lebih tepatnya berpura-pura polos."Ada apa sebenarnya.." Aku bertanya sedatar mungkin."Aku anterin, oke. Nanti aku balikin headphone kamu... hmm?"Aku berpikir sejenak lantas mengangguk mengiyakan daripada masalah ini tidak selesai-selesai.***Di dalam mobil suasana benar-benar menjadi lebih aneh dibandingkan dengan di starbuks tadi. Arkan hanya diam dan melihat jalan raya saja. Tanpa menghiraukan aku yang ada disebelahnya. Cih. Seharusnya aku tidak mengiyakan ajakannya tadi. Kami hanya berbicara mengenai rute menuju kos-ku tidak lebih, hanya itu. Dia yang katanya akan mengembalikan headphone ku pun hanya wacana semata. Setelah mengantarku sampai didepan kos, dia langsung pergi bahkan sebelum aku mengucapkan terima kasih dan menagih apa yang seharusnya dia kembalikan. Dia kira enak apa menaiki mobil dengan orang asing, walaupun sama-sama satu Universitas tidak menampik kalau dia tetap orang asing bagiku."Tumben pulang sore.." Sapa Nia teman tetangga kos ku menyambut kedatanganku. Aku tinggal disebuah kos yang tidak terlalu jauh dari kampus. Kos ini berjejer ke kanan 5 kamar yang masing-masing memiliki kamar mandi didalam. Ibu-ku yang memilihkan kos ini untukku katanya dia tidak ingin aku berdesakkan mengantri kamar mandi makanya beliau memilihkan kos ini yang lokasinya cukup strategis."Iya nih.." Aku menjawab tersenyum, menaikkan alis mata melihat sepatu pria yang ada didepan kamarnya. Nia bukan tipe orang yang suka memakai sneaker ataupun converse dia orang yang selalu mengagungkan wedges, high heels, ataupun boots."Cowok gua.." Nia menjawab pertanyaan telepati ku tanpa suara. Aku langsung mengangguk mengerti. Kos ini memang tidak terlalu ketat mengenai orang yang berkunjung. Kesadaran diri saja, tapi walaupun begitu ibu kost masih mengawasi dengan seksama. Kita semua sudah dewasa kita tahu mana yang baik dan mana yang tidak baik dilakukan. Aku memasuki kamar dan merebahkan tubuhku lelah. Sepertinya aku tidak akan mandi rasanya malas sekali, aku langsung terlelap tanpa mengganti bajuku.Baru beberapa menit rasanya aku terlelap tiba-tiba ada yang menggedor-gedor pintu kamarku keras. Aku mengerang merasa terganggu. Kamarku gelap tanpa ada penerangan sedikitpun. Mencari HP, dan menyalakan lampu kamar. Well. Ternyata baru jam 8 malam. Melangkah gontai aku membuka pintu."Hi..." Aku mengernyit bingung menatap lelaki di depanku, untuk apa dia kemari. Muncul didepan kamarku dengan seenaknya."Kok.. loe disini?"Arkan mengangkat kedua tangannya dan menunjukkan apa yang dia bawa. Well. Dia datang disaat yang tepat karena cacing diperut ku sepertinya benar-benar memberontak minta di isi sekarang apalagi melihat apa yang dibawa olehnya. Aku membuka pintu lebar-lebar dan mempersilahkannya masuk."Kamar kamu berantakan juga.." Ucap Arkan sambil matanya mengelilingi kamarku. Aku memutar kedua bola mataku malas."Thanks!" Ungkap ku menjawab sindirannya. Well. Aku tidak terlalu sakit hati mendengar omongannnya karena sebenarnya apa yang dia ucapkan memang apa adanya. Setengah wanita di dunia ini memang hidup sepertiku. Meja berantakan dll. Yang terpenting menurutku adalah tidak adanya sampah makanan dikamar ku yang pastinya akan mengganggu indra penciumanku.Arkan langsung duduk diatas karpet hangat ku, lalu mengeluarkan semua makanan dari tempatnya. Dia memandangku dan memerintah ku untuk duduk melalui matanya."Ayo makan, aku tahu kamu belum makan apapun dari sore.."Tanpa berpikir panjang aku langsung melahap apa yang ada di hadapanku. Well. Masa bodoh dengan etika atau apapun itu. Kalau perut kita lapar dan didepan kita ada makanan kenapa tidak kita makan saja. Persetan dengan bertingkah jaim didepan gebetan toh Arkan bukan seorang gebetan jadi kata tadi tidak berlaku. Arkan duduk di sampingku menatapku dari samping tanpa menyentuh makanannya.Setelah selesai memakan semua makanannya aku langsung membereskan semua kekacauan yang ada. Sedangkan Arkan dia hanya duduk dan menonton film yang ada di laptopku."Makasih makanannya by the way"Arkan mengangguk. Aku duduk disampingnya dan ikut menonton film yang dia tonton. Entah kenapa aku tidak merasa risih dengan kedatangannya. Padahal kita baru saja kenal, dan langsung bertingkah seolah-olah kita teman lama. Dan aku tidak habis pikir kenapa aku terima saja dia bertingkah di kos ku seolah ini adalah kamarnya. Menyebalkan.Karena terlalu focus dengan pikiranku aku tidak tahu kalau tangan Arkan sudah ada di kepalaku membelainya dengan lambat."Paan si..""Pengen aja.."Aku menatap matanya yang bewarna coklat terang mencari jawaban yang sama sekali tidak kutemukan. Yah. Aku bukan psikolog yang bisa membaca gerak-gerik orang. Aku terpaku, dibawah tatapan tajamnya sampai tanpa kusadari wajahnya sudah mendekat kearah ku. Menahan nafas aku menunggu sesuatu yang akan terjadi. What? Ngapain gua nunggu kelanjutannya. Arkan memejamkan matanya yang membuatku terhipnotis dan ikut memejamkan mata pula, lalu di detik selanjutnya benda kenyal itu mendarat di bibirku. Arkan mencium ku tepat di bibir. Mengecup sekilas lalu hilang. Membuka mata aku langsung sadar apa yang telah terjadi, Arkan didepan wajahku yang jaraknya tidak lebih dari 5 cm. Mendorong dadanya kuat aku langsung mundur. Belum sejengkal aku mundur tanganku sudah ditarik kembali membuatku jatuh tepat di dekapannya."Apa yang lu lakuin, bego!" Arkan diam saja."Lepasin gua! Bego !" tanpa berpikir panjang aku langsung menampar pipinya. Berdiri. Siap menumpahkan kemarahan ku padanya. Tapi yang membuatku tercengang adalah Arkan hanya diam, berdiri lalu pergi tanpa sepatah katapun. Shit. Dia pikir dia siapa datang tanpa kenal waktu mengacau lalu pergi tanpa membuat penjelasan.Memejamkan mata menarik nafas dalam-dalam aku meredakan emosiku berjalan keluar kamar dan melihat Arkan yang hanya duduk bersandar didepan mobilnya."Pergi ngga loe!" Usir Ku."Kenapa kalian selalu berpandangan sama kepadaku, apa aku se-menjijikan itu untuk dilihat?" Aku mengernyit mendengar perkataannya. Waah.. ngelantur ni bocah"Elo emang ngga menjijikan jika dilihat kasat mata. Tapi kelakuan loe yang menjijikan!""Aca! Selesaikan masalah kalian baik-baik!" Seruan Nia yang tiba-tiba sudah di sampingku. Fiks. Sekarang semua anak kost melihat pertengkaran yang ngga berguna ini. Nia menatapku menuntut."Arkan! Omongin masalah kalian baik-baik, ngga baik bertengkar malem-malem didepan kost begini, apa kata tetangga nanti!" Aku memutar kedua mataku malas. Tanpa disuruh dua kali Arkan menyeret tanganku membawaku masuk kedalam mobil."Thanks, Nia"Tanpa berpikir panjang Arkan langsung membawa mobil ini dari parkir tempat kost ku. Memejamkan mata aku mencoba mengatur emosiku yang kembali memuncak melihat entah kemana aku akan dibawa pergi. Hell. Aku orang baru disini yang tidak tahu menahu mengenai jalanan, apalagi tanpa membawa uang sepeserpun dan HP. Double shit. Benar-benar mengesalkan.

Bayusuta Cakra ArkanantaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang