Kepalaku begitu pusing, mataku mengerjap berusaha menyesuaikan cahaya yang begitu minim. Mataku terbelalak lebar, aku menyadarinya. Aku hampir mati setelah terjun bebas dari tebing diatas sana. Sekarang aku terdampar di teluk kecil yang tidak ada jalan untuk pulang selain memanjat.
Namun aneh, aku tidak merasakan sakit. Badanku tidak ada yang nyeri ataupun memar. Aku khawatir apakah sebetulnya aku hanya berhalusinasi jatuh dari tebing atas sana. Tapi tidak penting, aku harus pulang sesegera mungkin sebelum Seungmin terbangun tiba-tiba di tengah malam.
Tunggu, aku melihat laki-laki tanpa busana tergeletak tak jauh dari tempatku terdampar. Rambutnya ungu berkilauan, aku memutuskan untuk mendekatinya.
"I-ini ... Ini Minho?!" Aku terkejut, wajah itu adalah wajah yang sama dengan orang yang mengisi hari-hari ku dua tahun yang lalu. Itu adalah Minho. Aku reflek melepaskan kemeja milikku dan menutupi badannya, aku berniat untuk melakukan pertolongan darurat. Tapi tak lama kemudian dia batuk-batuk dan tersadar.
"Minho? Bilang yang sakit bagian mana. Ada yang luka? Kepalamu tidak terbentur sesuatu kan Minho? Kau kemana saja selama dua tahun ini?" Aku memberondong dia dengan pertanyaan. Sejujurnya masih banyak hal yang ingin ku tanyakan kepadanya.
"Kau ... Siapa?" Ah dia bercanda, dia pura-pura lupa denganku.
"Jangan bercanda Minho, bilang dahulu yang sakit bagian mana." Aku menampar pelan pipinya.
"Aku tidak sedang bercanda. Kau siapa?!" Dia menaikkan nadanya, aku tersentak. Dia benar-benar tidak mengingatku? Dua tahun tidak berjumpa membuatnya lupa dengan kehadiranku selama ini yang selalu menunggunya?
"Kau melupakanku ya." Aku kecewa, Minho melupakanku semudah itu. Tapi tiba-tiba tangan besar miliknya memegang lutut milikku, ia menggerayanginya.
'plak!'
"Itu yang kau sebut tidak kenal Lee Minho?!" Aku murka, bisa-bisanya dia melakukan hal itu kepadaku disaat dia sendiri berkata bahwa tidak mengenalku.
"Ugh. Kau terlalu bar-bar, lagipula kau tidak akan paham. Dan stop memanggilku dengan Minho Lee Minho itu, namaku adalah Rhino." Dia mengusap pipinya bekas tamparan dariku, sedikit terlihat memerah. Aku merasa sedikit bersalah, sedikit.
"Ada yang tidak beres, seharusnya tidak seperti ini." Minho terbangun, dia memandangiku terus-terusan. Dia bergumam 'aneh' dan 'tidak beres' setiap saat. Aku tidak mengerti, apa yang aneh? Sejujurnya tingkahnya sekarang ini yang aneh.
"Kau ... tidak merasakan apapun?" Merasakan apa? Yang kurasakan hanya jengkel kepadanya.
"Rasanya menjengkelkan ketika kau kembali malah berperilaku seperti ini." Aku bersungut-sungut, ini benar-benar menjengkelkan.
"Sudah ku bilang, aku bukan Minho Minho mu itu!" Dia masih mengelak, aku terlalu mengenali bagaimana Minho itu. Dari siluetnya saja aku sudah tau.
"Kau Minho! Kau Minho ku, jangan berdalih! Kepalamu terbentur batu ya?!" Enak saja, jelas-jelas wajah itu adalah wajahnya Minho. Luka diperutnya itu juga luka bekas dia operasi saat masa kanak-kanak.
"Kepala batu! Kalau aku memang Minho mu itu, mana mungkin aku tidak mengetahui namamu!" Ah .. betul juga. Jika dia memang Minho ku, mana mungkin dia tidak mengetahui namaku barang sedikitpun. Sepertinya memang bukan Minho, mungkin hanya orang yang kebetulan memiliki wajah dan tubuh yang sama. Tapi ini terlalu kebetulan, hmm ... lupakan saja lah.
Laki-laki itu, maksudku Rhino. Dia perlahan mulai bangkit berdiri, tapi badannya bergetar. Aku skeptis, sepertinya dia benar-benar terluka. Entah itu luka ringan atau berat yang sampai membuatnya kesulitan berdiri. Aku harus mencari bantuan.
"Kau tunggu disini. Aku akan pergi mencari bantuan." Aku pergi meninggalkannya, tidak ada jalan keluar disini kecuali memanjat batuan yang ada di tebing.
"Tidak. Kau tidak mengerti." Apa yang tidak ku mengerti? Jelas dia sakit, badannya bergetar begitu jelas. Dia tidak bisa dibiarkan begitu saja tanpa penanganan medis. Aku harus segera memanjat tebing ini agar bisa mencapai atas sana.
Tebing yang ku panjat begitu curam dan licin. Sepertinya ini efek dari tubrukan ombak yang tidak pernah berhenti. Aku harus berhati-hati, jika tidak aku akan-
"AAA!" -terjatuh.
Tebing yang ku pijak begitu rapuh, badanku terjatuh ke belakang. Ke arah lautan. Sebelum benar-benar tercebur aku melihat Rhino. Matanya membola terkejut, dia bersiap untuk melompat menangkap badanku. Tapi naas kami berdua malah sama-sama tercebur.
'byur!'
Aku tidak bisa berenang! Aku hanya bisa pasrah menutup mata menunggu Rhino menggapai diriku. Tapi apa Rhino bisa berenang? Pemikiran itu membuatku terpaksa membelalakkan mataku.
Tapi pengelihatan ku begitu jelas, tidak memburam. Apa yang di depan mataku ini sangatlah jelas. Aku melihat Rhino dengan ekor berwarna ungu hendak menggapai badanku dan aku melihat sendiri bagaimana sepasang kaki milikku berubah menjadi sebuah ekor.
>>> #6 Apa yang terjadi
KAMU SEDANG MEMBACA
Yeux Violets [Minsung]
FantasíaMinho telah meninggal dua tahun yang lalu. Meninggalkan Han sendirian hidup sebatang kara. Jasadnya tidak pernah ditemukan, laut seakan menyembunyikannya. Namun, beberapa hari setelah hari peringatan kepergian Minho, Han melihatnya. Matanya menangka...