"Terima kasih."

11 3 0
                                    

            Aluna tertegun sesaat, janji Rain tentang 'tidak akan ada seleksi ulang' benar-benar terjadi. Kaiden malah berdiri dan meminta maaf. Mood buruknya sejak semalam mulai memudar, tidak, lebih tepatnya, Aluna tidak ingin terlarut-larut dalam kesedihan. Banyak hal yang akan terlewat sia-sia jika dihabiskan dengan bersedih terus. Apalagi hanya tinggal empat hari lagi hingga olimpiade dimulai. Para peserta olimpiade datang dari seluruh sekolah di Indonesia yang telah lolos lomba tingkat provinsi, dan seleksi yang diadakan di sekolah masing-masing. Mereka akan tinggal di hotel yang sudah disediakan, dan olimpiade ini bukan sekedar berlomba menjawab soal-soal matematika, ada pula menulis esai dan melakukan presentasi dengan grafik. Dua hari sebelum Aluna akan ke hotel, gadis itu sengaja banyak menghabiskan waktu di perpustakaan nasional bersama Rain sambil mencari referensi lebih banyak untuk tema presentasi apa yang akan ia lakukan.

Presentasi akan dilakukan saat sudah 10 besar. Meski Aluna sendiri tidak tahu apa ia akan bisa lolos 10 besar itu atau tidak.

Setidaknya ia sudah berusaha melakukan yang terbaik.

Sekitar pukul dua siang setelah kegiatan club yang melelahkah, Rain mengajak Aluna ke perpustakaan Nasional dengan alasan untuk mencari bahan untuk prensentasinya. Padahal Rain sengaja agar memiliki banyak waktu bersama Aluna sebelum mereka benar-benar sibuk dengan olimpiade. Di atas motor, mereka tidak banyak bicara. Terlalu canggung, lagi pula hari ini angin juga bertiup kencang, daripada mengulang-ulang ucapan karena suaranya kebawa angin, lebih baik diam. Setelah sampai di tempat parkir, mereka langsung membuat kartu keanggotaan di lantai dua, isi data di layar komputer yang banyak di sana, ambil foto dan tunggu hingga kartu mereka jadi.

Tujuan utama mereka adalah lantai yang berisi buku-buku dengan topik yang mereka cari. Setelah mutar-mutar banyak rak buku, akhirnya mereka duduk di tempat khusus untuk bekerja atau mengerjakan tugas seperti mereka. Terdapat banyak meja yang berbaris menghadap jendela.

Aluna mengatur napas. Mulai membuka-buka buku.

"Kamu mau langsung ngerjain tugas? Minimal minum dulu," ujar Rain.

Sebuah tumblr tersodor. Aluna menolak halus, "Aku sudah bawa sendiri."

Setelah minum, Aluna menatap buku catatan bersampul coklat-nya lagi. Sambil terus menatap buku, Aluna bertanya, "Bagaimana kamu melakukannya?"

"Apaan?"

"Gimana bisa tidak ada seleksi ulang?" Kali ini mata coklat terang Aluna menatap laki-laki di sebelahnya.

"Oh." Rain tampak salah tingkah. "Itu... ra-ha-si-a."

"Enak ya jadi orang yang punya koneksi berpengaruh."

Rain agak tersentak mendengar pernyataan Aluna. "Hah?"

"Bagaimanapun, terima kasih Kak Hujan." Aluna tersenyum menunjukan deretan gigi putihnya. Senyum terlebar yang pernah Aluna tunjukan padanya.

Mulai dari menggaruk tengkuk sampai menggetarkan kaki, Rain tidak bisa menyembunyikan perasaan salah tingkahnya saat ini.

Notifikasi SMS spam muncul di handphone Aluna, terlihat wallpaper layar kunci Aluna; foto bulan sabit yang terlihat agak blur karena di zoom.

"Tapi kayaknya aku lebih suka jadi bulan dari pada hujan, soalnya cewek aku sukanya bulan."

Butuh beberapa menit hingga Aluna baru mengerti maksudnya. "Kakak gak usah jadi bulan, nanti jauh, aku cuma bisa liatin, kalo hujan setidaknya aku bisa megang airnya."

"Lebih suka bulan atau aku?"

Alih-alih menjawab, Aluna malah menyembunyikan wajahnya dengan buku. Rain tertawa sambil membungkam mulutnya takut akan menimbulkan suara gaduh.

Sunflowers In The Grass (tamat) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang