✨ 37. Rasa Khawatir ✨

433 48 35
                                    

Sesuai janji aku update malam ini.

Maaf untuk kesekian kalinya karena lama update, soalnya sibuk meditasi 😂😂

Jangan bosan nunggu cerita ini update yaa 🤍🤍

Tolong koreksi jika ada typo, terima kasih 😘

Happy Reading Guys ❤️

***

Adel membenarkan letak kemeja Sakti seraya berjalan menuju carport, tempat di mana suaminya itu menyimpan mobilnya.

"Pokoknya kalau kamu butuh sesuatu telepon Bunda atau telepon aku aja. Aku usahakan untuk bisa segera datang," ucap Sakti sambil mengusap kepala sang istri.

Ia seperti tidak tega meninggalkan Adel sendiri di rumah, tanpa ada siapa-siapa yang menemani. Seandainya bukan karena permintaan sang Ayah, mungkin Sakti akan mangkir lagi seperti hari-hari sebelumnya. Semalam ayahnya kembali menelpon untuk memintanya segera datang ke kantor, padahal aksi mogok kerjanya ini karena ia sedang kesal pada ayahnya yang sudah mengganggu waktu romantisnya bersama Adel.

"Satu lagi, kamu harus jaga diri baik-baik. Nggak boleh melakukan pekerjaan yang berat-berat. Kalau bisa duduk manis aja sambil nonton film kesukaan. Aku nggak tahu bisa pulang cepat atau nggak, tapi seandainya sampai jam tujuh malam aku belum pulang juga kamu boleh minta Bunda untuk menemani kamu tidur atau kamu minta Naomi datang," lanjut Sakti begitu protektif. Benar-benar ingin memastikan Adel baik-baik saja selama ia pergi.

Adel tersenyum tipis selama mendengarkan celotehan Sakti yang begitu mengkhawatirkan dirinya, dia pergi hanya untuk beberapa jam ke depan saja bukan berbulan-bulan atau bertahun-tahun, tapi semua pesannya seperti orang yang akan pergi lama sekali.

"Iya suamiku yang baik dan tampan ini, aku bakal jaga diri baik-baik selama kamu nggak ada di rumah supaya kamu nggak khawatir sama aku. Semangat kerjanya ya?" Adel mengusap lengan Sakti sambil tersenyum manis untuk memberikan Sakti semangat.

"Aku berangkat sekarang, ya?" Adel mengangguk. Ia mencium punggung tangan Sakti sampai akhirnya Sakti melangkah menuju mobilnya.

"Bye bye Papa Ganteng!" seru Adel sembari melambaikan tangan.

Seketika Sakti menoleh, ia putar balik menghampiri Adel. Dalam sekejap bibirnya mendekat, bukan sebuah kecupan ringan tapi ada lumatan kecil yang Sakti berikan demi menyakiti rasa gemas pada panggilan Adel itu.

"Aku mau telepon Ayah buat izin nggak datang ke kantor lagi kayaknya, mau di rumah aja sama kamu kalau gini jadinya," ujar Sakti sambil mengusap bibir Adel yang basah akibat perbuatannya.

"Mana boleh kayak gitu, kamu mau dimarahi atau bahkan dipecat sama Ayah?"

"Ya lagian ... kamu kenapa tiba-tiba panggil aku kayak gitu? Bikin gemas tahu."

Adel terkekeh, ia sendiri merasa tidak ada yang aneh dari panggilannya untuk Sakti, tapi reaksi suaminya malah diluar perkiraan. "Cuma iseng aja. Udah sana kamu berangkat, aku nggak mau Ayah nungguin kamu lho." Adel mendorong tubuh Sakti agar segera beranjak.

Untung saja apa yang mereka lakukan masih di teras rumah yang tertutup gerbang tinggi, Adel tidak bisa membayangkan jika gerbang tersebut terbuka yang kemungkinan aksi mereka bisa dilihat orang-orang tapi sepertinya orang-orang di sekitar tidak peduli dengan yang mereka lakukan.

"Kamu sekarang jadi mirip sama Bunda tahu nggak, jadi lebih bawel," celetuk Sakti terkekeh kecil.

Adel menyipitkan mata. "Emang kenapa kalau aku jadi bawel? Kamu nggak suka?"

Result Of Mistake Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang