🧟 Branch 1: Ollie's Alternate Lore (part 2)

358 35 11
                                    

Bel berbunyi, sudah waktunya untuk jam istirahat.

Tidak seperti sebelumnya, Olivia tidak menghabiskan waktu istirahatnya kena bentak para guru, sehingga lupa makan siang, dan membuat dirinya kelaparan hingga waktunya pulang.

Ah, aku jadi rindu momen-momen itu, riang Olivia sembari mengitari sekolah.

Sekarang, dia berusaha untuk menemui Kobo, sang adik kelas yang dirundung itu.

Masalahnya, tidak ada yang tahu keberadaannya sama sekali. Murid kelas sepuluh satu angkatannya tidak ada yang tahu, teman kelasnya sama saja, bahkan para perundung pun tidak ada yang peduli. Mereka hanya sujud hormat kepada Tuan Putri Olivia, berterima kasih karena selalu melindungi mereka dari hukuman para guru (seakan-akan Olivia adalah boss besar mereka). 'Jangan ganggu Tuan Putri Olivia. Dia punya Om gangster betulan!' sebut salah satu perundung entahlah kapan, menyuruh teman lain untuk mulai melayani Tuan Putri Olivia. Justru sebaliknya, mereka meminta Olivia tidak perlu dekat-dekat dengan anak autis tersebut.

Meskipun tadi pagi mereka merundung Kobo? tanya Olivia dalam hati. Atau justru karena mereka tidak ingin kehilangan teman 'bermain' mereka, ya?

Setelah Kobo turun dari mobil, sang supir langsung kembali memasuki kemudi, langsung pergi meninggalkan Kobo sendiri. Dan saat itulah kejadiannya terjadi. Ketika Kobo tidak lagi dilindungi oleh privilege keluarga kayanya, ketika tidak ada sekutu Kobo yang akan mengadu, muncul seorang siswa yang gemuk badannya mulai mendekati Kobo.

Ryan–siswa yang gemuk badannya ini–bertingkah seakan-akan dirinya terjatuh dan tersandung, membuat Kobo–gadis yang bahkan tingginya tidak lebih dari 150 senti–untuk menangkapnya mentah-mentah.

Praktis, hal tersebut membuat sang gadis jatuh tersungkur, tepat di atas genangan air pula. Membuat seragamnya basah dan kotor, tangannya mungkin keseleo? Tentunya pasti sakit, dan dapat dipastikan bahwa itu bukan perasaan yang nyaman sama sekali.

"Ah! Gue nyentuh si tuyul! Dia bakal ngutuk gue! DIA BAKAL NGUTUK GUE! Lo kalau jalan yang bener, dong!" teriak Ryan mencaci Kobo, dengan tidak lupa merundungnya lagi dengan menendang genangan air yang tepat mengenai wajah Kobo.

Sayangnya, Kobo tidak peduli sama sekali. Tidak barang satu detik dia mengalihkan perhatiannya untuk mengurusi bajunya yang kotor, atau Ryan sekalipun, bahkan dia tetap bergumam saja entahlah kepada siapa. "Dan mohon ampun hamba pada kuasa yang nyata. Cuaca yang tidak biasa ini akan membawa malapetaka. Tidakkah ada sebuah cara untuk menanggulanginya?"

Kobo bangkit, melanjutkan aktivitasnya, tetap menjadi gadis yang hidup di dalam dunianya sendiri.

"Dia sibuk ngerapal mantra! SI TUYUL NGUTUK KITA UNTUK HUJAN TERUS-TERUSAN!" tawa Ryan menggelegar, beserta para perundung lain yang totalnya berjumlah empat orang, pura-pura ketakutan akan kehadiran Kobo.

Begitulah keseharian yang harus dialami oleh gadis malang ini. Kehadirannya tidak dianggap sama sekali, kecuali sebuah alat untuk dipermainkan saja. Tidak ada teman yang merasa iba, tidak ada guru yang khawatir padanya. Mereka semua tidak ingin menganggap Kobo sebagai manusia, kecuali para perundung ini saja yang sibuk 'bermain' dengannya.

Maka dari itu, sekarang Olivia menghabiskan waktu istirahatnya berlari-lari memutari sekolah, pergi ke kantin, pergi ke ruang kelas kosong di lantai tiga, mengunjungi bilik-bilik kamar mandi, ke perpustakaan, ke belakang gedung sekolah tempat anak-anak merokok di samping gerobak sampah, hingga pada akhirnya mencoba ke atap sekolah.

Jangan salah sangka.

Ini bukan atap sekolah seperti yang kalian kira.

Olivia harus pergi ke lantai tiga terlebih dahulu, pergi ke sudut gedung tempat torren air sekolah disimpan, menaiki menara besi yang rapuh tanpa tangga, berjalan memutari torren air tadi, sampai pada akhirnya berada di sebuah tempat untuk berpijak yang tidak rata, luasnya setengah ruang kelas, tanpa pengaman atau pagar sama sekali.

Tidak seperti di film-film, atap sekolah ini sangatlah berbahaya (dan Olivia justru sangat menikmati adrenalinnya).

Oh, usaha aku gak sia-sia rupanya, kejut Olivia melihat ada seseorang berdiri di tengah-tengah atap, ternyata itu adalah Kobo yang tengah menatap langit (yang cerah dan terang benderang) SAMBIL MENGENAKAN PAYUNG YANG IA BUKA SEJAK MASUK SEKOLAH TADI PAGI.

Ini anak otaknya memang miring, ya? pikir Olivia tidak berkaca. Meskipun sinting, tapi tetep cantik, sih, lanjutnya menyadari bahwa pemandangan dibawah mentari yang menyinari ini benar-benar memukau mata.

Dengan badannya yang ramping, di bawah payung merahnya, rambut biru yang bergelombang seperti ombak laut, dengan mata yang menyertakan sebuah kesendirian, Kobo menatap mentari seperti sanak keluarga yang ia rindukan. Kobo sangatlah cantik, sangatlah memukau dan ayu, tapi matanya yang dingin dan menolak dunia itu terlihat sangat kesepian dan penuh penderitaan.

Dia seperti sedang... curhat dengan langit?

"Kobo cantik banget," puji Olivia dengan lirih, namun sedikit bersuara tidak sengaja

"Kobo cantik banget," puji Olivia dengan lirih, namun sedikit bersuara tidak sengaja

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Gambar1. Ilustrasi Kobo & Olivia

Mendengar suara asing yang tidak diundang, Kobo pun langsung menoleh dengan cepat. Terkejut, Kobo menatap Olivia dengan tajam, lalu memberikan ekspresi jijik, benci, dan risi kepadanya, seperti baru saja mendapati seekor kecoak di dalam kamar mandi.

Ugh, tatapannya makin cantik, respon Olivia dengan jantung yang sempat berhenti berdetak.

Masih dengan mulut yang menggumamkan entahlah apa tidak terlalu terdengar, Kobo langsung mengalihkan perhatiannya, membuang muka pada Olivia, langsung memutuskan untuk pergi meninggalkan gadis berambut merah ini sendirian.

"Ah, kamu Kobo? Aku penasaran. Kenapa pake payung cerah-cerah gini?" tanya Olivia sebelum Kobo benar-benar praktis meninggalkannya.

Tapi, Kobo tetap pergi melewati Olivia tanpa berhenti, tidak memedulikan apa yang ditanyakan kepadanya. Kobo tidak ingin merespon apapun, kecuali untuk menjadi egois dan kembali pada dunianya sendiri.

Mendapatkan perilaku tidak bersahabat tersebut, Olivia langsung menyadari mengapa orang-orang menghindari gadis mungil satu ini.

Orang-orang pasti langsung risi.

Orang-orang pasti langsung sakit hati.

Padahal kita tanya baik-baik, coba bantu kamu untuk berbaur, loh? duga Olivia terhadap respon orang-orang yang sakit hati berusaha membantu Kobo.

Sayangnya, itu tidak berlaku bagi Olivia.

Bukannya sakit hati atau patah hati, respon negatif tersebut justru Olivia terima dengan lapang dada. Bulu kuduknya berdiri semua, seluruh sarafnya melejit mengejutkan setiap ujung permukaan kulitnya, OLIVIA PUN PRAKTIS TERANGSANG KARENANYA!

"Oh... betapa kejamnya kamu, Kobo!" goda Olivia yang sudah memantapkan hati untuk membuntuti Kobo (dengan pupil mata yang perlahan berubah menjadi bentuk hati).

HoloRoot - Hololive FanFictionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang