Bab 3 Kelahiran Bidadari Kecil

4 1 0
                                    

Setelah menikah, Hanum masih tetap bekerja seperti biasanya. Mengenakan seragam batik dan memakai sepatu fantovel hitam serta mengapit tas di lengannya. Hari ini dia di antar suaminya karena sedang hamil muda, kata dokter janinnya masih sangat kecil khawatir keguguran mengingat dia beraktivitas di luar rumah.

Setiap Hanum kontrol kehamilan ke dokter, suaminya selalu setia menemaninya. Mereka sangat antusias menyambut kelahiran buah hati tercinta. Kedua orang tua dan mertua juga sangat senang menyambut kehadiran cucunya. Mereka membeli perlengkapan bayi, seperti: baju, sarung tangan, bedong, bantal, guling, selimut, dll.

Tepat jam sembilan pagi di salah satu puskesmas yang terletak tidak jauh dari desanya, Hanum melahirkan seorang anak perempuan yang cantik, dia merasa bahagia bisa menjadi seorang wanita sempurna dan menjadi seorang ibu muda. 

Mereka memberinya nama, Naura Aprilia untuk sang bidadari kecilnya. Lengkap sudah kebahagiaan keluarga kecil mereka. Hari-hari mereka penuh warna bersama keluarga tercintanya itu.

Waktu berlalu begitu cepat, dimana ibu muda itu harus kembali bekerja setelah masa cuti melahirkan selesai, Hanum merasa bimbang antara tetap bekerja atau resign dari kantor tempatnya bekerja.

"Anakku sayang, bagaimana mungkin ibu tega meninggalkanmu?" gumam Hanum sambil menggendong dan memandangi bayi mungilnya itu sambil sesekali mencium pipinya yang putih bersih. Wajah mungil yang kemerahan itu sesekali menangis ketika lapar dan haus. Hidungnya mancung mirip seperti bapaknya serta rambutnya yang lebat persis seperti ibunya.

_Kalau aku bekerja, anakku sama neneknya di rumah minum asi di botol. Saat ini asiku sangat banyak dan sakit sekali rasanya kalau tidak menyusui bayiku, sedangkan memerah asi butuh waktu. Tapi, kalau resign maka bisa fokus mengasuh anakku sendiri tanpa terbebani dengan urusan pekerjaan. Ah, aku bingung_, batin mama muda itu penuh kegalauan.

***

Wanita berhijab itu meminta pertimbangan teman - temannya. Mereka memberikan saran untuk tetap bekerja dan menitipkan anaknya kepada salah satu anggota keluarga. Adapula yang memberikan saran untuk berhenti bekerja dan fokus untuk mengasuh anaknya. Kepala kantor Hanum tempat bekerja sebenarnya tidak mengizinkan dia untuk _resign_ karena sedang kekurangan karyawan.

"Hanum, apakah kamu yakin _resign_ sekarang? Kami masih sangat membutuhkanmu di sini. Mencari karyawan sepertimu sungguh sangat sulit. Tolong pertimbangkan secara matang, saya kasih waktu 1 minggu," kata Pak Wisnu sambil merapikan dasinya.

"Baik, Pak." jawab Hanum.

***

Wanita berhijab itu tidak pernah membayangkan bagaimana ini bisa terjadi di dalam hidupnya tentang pilihan yang sangat sulit. Di sisi lain dia merasa bahagia karena sudah mendapatkan pekerjaan yang sesuai dengan impiannya sejak kecil serta memiliki seorang suami yang baik. Namun, di sisi lain dia harus memahami posisi baru menjadi seorang istri sekaligus sebagai ibu baru yang mempunyai tugas dan tanggung jawab mengasuh anaknya. 

Hanum memilih duduk menyendiri di sebuah mushola dekat tempatnya bekerja, dia menghela nafas panjang setelah shalat dhuha dan berdoa. Sementara sebagian temannya sudah kembali ke kantor.

"Mbak, aku duluan ya," sapa Bu Dewi sambil menepuk pundak ibu baru itu.

"Iya, Bu." jawab Hanum sambil melipat mukenah dan sajadah miliknya.

***

Sepulang bekerja seperti biasanya Naufal selalu membeli oleh-oleh makanan untuk istrinya. Tentu saja dia tidak ingin wanita belahan jiwanya kelaparan karena harus menyusui bayinya. Papa baru itu sangat bahagia memiliki seorang anak yang baru saja dilahirkan oleh istrinya itu. Namun, hari itu dia melihat pandangan yang berbeda pada istrinya, lalu dia menghampirinya.

"Mama, kenapa kok kelihatannya sedih?" tanya Naufal sambil memeluk istrinya.

"Aku bingung antara _resign_ atau tidak," jawab mama muda itu.

"Menurut papa, lebih baik sekarang mama fokus dulu untuk merawat buah hati kita. Nanti, kalau sudah agak besar boleh bekerja lagi," tutur sang suami.

"Hemm..." Hanum kembali menghela nafas panjang, sambil memikirkan perkataan suaminya.

Keesokan harinya, Hanum berpakaian rapi untuk terakhir kalinya dan pergi ke kantor tempatnya bekerja. Matanya masih sembab akibat semalam dia menangis karena sebenarnya dia masih ingin mengejar karirnya, namun dia juga harus mengasuh anaknya mengingat ibunya sudah tua dan tidak memungkinkan untuk mengasuh cucunya.

Dengan berat hati dan sedih akhirnya wanita berhijab itu resign dari kantor tempatnya bekerja selama 4 tahun terakhir. Wanita berhijab itu berpamitan kepada semua teman-temannya.

"Terima kasih, Pak Wisnu karena sudah mengizinkan saya untuk menjadi karyawan di sini selama ini. Saya meminta maaf kepada teman-teman atas kesalahan saya baik secara sengaja atau tidak sengaja." kata Hanum.

"Sama-sama, Mbak." jawab Pak Wisnu.

"Apapun yang menjadi keputusan mbak Hanum itulah yang terbaik untuk saat ini karena salah satu kewajiban seorang istri adalah mengasuh anaknya. Apalagi sekarang masih bayi sangat membutuhkan perhatian lebih intens dari mamanya," tutur Bu Dewi sambil memegang pundaknya seraya menguatkan hati ibu muda itu.

Tanpa terasa air mata Hanum menetes di pipinya, dia mengambil tisu yang ada di meja. Teman-temannya bersalaman satu persatu dengan Hanum. Mereka penuh haru melepas perpisahan ibu muda itu.

Dari kejauhan, di pinggir jalan tampak sang suami menggendong bayinya menunggu kedatangan wanita muda itu.

Dalam sebuah proses perjalanan kehidupan, setiap pertemuan pasti ada perpisahan. Namun, kita tidak boleh menyesali setiap keputusan yang sudah kita ambil. Karena pasti akan ada hikmahnya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 20, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Metamorfosa Sang IntrovertTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang