X

1.4K 213 7
                                    

happy reading!

***

Chiko melahap habis sarapannya dengan terburu-buru, lalu meneguk susu hingga ia hampir tersedak.

Soraya menyodorkan selembar tisu untuk mengelap mulut putranya yang belepotan. "Pelan-pelan Archie. Kenapa buru-buru gitu? Biasanya juga kamu bangun siang dan males banget pergi ke kampus."

Soraya melemparkan tatapan pada Apollo yang memakan sarapannya dengan tenang. Apollo hanya mengangkat bahunya menyatakan ia tak tahu apa-apa.

"Hari ini beda, Mam. Ada orientasi studi pengenalan ke maba."

Soraya mengangkat sebelah alisnya. "Jangan bilang kamu udah jatuh cinta sama salah satu gadis angkatan baru."

Chiko tertawa renyah. "Emangnya kenapa? Mami pasti bakal suka." Soraya meletakkan sendok dan garpunya bersiap untuk mengeluarkan jurus seribu nasehat. Namun Chiko lebih dulu membuka suara menginterupsi sebelum ia kena omelan.

"Sesuai janji, aku akan ajak Shani ke rumah. Jadi aku berangkat dulu." Chiko segera melesat kilat setelah pamit dan salim, membuat orang tuanya kebingungan.

"Lihat, anak kita bertingkah aneh." Soraya mulai mengadu.

"Apanya yang aneh? Dia bersikap seperti biasanya kok. Bukannya kamu harusnya seneng kalo dia bawa Shani kemari?"

Soraya mendengus pelan. "Kamu nggak akan paham. Aku Maminya, jadi aku bisa menangkap keanehan sama diri Archie." Soraya menopang dagunya dengan tangan di atas meja.

***

Chiko melirik kesana kemari. Dia tidak fokus. Ia terus mengamati setiap mahasiswi yang berlalu lalang. Dulu Shani selalu berusaha mencari dirinya, jadi sekarang gadis itu pasti juga berusaha keras untuk menemukan dirinya. Sama seperti yang ia lakukan sekarang.

Dia mencari sosok itu di setiap sudut universitas. Namun tak ada bayangan gadis bersenyum lesung itu. Ini sangat aneh, seberapa kerasnya ia berusaha Chiko tak bisa menemukannya. Apakah alurnya tetap sama?

Chiko merebahkan kepalanya di atas meja kantin menggunakan lengan kirinya sebagai bantal. la menatap dua garis horizontal di pergelangan tangan kanannya.

Zevran dan Ganiel yang merupakan teman akrabnya selama di universitas itu membuat kegaduhan. Ganiel, pria bertubuh berisi itu sangat riuh memilih banyak menu makanan di kantin. Temannya yang satu ini memang sangat suka makan.

"Chik, kenapa lo uring-uringan gitu? Gue perhatiin lo kayak nggak peduli sama tugas lo buat ngenalin studi dan lingkungan ke maba

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Chik, kenapa lo uring-uringan gitu? Gue perhatiin lo kayak nggak peduli sama tugas lo buat ngenalin studi dan lingkungan ke maba." Tanya Zevran.

Chiko dengan wajah lesunya masih tak menyahut. la memperhatikan para mahasiswa/i di taman yang sedang berkelompok duduk membuat lingkaran seraya mendengarkan penjelasan seniornya tentang pengenalan kampus serta tetek bengek program yang harus mereka ikuti. Kebetulan meja makan mereka mengarah pada taman hijau yang terhampar luas di depan sana.

"Udah lo jangan banyak mikirin hal yang nggak penting, bawa makan aja biar pikiran tenang." Ganiel menimpali ucapan Zevran yang tidak dijawab oleh teman hazelnya.

Chiko memicingkan matanya, ia seperti menangkap siluet seorang gadis yang sangat ia kenali. Rambut coklat karamel itu menari di udara akibat terpaan angin lembut—tapi badan Ganiel yang sedang membenarkan posisi duduknya menghalangi pandangannya. Chiko kalang kabut, ia mendorong tubuh tegap Ganiel untuk tidak menghalangi pandangan matanya.

Benar saja, sosok itu sedang duduk mendengarkan penjelasan sang senior, sesekali kepalanya menunduk mencatat sesuatu di buku kecilnya. Gadis itu menyelipkan helaian rambutnya di belakang telinga. Semua tindakan itu seakan bergerak slow motion di mata hazel milik Chiko. Jantungnya terpompa dua kali lebih cepat, mengirimkan sengatan yang menggetarkan hatinya.

Tak ingin membuang waktu lebih lama, Chiko segera beranjak dari tempat duduknya. Zevran hanya berdecak malas melihat kelakuan aneh sahabatnya itu.

Chiko berjalan menghampiri Ken, lalu berbisik agar bisa menggantikan Ken saat ini, tentunya dengan sedikit memaksa. Ken adalah senior yang sedang menjelaskan orientasi pengenalan, Chiko kenal baik dengan pemuda berkulit pucat itu.

Setelah bisa menggantikan Ken, Chiko kini duduk di depan para maba, matanya terus memperhatikan seorang gadis yang belum menyadari kehadirannya. Jantungnya berdebar tak karuan. Ingin sekali rasanya ia melompat ke arah gadis itu, menyerangnya dengan pelukan dan ciuman kerinduan. Tapi itu tak mungkin, itu akan menjadi kesan yang sangat aneh bagi gadis itu, dan bisa saja dengan tingkah bodohnya itu alur kehidupannya akan berubah dan sulit diprediksi. Jadi ia harus tenang dan menahan diri.

Chiko berdehem dan melanjutkan penjelasan Ken tentang program dan klub yang ada di universitas. Shani yang berada di seberang tepat berhadapan dengan Chiko tercengang kala menangkap suara yang begitu familiar di telinganya.

Shani mendongak, menangkap potret pemuda yang membuatnya takjub selama ini. Semburat merah tiba-tiba menghiasi pipinya. Matanya tak sengaja bertemu dengan kedua mata Chiko, namun dengan segera Shani memalingkan wajahnya.

Chiko tersenyum lembut, tatapan matanya menjadi teduh kala mendapati gadis itu tak berbeda sama sekali. la sepenuhnya paham tingkah malu-malu Shani, artinya gadis itu masih menyukainya.

Hatinya yang membeku seolah meleleh perlahan-lahan, menjadi hangat. Merasa belum percaya bahwa ia bisa bertemu dengan gadis itu lagi setelah bertahun-tahun lamanya. Ini seperti mimpi yang ia ciptakan di alam bawah sadarnya setiap malam.

"Shan, wajah kamu merah. Kamu sakit?" Tanya seorang pemuda yang duduk di samping Shani seraya memeriksa kening gadis disebelahnya itu. Pemandangan itu tak luput dari mata elang Chiko.

Chiko tahu betul siapa pria yang sok perhatian pada Shani. Dia Gasta, sahabat Shani.

Dulu Chiko sama sekali tak peduli dengan kedekatan mereka, atau hubungan seperti apa yang mereka miliki

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Dulu Chiko sama sekali tak peduli dengan kedekatan mereka, atau hubungan seperti apa yang mereka miliki. Namun sekarang berbeda, dadanya terasa panas.

Chiko merasakan sesuatu yang terbakar di dalam dadanya. la mendelik tak suka pada pria di samping wanitanya. Wanita yang akan menjadi istrinya nanti, jika sesuai dengan alur kehidupan masa depan. Tentu ia tak salah mengklaim kalau Shani adalah miliknya, walaupun waktu itu dirinya menyia-nyiakan wanita itu. Namun kali ini, dengan kesempatan yang ia terima, ia akan melakukan penebusan dosa. Tak akan pernah ia lepaskan Shani untuk kedua kalinya.

***
tbc

note: semua gambar diambil dari pins

.
090423

THE EGO: A MiracleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang