Happy Reading
Setelah dari rumah pohon itu, Langit membawa Sabit untuk bertemu kembali dengan ibu panti. Maka dengan senyum lebar dan penuh sambutan, ibu panti menerima kedatangan Sabit dengan senang hati. Bahkan, ketika Sabit tengah membantu ibu panti membereskan piring sisa makan siang mereka, bisikkan dari ibu Panti membuat pipi Sabit bersemu merah.
Ibu panti berbisik padanya, memberitahu bahwa ia adalah gadis pertama yang Langit bawa untuk pria itu kenalkan di lingkungan panti. Sudah dapat ditebak bagaimana bahagia Sabit menjadi wanita pertama yang Langi bawa berkunjung ke sini. Seolah menggambarkan betapa spesial dirinya.
Pertemuan ia dengan Langit selalu membawa efek menggelitik di perutnya. Sabit selalu ingin terus-menerus bertemu dengan pria itu. Berbincang banyak hal dengannya. Dan melakukan banyak kegiatan dengan pria itu. Dan semua hal itu sudah banyak mereka lakukan dalam beberapa bulan terakhir.
Dan melalui pertemuan ini pula, hidup Sabit selalu dilimpung dengan rasa bahagia. Entah sudah sebahagia apa itu hingga bahagia itu tak bisa lagi ia gambarkan dengan jelas. Sabit akui, kehadiran pria itu menyingkirkan ruang kosong yang selalu datang kepadanya di malam hari--menghampirinya untuk mengingat-ingat luka akan kecelakaan kedua orang tuanya. Namun lambat laun, ruang kosong dalam dirinya mulai di isi oleh sosok Langit.
Langit bak malaikat yang Tuhan kirimkan untuk menemaninya. Menemahni setiap langkah hidupnya. Dan mengisi ruang yang sebelumnya tak pernah di jamah oleh siapapun dalam dirinya.
Dan kini, setelah seharian bermain bersama anak-anak panti, hari juga sudah mulai petang, Langit memutuskan untuk pamit membawa Sabit bersamanya untuk pulang. Langit berjanji pada anak-anak panti akan datang lagi bulan depan, bersama dengan Sabit sesuai dengan keinginan anak-anak Panti.
Langit memeluk ibu panti sebelum pulang, ia mendekap tubuh itu, seolah menyalurkan rasa rindu kepada sosok wanita yang sudah menginjak usia 50 tahun tersebut. Sabit yang melihat bagaimana sorot Langit yang menatap ibu panti, ia tersenyum. Sabit merasakan bahwa betapa tulusnya rasa sayang Langit kepada mereka semua yang ada di sini.
Sabit pun ikut memeluk ibu panti sebagai salam perpisahan mereka hari ini. Sabit juga mengucapkan rasa terimakasih karena ia sudah di terima dengan hangat di rumah penuh dengan kebahagiaan ini. Maka ketika anak-anak memintanya untuk datang kembali bulan depan, Sabit menerimanya dengan senang hati. Karena Sabit, sangat-sangat bahagia bisa bergabung dengan mereka disini.
Anak-anak Panti melambai-lambaikan tangannya ketika mobil yang Langit kendari mulai berjalan meninggalkan pekarang rumah panti yang cukup luas. Sepanjang jalan, Sabit tak henti-hentinya menebar senyumnya. Kembali mengingat-ingat akan moment yang barusan terjadi beberapa jam yang lalu. Langit yang melihat itu sontak ikut tersenyum.
"Bahagia banget kayaknya," goda Langit ketika melihat Sabit masih memasang senyum lebarnya.
"Iya, lho, Mas. Aku makasih banget karena kamu udah mau ngajak aku ke sana," Jawabnya menatap Langit dengan senyum.
Sabit jadi teringat akan perkataan ibu panti, "Baru kamu lho, yang Langit bawa ke sini. Ibu juga sempet kaget waktu Langit keluar dari mobil nggak sendirian kayak biasanya." Yang perkataannya sontak mengundang desiran aneh yang mengaliri aliran darah dalam tubuhnya.
Sabit sudah mendengar hal itu dari Langit memang, tapi ketika ibu panti turut mengatakannya juga membuat aliran darah di dalam tubuh Sabit kian berdesir. Tapi ada yang membuat Sabit penasaran. Alasan apa yang membuat Langit membawanya ke tempat ini.
"Mas, boleh Tanya?"
"Nggak," sahut si pria santai membuat si gadis berdesis kesal.
Langit mendengkus geli. "Tanya aja, mau Tanya apa?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Langit Sabit (KUN) End
Romansasebuah Rasa yang tak seharusnya ter-asah. Cover by : pinterest